Chapter 10

457 57 40
                                    

Nyatanya, kau dan aku memang ditakdirkan untuk dipertemukan. Entah untuk saling mempersatukan, atau saling mengikhlaskan.

- Quote by shaffaifa

"Gue balik duluan, ya, Yo!" Arfan nampak tergesa-gesa usai mendapat telepon dari rumah sakit. Entah apa yang sebenarnya terjadi. Arfan segera meraih tas punggungnya dan menyandangkan tali tas ke salah satu bahunya.

Rio hanya diam dan bingung melihat temannya itu buru-buru pergi.

Lain hal dengan Esa. Dia menaiki sepeda motornya dan segera melajukannya. Anehnya,  ini bukanlah arah jalan menuju rumahnya. Melainkan arah ke rumah Quinsha. Jujur, saat ini Esa sedikit merasa khawatir dengan keadaan Quinsha yang tidak masuk sekolah.

Tok.. Tik.. Tok..

"Quin, lo di dalem? Gue masuk, ya?" tidak ada sahutan dari dalam. Esa pun mencoba membuka pintu rumah tapi ternyata terkunci. Esa berdecak kesal. "Ke mana, sih, dia? Tidur kali, ya. Lagian gue juga ngapain ke sini. Tu anak dikhawatirin juga nggak bakal peduli, kan?"

Akhirnya Esa pun kembali ke motornya untuk pergi meninggalkan rumah besar yang hanya dihuni satu orang saja. Namun baru dua langkah, Esa kembali menoleh ketika mendengar suara pintu terbuka. Esa melihat wajah gadis yang muncul di ambang pintu dengan datar. Hanya berdiam diri dan tak berkata apa pun.

"Masuk," kata gadis itu sembari menggerakkan kepalanya dengan lemah ke arah belakang. Lantas segera pergi meninggalkan Esa yang masih berada di luar.

Tanpa menunggu lama, Esa pun mengikuti gadis itu masuk dan duduk di atas sofa tanpa aba-aba. Begitupun Quinsha, yang sudah duduk terlebih dahulu dengan menyenderkan kepalanya ke atas sofa. Mungkin tubuhnya masih terasa lemah.

"Atau perlu gue panggilin dokter," saran Esa.

"Sok baik banget, sih lo. Gue juga nggak kenapa-kenapa."

"Lo emang cewek aneh tau nggak." Esa kesal.

Quinsha tak menjawab. Justru dia mengatakan hal yang lain. "Betewe makasih. Lo udah nolongin gue tadi malem."

"Gue kira lo nggak tau cara ngucapin terima kasih."

"Lo nggak ikhlas!"

"Ikhlas lah."

❤❤❤

Arfan hanya mampu terduduk lemah di ruang tunggu. Tidak tahu harus bagaimana. Rasanya ingin sekali ikut papanya yang baru saja dinyatakan dokter meninggal dalam kecelakaan mobil.

"Kak, Papa nggak beneran pergi, kan?" isak adik Arfan. Gadis manis itu masih belum percaya kalau papanya pergi meninggalkan mereka.

Sementara mama mereka hanya diam tak bersuara. Air matanya telah habis dan tak mampu untuk dikeluarkan lagi.

❤❤❤

Hari ini, di kediaman rumah Bapak Angga Gusnandar penuh dengan orang-orang datang melayat. Juga murid-murid SMA Karya Siswa datang ke rumah Arfan usai pulang sekolah. Lebih tepatnya teman-teman sekelas Esa. Kebetulan hari ini hari Jum'at. Mereka pulang lebih cepat. Sehingga bisa berkunjung ke rumah Arfan yang sedang berduka.

Ketika baru tiba, Quinsha menghentikan langkahnya. Mengapa rumah Arfan harus bersebelahan dengan kafe milik mamanya yang memang tidak ingin ditemui? Kini Quinsha baru ingat, kalau di rumah ini, Quinsha pernah melihat mamanya berpelukan dengan seorang gadis sebayanya. Lalu, siapa Arfan?

"Bukannya masuk malah bengong!" cetus seseorang yang ternyata itu adalah Esa.

Quinsha mencekal satu tangan Esa yang hendak masuk terlebih dahulu.

Quinsha (S E L E S A I)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang