Chapter 21

143 19 0
                                    

Entah mengapa, akhir-akhir ini wajahnya yang sering beradu temu. Hingga akhirnya menjadi candu.

-ifashaffa

"Wajah kamu kenapa ditekuk gitu, Sayang?" Emma datang menghampiri anak gadisnya yang sedang duduk di atas sofa seraya memeluk bantal.

Kini Emma ikut duduk di sebelah Ingga sambil tersenyum khas seorang Ibu yang peduli dengan anaknya.

"Dari tadi Ingga ketuk pintu kamarnya Kak Quin, tapi nggak dibuka-buka, Ma. Nggak tau kenapa. Padahal Ingga kan pengen tidur di kamar Kak Quin lagi. Nyaut panggilan Ingga aja enggak. Kesel!" Ingga menggerutu panjang lebar.

Emma tersenyum lagi. "Mulai sekarang, kamu harus belajar mengerti, ya, Sayang. Kalo sudah seperti itu, berarti dia nggak mau diganggu."

Ingga mengangguk mengerti.

"Iya sudah sana, kamu balik ke kamar. Tidur di kamar kamu sendiri," pinta Emma.

Ingga pun menuruti perintah mamanya. Mulai berjalan dan menaiki satu per satu anak tangga. Karena kebetulan, kamar Ingga memang terletak di lantai dua. Tepat bersebelahan dengan kamar abangnya, Arfan.
Berbeda dengan Quinsha. Kamarnya juga berada di lantai dua. Hanya saja terletak di paling ujung. Dirinya paling tidak suka jika kamarnya dekat dengan ruangan lain. Quinsha adalah tipe orang yang tidak suka diganggu.

Di tempat lain, Esa masih sangat merasa cemas dan khawatir dengan keadaan Quinsha saat ini. Karena kejadian tadi di rumah Boni, saat Esa mengantarkannya pulang, tidak ada satu patah kata pun yang keluar dari bibir Quinsha.

Esa pun berinisiatif untuk menelepon Quinsha, tapi tak kunjung mendapat jawaban.

"Mungkin dia marah sama gue."

***

Dari kejauhan, Esa menatap Quinsha yang sedang berdiri termenung di balkon sekolah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Dari kejauhan, Esa menatap Quinsha yang sedang berdiri termenung di balkon sekolah. Wajahnya terlihat datar dan seperti sedang memikirkan sesuatu. Esa pun segera menghampiri Quinsha dengan menuju lantai tiga di mana gadis itu berada.

"Ngapain lo ke sini."

Jelas saja Esa terkejut. Bagaimana Quinsha tahu kalau yang datang menghampiri adalah Esa. Padahal, Esa masih berdiri di belakang Quinsha.

"Kok lo tau kalo gue yang dateng?" Saat ini, Esa sudah berdiri tepat di sebelah Quinsha.

"Tadi gue nggak sengaja liat lo dari bawah."

"Lo masih marah sama gue?"

Niat Esa menghampiri Quinsha memang untuk menanyakan itu, karena malam tadi, jujur, Esa tidak bisa nyenyak tidur.

"Kenapa juga gue harus marah sama, lo."

"Karena gue udah ninggalin lo sendirian. Padahal gue tau, kalo lo takut gelap."

Quinsha tertawa sinis. "Guenya aja yang emang lebay. Takut sama gelap."

"Kok elo ngomong gitu? Semua orang juga pasti punya phobia-nya masing-masing," tutur Esa.

Quinsha (S E L E S A I)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang