9. Aneh

6 2 0
                                    

Joana menggaruk telinganya yang gatal, sesekali membenarkan tatanan rambutnya dan terkadang menendang batu-batu kerikil kecil di bawah kakinya. Kebiasaan ini sudah dialaminya kerap kali ia menunggu seseorang. Dan yang ditunggu malah kurang ajarnya belum menampakkan batang hidung, membuat Joana tanpa sadar menendang ban motor vespa milik Rangga.

"Anjir! Tuan lo kemana sih?! Setiap gue tunggu gak pernah nengok-nengok, dikira gue sabar apa? Gue tuh gak bisa diginiin!" Joana berkata dengan gaya dramatis di depan vespa biru muda milik Rangga itu.

Gadis itu memberengut lalu duduk di atas jok motor vespa tersebut. Tangannya juga sibuk menepuk-nepuk stang motor. Seolah itu adalah kepala Rangga.

"Cobak aja ini kepala lo, Ga. Mungkin udah abis kali ya gue tepak-tepak!" Joana masih saja menepuk-nepuk stang motor itu, tidak mempedulikan sama sekali tangannya yang sudah memerah karna saking keras menepuknya.

"Ihh gue benci! Kenapa susah banget sih deketin lo?!" Sekarang Joana sudah mengepalkan tangannya untuk memukul-mukul stang motor itu. "Brengsek!" Umpatnya keras.

Pergerakan Joana terhenti saat sebuah tangan terjulur untuk mencekal tangannya. Joana mendongak dan menemukan Rangga yang menatapnya dengan mata nyalang serta rahang mengeras.

"Apa yang lo lakuin?" Meski suaranya dibuat sebiasa mungkin tapi Joana tau bahwa Rangga sedang mati-matian menahan amarahnya.

"Gue kesel sama lo!" Rangga yang masih mencekal tangan Joana, tiba-tiba menarik cewek itu --yang memang sedang duduk diatas jok motornya-- untuk berdiri kembali.

"Gue gak peduli." Setelah mengatakan ini, Rangga mengambil helmnya yang menggantung diatas spion, menduduki jok, lalu menstarter motor. "Gak bisa gitu dong! Lo harus peduli! Gue udah nungguin lo dari tadi!"

Joana menahan stang motor Rangga saat cowok itu bersiap pergi. "Ga, jangan gini dong. Gue mau ngomong dulu sama lo."

"Minggir."

Joana menggeleng cepat. "Enggak! Gue gak mau pokonya!" Rangga mencoba melepas tangan Joana namun cewek itu malah mengigit lengannya, hingga Rangga meringis dibuatnya. "Aduh! Lo mau apa hah?!" Tanya Rangga marah.

"Gue mau ngomong sama lo."

"Yaudah, ngomong aja." Joana melepas stang motor Rangga lalu ganti mengambil kunci motor hingga vespa tersebut mati begitu saja.

"Gue mau deket sama lo. Gue mau kita temenan." Rangga mengernyit. Sebenarnya ia tidak tau kemana arah pembicaraan Joana. Tapi cowok itu hanya mengangguk. Tidak terlalu peduli pada permintaan Joana. Yang ia butuhkan sekarang hanya pulang lalu mengerjakan semua tugas sekolah yang menjadi menu makanannya sehari-hari.

Joana melongo melihat anggukan Rangga. Apakah memang semudah ini menjadi teman dari seorang Rangga? Wow, kalau begini jadinya, Joana bisa memenangkan pertaruhan dengan mudah. Joana tersenyum senang lalu mengulurkan tangan, "Nama gue, Joana. Kita sekarang temenan. Deal?"

"Deal." Rangga menerima jabatan tangan Joana. "Dan sekarang mana kunci motor gue? Gue mau balik."

Joana sudah akan memberikan kunci itu pada Rangga tapi kemudian menariknya kembali hingga Rangga berdecak dibuatnya. "Eitsss ada syaratnya dong?"

"Syarat apa lagi sih?" Tanya Rangga jengkel.

"Besok mau ya belajar sama gue. Ada beberapa materi yang belum gue ngerti."

Sebenarnya itu hanya alasan Joana saja supaya memiliki alasan bertemu Rangga setiap hari. Juga sebagai ajang pedekate-nya dengan Rangga.

Rangga nampak berpikir sampai akhirnya mengangguk. Joana sudah akan melompat-lompat saking senangnya tapi diurungkan karena hadirnya Jason si laknat yang tiba-tiba nimbrung.

FALLINGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang