10. Brian

8 2 0
                                    

Maaf kalo ada typo hehe, btw ini ngetiknya gak pake mikir wkwk

*******

"Jo, itu mama udah taruh bekal Jason di atas meja. Jangan lupa dikasi ya."

Mama membawa sepiring tempe ke atas meja makan, lalu mengambil duduk di seberang Joana.

"Kenapa sih harus bawain dia bekal segala? Mending Joana aja yang makan. Dia juga bukan siapa-siapa kan, keluarga juga bukan. Buang-buang waktu deh mama buatin dia bekal kayak gini."

Joana mulai melahap makanannya. Kadang jengkel juga kalau Mama terus saja bersikap baik pada cowok itu. Lihat saja kemarin, cowok itu bahkan berani menciumnya. Ish! Memikirkannya saja membuat Joana malu sekaligus marah.

Dan kenapa juga ini jantung malah deg-degan?! Bikin malu elah!

Mama tersenyum mendengar omelan Joana. "Sayang, kita berbagi sama orang itu gak bakal bikin rugi. Lagipula Jason juga anaknya baik, anggep aja ini rezeki buat dia."

"Baik dari hongkong! Dia tuh jahat, mah. Jason juga anak orang kaya. Ngapain orang miskin kayak kita ngasi makan orang kaya. Keenakan lah dia."

"Jo, gak baik kamu ngomong kayak gitu." Mama memperingatkan.

"Emang bener kok, Ma. Udah deh, mama gak usah buatin bekal lagi buat Jason. Jugaan bekalnya slalu aku yang makan."

Mama tampak terkejut dengan pengakuan tanpa dosa Joana. "Beneran kamu yang makan?"

Joana mengangguk sembari mengambil tempe yang dibawa Jeni tadi lalu melahapnya.

"Kamu gak seharusnya kayak gitu, Jo. Kalo kamu emang pengen bekal juga, Mama kan bisa buatin lagi buat kamu."

"Masalahnya bukan gitu, Ma. Jason tuh keterlaluan. Dia gak pantes dikasi bekal sama Mama. Mama gak tau aja gimana kelakuan dia di sekolah. Beuhhh dia itu suka ngerjain Joana, Ma. Kesel tau gak!"

Mama terdiam dan tampak berpikir. "Memangnya begitu?"

Joana mengangguk antusias.

"Tapi, Mama ngeliat ada yang berbeda dari dia." Mama tampak ragu saat mengatakan ini, membuat Joana mengerutkan kening.

"Beda apanya?"

"Mama ngerasa dia punya sesuatu yang disembunyikan tapi justru terlihat jelas oleh orang lain."

"Ma, Joana gak ngerti."

Jeni tersenyum tipis. "Sayang, Jason kesepian, sedih, rapuh. Dia berusaha keras menyembunyikan itu semua, tapi Mama ini adalah seorang ibu. Seorang ibu akan selalu punya cara untuk mengetahui setiap luka yang dirasakan anaknya."

Joana diam seribu bahasa.

Jeni kemudian mengusap sebelah pipi Joana. "Nanti, kamu jangan lupa kasi bekalnya ke Jason yah. Mama percaya sama kamu." Ucapnya kemudian bangkit menuju dapur.

Joana menghela nafas lelah. Jadi selama ini mama menyadari kesedihannya? Alright, no problem. Setidaknya mama tidak mempertanyakan kesedihannya dan memilih diam.

Mood Joana tiba-tiba berubah drastis. Perkataan mama tadi sontak membuatnya mati kutu. Bahkan saat Joana berpamitan tadi, gadis itu tidak membalas senyum ramah mama. Joana hanya berlalu secepat mungkin dari sana dengan kotak bekal pink ditangannya. Sebenarnya, memikirkan kotak bekal ini diberikan pada Jason membuat Joana ingin membuangnya saja. Tapi, gerakan tangan Joana tiba-tiba membeku di udara. Memikirkan jika benar Jason merasakan sesuatu seperti yang mama katakan, menyentil hati gadis itu. Sentilan itu cukup membuatnya sedikit terganggu. Ya, hanya sedikit.

FALLINGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang