Jurnal #2

1K 33 2
                                    

" Sebuah Catatan Usang "
Juli, 2015.
.
Kala itu, pada sebuah petang di kaki Gunung Raya, Desa Lempur, Kerinci. Sepulang dari Gunung Tujuh beberapa minggu yang lalu, kami memutuskan untuk mendaki Gunung Raya. Yang terkenal dengan hal-hal mistis oleh masyarakat setempat. Selepas melakukan sebuah ritual adat yang menjadi syarat pendakian oleh masyarakat setempat. Ritual ini di beri nama "Mintak Arah" atau Minta Izin kepada leluhur yang sudah membudaya turun temurun kepada siapa-siapa yang ingin mendaki Gunung Raya.
.
Kata bapak penjaga pos pendakian yang nekat mendaki bukan hanya kami, melainkan ada tiga rombongan lain yang sudah lebih dahulu mendaki satu hari yang lalu.
.
Empat jam perjalanan, kujejakkan juga puncak Gunung Raya. Kami bertemu dengan rombongan lain. Tak seperti biasanya, Gunung Raya kali itu ramai oleh pendaki.
.
Yang baik dari sebuah pendakian bukan hanya sebuah puncak, namun hangatnya persahabatan. Di sana, di atas sana. Di antara tenda-tenda warna-warni, ada sebuah kehangatan. Kehangatan bertegur sapa sesama pendaki, kehangatan tawa dan berbagi cerita. Di gunung, kami tak mengenal pangkat, tua muda, agama, hitam putih, lurus keriting, maupun Minang Batak Sunda. Di hadapan alam semuanya sama. Sebab tuannya adalah alam,  kita adalah tamu. Mendaki berarti berada pada titik aman dan hal-hal tak terduga.
.
Dari sekian pendakian, ada satu hal yang baru kusadari. Setiap puncak mengiringki pada satu ikatan persahabatan. Boleh saja, kau memutuskan untuk pergi bertiga, berdua, ataupun berlima. Namun, di atas sana, tempat yang bagi sebagian orang mengerikan, kau dan rombonganmu akan bertambah anggotanya.
.
Di sana, tempat menemukan tenang juga menemukan kawan.

ICARUS (Kumpulan Senandika)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang