Mengenal sosok guru teater dan kesenian saya Eyang Janu Dirgantoro, awal pertemuan saya dengan beliau adalah ketika datang ke Jogja menemui kawan lama beberapa tahun lalu. Di sana saya sangat ingin belajar tentang kretek dan kebudayaan Jawa.
.
Hingga akhirnya saya dipertemukan dengan Eyang Janu, seorang budayawan setempat yang sudah terkenal dengan arif dan bijaksananya. Awalnya, saya sulit menerima konsep dan cara berpikir dari beliau yang penuh intrik dan makna tersirat. Hanya, pembawaan beliau yang kocak dan cenderung egaliter apa adanya itu akhirnya membuat saya begitu terkagum-kagum drngan kehidupan beliau. Entah itu pola pikir, kata-kata, maupun kepribadian beliau.
.
Saya diajari banyak hal tentang kretek.Beliau juga memberi buku-buku langka tentang kretek untuk saya pahami.
.
Satu pesan beliau yang sampai saat ini masih saya pegang teguh “Tetap pertahankan harga dirimu tapi jangan seolah mencari permusuhan. Belajarlah memenangkan sesuatu tanpa membuat yang lain merasa kalah.”
Kata-kata itu sangat membekas hingga sekarang.
.
Sedikit tentang beliau, nanti akan saya ceritakan panjang lebar lagi di lain kesempatan.
.
Beliau, yang teristiqomah yang pernah saya temui. Terhadap tuhan. Ya, seseru apapun diskusi kami, sekelas apapun project kami, beliau selalu meninggalkan diskusi, latihan, kami, pun apa-apa ketika adzan memanggilnya.
.
Terhadap cinta, beliau tidak memiliki anak sampai saat ini, tapi bentuk cinta melalui keromantisannya terhadap sang istri tidak pernah berubah. Ia masih rajin menulis puisi untuk istrinya. Bentuj cinta yang ia wujudkan melalui karya, melebihi semua cara anak muda yang saya kenal.
.
Terhadap seni dan budaya. Dia berkelas tapi menolak kelas, ilmunya ia berikan tanpa sekat dan batas. Ia dengan sukarela membagi ilmunya untuk orang-orang seperti kami. Ia berbagi terhadap sesiapa yang mau, yang punya kemauan.
.
Semoga sehat selalu Eyang. Pemikiranmu akan selalu hidup di hati kami.