35: Blooming Flowers

27.2K 3.2K 489
                                    

Seperti angin yang bertiup, semua beban pikiran dan rasa sakit yang selama ini selalu mengganjal di dalam benak Jennie sirna setelah Jongin mengatakan semua perasaannya. Sekarang Jennie dapat menyebutnya dengan penuh rasa percaya diri jika Jongin adalah miliknya sepenuhnya.

Sepanjang perjalanan kembali ke rumah, Jongin tak sekali pun melepaskan genggaman tangannya dari Jennie. Terkadang Jongin aku mengecup tangan istrinya itu. His love is overflowing and she can see it clearly without a single doubt.

"Apa kau akan terus menggenggam tanganku seperti ini?"

Jongin menoleh sekilas. "Iya, aku akan terus menggenggam tanganmu dan tak akan melepasnya."

Jennie tersenyum, tangannya kemudian membelai lembut wajah suaminya itu secara pelan-pelan dan lembut.

"Kau tahu betapa bahagianya aku saat ini?"

Lampu merah yang sedang menyala memudahkan Jongin untuk menatap wanita yang ada di sebelahnya lebih lama. Dikecupnya telapak tangan Jennie.

"Semoga aku bisa terus menjaga senyumanmu itu."

Jongin sempat membeku ditempatnya saat Jennie tiba-tiba saja memberikan ciuman singkat. Namun seakan dirinya tak mau ciuman itu cepat berakhir, Jongin kembali menarik pinggang Jennie dan merengkuh wajahnya untuk memberikan Jennie sebuah ciuman sekali lagi.

Jennie membuka bibirnya, mengizinkan Jongin untuk menciumnya lebih dalam lagi. Between the lights and the empty road, they kissed like tomorrow never comes.

Tiap sentuhan yang terasa diantara lidah keduanya membuat baik Jongin maupun Jennie makin menikmati intensnya ciuman mereka.

Jongin akhirnya menarik diri dan menyudahi ciuman mereka lebih dulu. Keningnya menempel pada dahi Jennie, nafasnya terengah. Lampu hijau yang sudah menyala benar-benar sudah terabaikan olehnya.

"Ku rasa aku harus menyetir dengan cepat agar kita bisa cepat sampai ke rumah."

Jennie terkekeh, "Kenapa? Apa yang membuatmu begitu tak sabar?"

"Dirimu. I want you."

Sesampainya dirumah, keduanya benar-benar tidak bisa lagi menahan gairahnya yang sudah sama-sama meninggi. Keduanya selalu merasa seperti ini, tidak pernah jenuh dengan sentuhan satu sama lain.

Jongin langsung mengangkat tubuh Jennie dan menggendongnya ketika Jennie menyampirkan kedua tangannya pada bahu Jongin. Keduanya terus mencumbu satu sama lain, seakan berlomba untuk terus memberikan cinta yang lebih besar pada satu sama lain.

Jennie mulai mendesah saat ciuman Jongin terus turun hingga ke lehernya. Kakinya kembali berpijak pada tanah saat punggungnya menyentuh sebidang tembok. Akan tetapi, saat Jongin baru saja akan melancarkan serangan selanjutnya dan menyingkap kemeja Jennie, tiba-tiba saja Jennie merasakan sakit yang luar biasa pada bagian perutnya.

"Akkhh!" Jennie memekik kesakitan, dirinya langsung merunduk memegangi perutnya.

"Jennie-ya!" Jongin berseru. Jelas sekali kepanikan yang terlukis di wajahnya. "Apa aku menyakitimu? Mianhae, Jennie-ya."

"Tidak, bukan itu... tapi perutku..."

Jennie bahkan belum sempat menyelesaikan perkataannya karena dirinya tiba-tiba saja merasa mual kembali hingga mengharuskan dirinya untuk segera berlari ke toilet. Jongin mengikutinya dari belakang, memandang istrinya yang kembali memuntahkan seluruh isi perutnya dengan tatapan penuh tanda tanya.

Mungkin kah, istriku... hamil?

Jennie kembali menghela nafas lega setelah mengeluarkan isi perutnya. Ditekannya tombol flush, saking banyaknya isi perut yang dirinya keluarkan tubuh Jennie sampai terlihat begitu lemah.

Metanoia • KAI x JENNIE •Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang