Jongin sepenuhnya sadar saat mengantarkan Soojung pulang ke apartemennya. Alasan mengapa Jongin mengantarnya pulang adalah, karena rasa pedulinya pada Soojung. Before an ex, Soojung was one of his best friend.
"Aku akan menemani disini, kau tidur lah." Jongin berujar, kini dirinya sudah duduk di lantai. Bahunya bersandar pada dipan milik Soojung sementara wanita itu masih meneteskan air matanya saat Jongin meletakannya di atas kasur.
Suasana berubah sunyi, yang terdengar hanyalah suara hembusan nafas keduanya. Tidak ada lagi suara canda dan tawa bahagia yang dulu selalu memenuhi di setiap sudut kamar ini.
Jongin menatap lurus ke sebuah jendela besar di hadapannya. Hal yang sama juga dilakukan Soojung, matanya terus menatap langit-langit kamarnya yang seakan akan menghimpitnya—dadanya terasa sesak, padahal dirinya tidak sedang menatap Jongin.
"Apakah aku selalu menempatkanmu ke dalam posisi yang sulit?" Tanya Soojung tiba-tiba, memecah kebisuan diantara mereka.
Jongin terdiam sesaat yang terdengar hanyalah erangan nafasnya yang kian berat.
"Benar, kau memang menempatkan aku di dalam posisi yang sulit, Soojung-ah." Kini kepala Jongin tersandar di atas tempat tidur, kepalanya mengadah, menatap langit-langit kamar Soojung. "Aku tahu berhubungan denganku juga pasti berat untukmu."
"Kau tahu apa yang kusesali saat ini? Aku menyesal memintamu memilih dan tidak berjuang bersamamu." Soojung membisu untuk sesaat sebelum melanjutkan perkataannya. "Saat aku bertemu dengan Jennie di pesta pernikahan kalian, kau tahu bagaimana caranya mempertahankanmu dari aku? Perlakuannya membuatku marah, harusnya aku yang menikah denganmu tapi aku sadar jika aku adalah orang yang telah menolakmu."
"Maafkan aku yang telah mengecewakanmu."
"Kau tak perlu minta maaf, seharusnya aku lah yang meminta maaf padamu. Aku membuatmu memilih, aku tahu betapa egoisnya aku padamu tapi tetap saja aku seperti tak bisa menghentikannya. Kau tahu karena apa? Karena aku begitu takut kehilanganmu." Soojung tergelak lemah. "Namun kenyataannya, aku benar-benar sudah kehilanganmu akibat keegoisanku."
Jongin hanya bisa terus terdiam dan membiarkan Soojung mengutarakan semua isi hatinya. This is what they need to do since beginning, talking about their closure with a cool head.
"Apa kau kau mencintainya?" Tanya Soojung pada Jongin yang sebenarnya wanita itu sudah tahu dengan pasti jawaban apa yang akan didapatkannya.
"Aku sungguh mencintainya."
Soojung tertawa masih dengan tawa yang dipaksakan.
"I shouldn't have asked you though. I'm stupid right?"
"Let's stop it, Jung Soojung." Jongin menarik nafas panjang, matanya masih menatap langit-langit kamar Soojung. "Aku memang belum pernah mengatakan semua ini padamu, kurasa kau terus bertahan karena aku belum pernah mengatakan kata perpisahan padamu."
"Kau tak perlu mengatakannya. Aku bertahan bukan karena kau tidak pernah mengatakan kata perpisahan padaku, tapi karena aku masih terus bergantung padamu."
"Jung Soojung..."
"Kau adalah segalanya bagiku. Namun, kini tiap kali aku melihatmu, hanya rasa sakit yang selalu ku dapat. Tanpa kusadari, kita tidak pernah lagi merasa bahagia bersama. We're only hurting each other."
Soojung bangkit dari tempat tidurnya, membuat Jongin juga melakukan hal yang sama—membenarkan posisi duduknya. Kini keduanya saling menatap lekat.
"Ije heeojyeo, uri."
Jongin mengangguk. "Okay, mari kita berpisah."
•
Hari sudah berganti saat Jongin keluar dari apartemen Soojung. Jongin tahu, mungkin dirinya harus menjelaskan banyak hal pada Jennie ketika dirinya tiba dirumah nanti. If she needs an explanation, then Jongin would tell her everything. Now his mind is at ease, he can tell her about his worries perfectly.
KAMU SEDANG MEMBACA
Metanoia • KAI x JENNIE •
Fanfiction"Metanoia." -(n) the changing of one's mind, heart, self, or way of life. Let's meet Jongin and Jennie, the crazy rich korean, dua manusia yang saling membenci satu sama lain. Apa yang akan terjadi ketika dua orang yang sangat berpengaruh, paling ka...