If skies could fall crumble, maybe today is the day where the skies crumble upon him. Terakhir kali Jongin merasa begitu terpuruk adalah saat dirinya harus kehilangan Ibunya dan kini, dirinya terpaksa harus menelan kembali pil pahitnya kehidupan untuk kedua kalinya.
Jika diibaratkan, saat ini Kim Jongin seolah sedang berdiri di tepian jurang dan tinggal menunggu waktu untuk terjatuh ke dasar jurang.
Tidak hanya akan kehilangan perusahaan yang dirinya sudah perjuangkan sedari dulu, Jongin juga terancam untuk kehilangan istri yang dicintainya—and also, their babies.
Mendengar pemberitaan mengenai kondisi Taeyong yang semakin kritis melalui saluran televisi yang sengaja dirinya biarkan menyala lama kelamaan membuat dirinya muak hingga Jongin harus mematikan TV tersebut.
"Jadi kau akan diam saja memandangi nasib anakmu yang sedang kritis?" Jongin bertanya dengan sinis saat Ayahnya kembali masuk ke ruangan kerjanya.
Kim Minki memilih untuk mengacuhkan pertanyaan Jongin sementara pandangan tajam Jongin tidak sedikit pun terlepas dari Ayahnya, hingga pria dengan rambut yang sudah sedikit memutih itu kini menduduki sebuah kursi yang ada di depan meja kerja milik Jongin.
"Kau ingin aku melakukan apa untuknya?"
"HE IS YOUR DAMN SON!" Teriak Jongin seraya menggebrak meja di hadapannya. "APA KAU AKAN MEMBIARKANNYA MATI BEGITU SAJA?!"
"Apakah kau begitu yakin jika kau dan Lee Taeyong memang mempunyai hubungan sedarah?" Tanya Kim Minki singkat, pandangannya tidak sedikit pun bergetar takut.
"Apakah kau sama sekali tidak mempunyai rasa malu, Abeonim?" Terkekeh, Jongin kemudian menunjukkan pada Ayahnya hasil test DNA yang mengungkapkan hasil positif mengenai hubungan antara dirinya dan Lee Taeyong.
Kini giliran Kim Minki yang tertawa kecil. "Ini lah mengapa diriku belum bisa mempercayakan Finley sepenuhnya padamu. Kau masih begitu naif, Jongin-ah."
"Tch, sampai kapanpun kau tidak akan memandang semua usahaku untuk membesarkan perusahaan ini bukan?"
"Kenaifanmu itu lah yang membuatmu begitu mirip dengan mendiang Ibumu." Satu kalimat yang baru saja keluar dari bibir Ayahnya sukses membuat Jongin terdiam dan tidak lagi bisa berkata-kata.
Setelah hening yang berjeda cukup panjang, Kim Minki lalu tersenyum, sebuah senyuman yang Jongin tidak bisa artikan maksudnya.
Kim Minki kemudian berjalan dan langkahnya berhenti tepat di samping Jongin. Dirinya lalu menepuk bahu putranya itu sebanyak dua kali.
"Aku tahu seberapa keras kau berusaha untuk membesarkan perusahaan ini and I cant thank you enough for that, son." Tutur Kim Minki. "Kau dan Mingyu adalah satu-satunya putraku."
"Aboeji, aku tahu ini sulit bagimu, tapi jika memang benar Lee Taeyong adalah anakmu kau harus segera menyelamatkannya."
"Itu akan menjadi tugasmu. Karena mungkin aku akan membuatmu sedikit kerepotan seusai rapat pemegang saham."
Kening Jongin mulai bertautan. "Apa yang akan kau lakukan?"
"Apa yang akan kulakukan tidak terlalu penting, yang harus kau ingat sekarang adalah..." Kim Minki menatap anak lelakinya itu dengan sebuah senyuman yang lembut, untuk pertama kalinya sepanjang Jongin bernafas. "Yang perlu kau ingat, kau adalah anakku." Lanjut Kim Minki sebelum dirinya pergi meninggalkan Jongin yang masih dipenuhi dengan beribu pertanyaan yang menggantung dibelakang kepalanya.
Dipegangnya secarik kertas yang menunjukkan hasil test DNA tersebut lekat-lekat, hingga akhirnya Jongin menyadari sesuatu hal.
Ayahnya tidak memiliki golongan darah yang sama seperti yang disebutkan di dalam dokumen tersebut. Jongin 100% yakin jika Ayahnya memiliki golongan darah yang sama dengan dirinya, yaitu bergolongan darah A, sementara golongan darah milik Taeyong adalah golongan darah O.
KAMU SEDANG MEMBACA
Metanoia • KAI x JENNIE •
Fiksi Penggemar"Metanoia." -(n) the changing of one's mind, heart, self, or way of life. Let's meet Jongin and Jennie, the crazy rich korean, dua manusia yang saling membenci satu sama lain. Apa yang akan terjadi ketika dua orang yang sangat berpengaruh, paling ka...