RIDICULOUS • 8

4.9K 612 87
                                    


Madara menutup rapat-rapat kupingnya dengan bantal. Ia yakin kalau ini masih terlalu pagi untuk bangun. Mengerang tertahan, ia menyalahkan pendengarannya yang sensitif.

Madara terduduk di ranjangnya, matanya enggan menutup. Padahal ini masih...

Hell!

Mahluk apa yang berani benar berisik jam empat pagi?! Demi Tuhan, ia baru saja tertidur selama dua jam! Dan ketenabgan jam tidurnya sudah dipangkas habis oleh suara lengkah dan bebauan aneh.

Ia ingat betul kalau setelah makan ia terpaksa menggarap kembali pekerjaannya. Madara bahkan sempat berbalas e-mail dengan perusahaan asal Brazil dengan tubuh super duper lelah dan mata nyaris terpejam nyaris tiga jam yang lalu.

Kemudian, booommm!

Hinata datang menyapu segala ketenangan rumahnya. Menggulung hari-hari penuh privasi dan menggantinya dengan keramaian rumah yang sebenaranya.

Madara mendesah. Ia takkan bisa tidur lagi, jadi tidak ada salahnya memulai hari lebih pagi.

Bangkit dari ranjang, ia kemudian menanggalkan jubah tidur. Menuju kamar mandi dan membilas wajahnya demi mengembalikan kewarasan.

Ia menatap wajahnya di cermin. Bakal kumis dan juga bakal jenggot sudah tumbuh lagi, dan Madara kesal bukan main ketika mendapati cream shaving-nya habis.

Sial. Ia terlalu sibuk untuk membelinya. Bahkan belanja online pun ia tak sempat. Ide membiarkan Hinata yang mengurus tampaknya terdengar praktis. Tapi mengingat selera Hinata yang payah membuat Madara gamang.

Memerintah Hinata seperti memerintah anaknya Kurinai. Harus diulang beberapa kali dan dijauhkan dari distraksi. Sekali perhatian anak itu pecah, yang dibeli tak akan sama dengan yang diperintah.

Shit!

Madara mengumpat. Belum-belum kepalanya sakit karena ia seolah menjadi bapak tunggal yang mempunyai anak perempuan yang terlalu moe. Tapi, mana ada ayah yang kece seperti dia. Madara menyombong dalam hati.

Semua pekerjaan menumpuk Madara bersumber dari Kurinai yang mendadak hari ini izin cuti untuk menemani  pertama kali anaknya yang masuk SD.

Madara merain remote, menyalakan pemutar musik yang langsung melantunkan suara saxofon dari Kenny G.

Lelaki itu kemudian menuju ke balkonnya, di mana jogging track dan alat fitnes sederhana diletakkan.

Berlari di atas ketinggian. Jika yang melakukannya bukan Madara pasti terdengar aneh. Tapi karena ini adalah type Madara—yang suka sekali hal antimainstream, malah terdengar sangar.

Satu jam berlari di atas treadmill, Madara menyerah ketika suara ketukan menyapa pendengarannya. Ia berjalan turun dan menyambar handuk. Mengusap badannya kemudian meraih sweeter rajut dan memakainya cepat.

Sangat tidak bagus bertelanjang dada di depan anak kecil. Memberikan pengaruh buruk sama sekali bukan gayanya.

Ketika pintu terbuka, Hinata tersenyum lebar di sana.

Madara langsung mendesah lelah melihat penampilannya. Kaos kebesaran dan hotpant?!

Umur memang bisa menipu. Sudah jelas kepribadian Hinata memang masih SMP.

"Madara-san. Aku sudah menyiapkan sarapan. Tapi maaf sekali, aku harus segera pergi."

Madara mengangguk tanda setuju. Meski ia ingin menanyakan sesuatu, Madara memilih untuk melakukannya nanti.

"Dan aku sudah membuatkanmu bekal." Ucap Hinata antusias, namun melihat Madara yang mau buka mulut ia buru-buru menambahkan, "tenang kali ini aman. Madara-san bisa mengeceknya."

Madara mengangguk. Hinata juga ikut mengangguk canggun. "Baiklah aku pergi...." Hinata berlari ke tangga, ingin segera turun dari zona Madara. Sebelum ia bertindak nekat dengan memeluk tubuh Madara yang tampak sehat dan menggiurkan.

"Oi!" Madara memanggil Hinafa dengan suara bassnya.

Gadis itu menoleh.

"Jangan pernah berkeliaran dengan celana itu lagi?!"

"Hmm?!" Hinata memiringkan kepalanya karena merasa bingung maksud Madara. Lagian kenapa pula Madara jadi tukang komentar pakaian. "Kenapa?"

Nah, ini dia. Madara langsung mendengkus. Inilah yang paling tidak ia sukai dari anak kecil. Mereka akan terus mengejar jawaban sampai mereka puas. Kalaupun ia menjawab pertanyaan itu, maka akan terus bermunculan pertanyaan yang sifatnya menyangkal.

"Itu perintah! Kau paham?!"

Hinata langsung cemberut, bibirnya sudah manyun. "Iya... Iya..." Perempuan itu menyahut sambil menghentakkan kakinya tanda tidak benar-benar setuju dengan perkataan bosnya.

****

Madara turun dari zonanya pukul tujuh. Tidak ada tanda eksistensi si kelinci kecil. Hanya ada ketenangan yang harusnya Madara idamkan.

Tapi kenapa rasanya aneh?!
Lucu sekali.

Belum-belum ia justru merasa menyesal. Apalagi saat melihat dua sop miso yang sudah ada di atas meja. Ya, seharusnya mereka bisa makan bersama. Tapi tampaknya ada urusan mendesak yang tak bisa ditinggalkan si kecil itu. Belum-belum, ia tambah khawatir.

 Belum-belum, ia tambah khawatir

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Madara memakan nasi daging yang disiapkan Hinata dengan perasaan kosong

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Madara memakan nasi daging yang disiapkan Hinata dengan perasaan kosong.

***TBC***


RIDICULOUS (MADAHINA)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang