Level 17: Telur Asin

4.2K 708 61
                                    












Level 17 : Sebuah Modus Lain; Telur Asin








         "Kamu itu loh, cuma disuruh beli cabai aja banyak alasan. Gimana besok kalau jadi ibu rumah tangga? Lebih repot dan capek."

Yena menepiskan bibirnya sambil mengucir rambutnya asal-asalan dengan karet gelang yang ditemukannya di dapur.

Si Mama tengah disibukkan memasak di dapur sambil menasehatinya gara-gara tadinya Yena tak mau disuruh membeli cabai.

"Jadi perempuan itu jangan cuma bisa dandan sama ngabisin duit suami, tapi juga harus bisa masak, beres-beres, ngurus anak sama suami. Ya kalau kamu nanti dapet suami kaya trus bisa sewa pembantu, kalau enggak?"

"Apa sih Ma? Doanya jelek banget sama anaknya. Lagian umur Yena masih kecil, udah ngomongin nikah aja. Tangan Yena belum sampai nih ke telinga."

"Bukan doain, tapi ngingetin. Kamu nantinya bakal jadi istri dan ibu. Meskipun ada pembantu, bukan berarti kewajiban seorang istri lepas gitu aja...

".... Justru karena masih kecil harus belajar mulai sekarang. Roda itu selalu berputar. Ya, Alhamdulilah Papa kamu masih diberi sehat dan rejeki yang lancar sampai sekarang. Kedepannya? Siapa yang tahu? Mama sama Papa nggak mau kalau kalian jadi anak manja. Karena kehidupan itu juga nggak selalu bisa kecil dimanja, muda foya-foya, tua kaya raya, mati masuk surga. Surganya siapa?"

Yena menghela napasnya.

"Iya Mama ku yang cantik, jelita, dan insyaalloh jadi istri yang soleha. Yena berangkat nih beli cabai. Mana uangnya?"

"Nah gitu dong dari tadi. Anak yang baik itu kalau disuruh langsung dikerjakan, nggak usah harus diomeli dulu."

Yena menggigit bibirnya gemas. Rasanya ingin berteriak Mamanya terlalu bawel, tapi ah, sudahlah... Itu tidak baik.

Alhasil dia pun hanya mengangguk lalu mengecup pipi sang Mama. Dan cara itu cukup berhasil karena wajah sang Mama kini sumringah, tak mendung seperti sebelumnya.

"Itu ambil uangnya di dompet. Inget, beli cabai rawitnya dua ribu aja sama terasi satu," ucap sang Mama mengingatkan. Karena dulu waktu disuruh beli cabai, karena kesal, Yena malah membeli cabai lima puluh ribu.

"Iya-iya."

"Eh, sekalian tolong beliin telur asin di warung depan, ya."

Yena menggerutu. "Katanya cuma cabai sama terasi. Kok tambah telur asin sih. Jauh lagi."

Yena melihat sang Mama sudah bersiap untuk mengeluarkan hujah-hujahnya.

"Iya deh, iya. Tapi nggak janji kalau bakalan cepet ya. Jauh jalannya."

Selanjutnya Yena mempercepat laju kakinya. Takut-takut kalau sang Mama semakin mengomel.










***










"Ini neng, cabai dua ribu sama terasinya?"

Yena yang sedari tadi memainkan hpnya menoleh kepada si tukang sayur.

"Okei. Makasih bang."

"Kuliahnya libur ya, Neng?" Tanya si abang tukang sayur tiba-tiba.

"Ha? Kuliah?"

"Loh?" Si Abang garuk-garuk kepala. "Udah kerja ya?"

"Emang muka saya setua itu ya Bang," ucap Yena kesal. Merasa tersinggung. "Gua masih SMA. Lagi libur. Gak usah tanya-tanya. Kepo amat," sinis Yena sambil merebut uang kembalian dari tangan si Abang tukang sayur. Lalu melengos pergi.

HAGO #YOURKIDUCEEHSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang