F O U R T E E N

11.7K 1.6K 187
                                    

Double up neeh.

[I]

Aku hanya mengingat bahwa namanya adalah Nana. Dan terakhir kali aku berurusan dengan laki-laki itu adalah ketika aku yang untuk pertama kali harus mengurus surat izinnya karena tidak bisa mengikuti pelajaran. Di situ, aku sedikit merasa aneh.

Dia seperti suatu bayangan. Yang mengintili seseorang dengan kiat, dan dalam kurun waktu tertentu aku selalu mendapatinya bersama dengan Haechan di tempat yang sama dimana aku juga berada.

Aku membencinya. Sangat!

Bukan karena iri padanya yang bisa berdekatan dengan Haechan seperti Mark. Atau karena dirinya yang sudah sering saling peluk dengan Haechan usai melakukan sesuatu hal. Ini lebih karena dirinya yang selalu berada di tempat yang tidak pas. Dimana dirinya yang selalu menghalangi penglihatanku dari Haechan. Dimana dirinya yang selalu berada di depan Haechan untuk apapun itu.

Meski begitu, aku sendiri tidak mengerti. Bagaimana diam-diam waktu justru membuatku menyadari sesuatu hal. Dalam kebencianku padanya yang mendalam karena membuatku harus kehilangan momen berharga menatapi Haechan, di situ aku mendapat berkah lebih indah tak terkira.

Sudah cukup sore untuk masih berada di lingkungan sekolah. Tapi, aku sama sekali tidak sadar akan hal itu sampai aku bangun dan melirik pada jendela yang memancarkan sinar oranye. Ah, aku benar-benar sedang tidak dalam keadaan baik.

Setelah menyelesaikan soal persiapan olimpiade yang diberikan oleh Doyoung hyung, kepalaku tiba-tiba saja terasa begitu pusing. Yang bagiku adalah suatu kenormalan karena sudah biasa merasakan hal itu. Aku acuh saja.

Hingga pada akhirnya waktu menjawab. Ketika aku mulai muntah saat jam makan siang, aku mengerti, aku sedang tidak baik-baik saja dan memilih mengistirahatkan tubuhku di ruang kesehatan.

Aku buru-buru turun dari atas kasur. Dengan tangan bersiap menyibak tirai berniat pulang, aku menahan diri kemudian.

Memerhatikan pada dua orang yang sedang adu pandang. Si menyebalkan yang aku benci itu bisa sakit?

Memilih menguping, aku mengintip dari ujung tirai.

"Berapa lama kau terjaga semalam?"

"Hanya sampai jam empat pagi, dok. Sungguh."

"Lihat darahnya. Kau terlalu memaksakan diri. Berhenti memforsir tubuhmu. Aku bisa kena marah Papamu kalau sampai dirinya tahu."

Tidak bohong. Aku sendiri meringis melihatnya. Tidak mengerti lagi bagaimana darah-darah itu merembes hingga kemeja sekolahnya yang mengalir melalui lubang hidungnya. Diam-diam aku meringis menemukan banyaknya tisu yang berubah warna jadi merah pada nakas samping kasur tempatnya duduk sekarang.

Ketika Doyoung hyung balik membawa sesuatu dari lemari sudut ruangan,

aku kembali memerhatikan interaksi keduanya. Dengan Doyoung hyung memerintah, "Ganti bajumu," dan tangannya bergerak santai ikut membantu melepas kancing kemeja penuh darah itu. Membuatku harus memejamkan mata karena pundak putihnya diam-diam terekpos secara gamblang di penangkapan mataku.

"Kau belajar seperti ini pasti karena sesuatu hal kan. Siapa? Siapa orangnya? Siapa yang beruntung disukai Nana anak papa Ten ini." Doyoung hyung terdengar bertanya lagi.

Ada Apa? - L. Jeno + N. JaeminTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang