S E V E N

11.9K 1.8K 161
                                    

Happy reading readers sekalian 😄😄


[N]

"Ayah dan Ibuku benar-benar seseorang yang penuh pertimbangan. Dan melihatmu di sini, apalagi datang bersama dengan Paman Ten, sepertinya aku tahu yang akan terjadi nantinya. Karena itu, aku bermaksud mengatakannya lebih dulu. Agar kau tidak kaget."

Kami mengambil sebuah ruangan sepi. Pada balkon di sudut ruangan. Jeno membawaku ke sana.

"Jadi aku hanya ingin mengatakan untuk jangan berharap yang lebih. Aku tidak berjanji bisa memberikannya padamu atau tidak."

Aku mengerutkan dahiku, "Memang apa yang tidak bisa diberikan?"

"Perasaanku."

"Oh." aku mengangguk-angguk setelahnya.

Bagiku yang paham seperti apa dunia ini, aku juga tidak berhadap padanya sih. Terlalu memalukan dan terlalu tidak tahu diri.

"Ku harap kita bisa saling bekerja sama sampai akhir. Saling berjabat?"

Aku yang awalnya memerhatikan wajahnya lantas mengangkat tanganku membalas ulurannya.

"Menurutmu ini normal?" ia tiba-tiba berkata.

"Hah?"

Aku mengerutkan dahi. Bingung atas sikap dan ucapannya sekarang.

Ia nampak tersenyum. Cukup lebar kemudian berdehem membuatku semakin bingung.

"Ah! Ku pikir tingkat bercandaanku masih buruk." ia berkata.

"Bercanda?"

Ia menarik tangannya yang masih menjabatku tadi. Dibawanya untuk bersedekap di depan dada, ia lanjut berkata, "Aku melihatmu bosan tadi. Jadi aku berniat menghiburmu dan membawamu ke sini. Tapi, aku tidak menyangka ucapanku yang tadi-tadi kau anggap serius. Maaf."


Aku mendengus kemudian. Mengerti maksud ucapannya barusan. Apa-apaan dirinya itu.

"No jam." gumamku.

Tapi, aku tetap tersenyum dan terkikik karena ucapannya. Ternyata Jeno punya sisi aneh juga.

Meski begitu, pada akhirnya Jenolah yang menemaniku. Mengobrol beberapa hal yang tidak penting. Sampai waktu cukup larut.

"Jeno! Ayo, sudah waktunya pulang."

Pertemuan kami berakhir saat seorang laki-laki yang terlihat tidak begitu tua berdiri di ambang pintu balkon menemukan keberadaan kami.

Jeno kemudian bangkit dari duduknya. Tersenyum lagi kemudian dirinya berkata, "Janji hati-hati di jalan nanti," secara tiba-tiba ia mencium pelipisku lalu kabur dengan laki-laki yang memanggilnya tadi.

Yah, waktu itu, aku menganggapnya sebagai goodbye kiss.

Dan aku tidak bisa melupakan ucapan tentang janji aneh yang dimaksud dengan Jeno untuk hati-hati waktu pulang.

Ada Apa? - L. Jeno + N. JaeminTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang