F I V E

14K 2K 283
                                    

[T]

Dia terkenal akan kejeniusannya, ketampanannya, dan kekayaannya. Dibandingkan denganku yang hanya tinggal berdua dengan Papa Ten, aku tak punya sesuatu yang bisa kubanggakan dalam hal apapun.

Kepintaranku rata-rata. Aku tidak merasa tampan. Dan aku hidup sederhana.

Tapi Jeno adalah seseorang yang terlihat begitu bersinar. Saat sekolah dulu, aku sampai-sampai sering sekali memerhatikannya ketika berjalan melewati lapangan basket. Ah! Dia juga pandai dalam olahraga, apapun itu.

Aku sebatas mengaguminya saat itu. Mungkin. Siapa yang berani menaruh perasaan lebih pada seseorang yang terlihat sempurna seperti dirinya, mungkin aku lebih baik menjadi bagian dari sushi menggantikan salmon.

"Jeno!"

Aku bisa melihat dengan jelas. Setiap kali laki-laki manis yang cukup tinggi itu melangkah mendekatinya, Jeno pasti tersenyum. Sangat tampan sampai aku sering terpleset pada beberapa anak tangga yang kupijak karena mengingat senyuman itu. Yah, padahal jelas sekali Jeno tidak tersenyum untukku. Lucu kan.

Oh, ternyata Kim Doyoung itu kekasihnya.

♣🔹♣

Aku terengah-engah. Sekujur tubuhku basah oleh keringat. Aku bergerak gusar mendudukkan tubuhku. Mimpi apa aku barusan?

Aku melirik pada Jeno yang masih tertidur tenang. Bahkan tak terganggu saat aku pelan-pelan beranjak dari atas kasur. Meraih mantelku, aku melangkah keluar diam-diam.

Tubuhku pelan-pelan terayun ke depan dan ke belakang. Angin dini hari ternyata cukup dingin. Tapi aku tidak peduli, tubuhku terasa begitu kepanasan setelah berkeringat banyak tadi. kedua kakiku kemudian menghentikan gerakan ayunan yang ku duduki.

Telapak tanganku resmi menangkup wajahku. Aku menangis juga akhirnya.

"Mimpi buruk." gumamku setiap kali aku merasa sesak lebih. Sebenarnya, aku mencoba menghibur diriku.

Kenyataan yang diingatkan melalui mimpi itu bukan jalan yang terbaik. Nah, kenapa aku masih merasa hubunganku dengan Jeno tidak waras. Padahal alasannya memang sudah jelas. Jeno menikah denganku karena aku pilihan terakhir dan pilihan yang menurutnya paling aman dibandingkan dengan orang-orang lainnya.

"Aku ini kenapa sih, ugh." aku berbicara di tengah isakanku. Aku melepaskan wajahku kemudian. Membiarkan beberapa air mata mengaliri pipi, aku menatap lurus ke arah danau buatan di depanku. Aku berjalan mendekat ke sana dan duduk di atas rumput berdiam diri.

Sebentar dalam keterdiamanku, seseorang memelukku dari belakang di kemudian. Melingkari tubuhku dengan lengannya. Kepalanya terasa menempel di leherku. Ya Tuhan, hangat.

"Aku mencarimu." suara Jeno menyapa pendengaranku. Kecupannya menggelitikku untuk berbalik. Aku menemukan wajah pucatnya.

Dahiku mengerut, "Kau sakit?" aku mengusap poninya yang terlihat lepek karena peluh.

Ia tersenyum dan menggeleng kemudian membawa tubuhku lebih masuk di antara kedua kakinya yang menggagahiku, tangannya benar-benar membawa kehangatan tersendiri.

"Mualku kambuh. Dan aku tahu obat terbaik untuk menghilangkannya." ia mengecup keningku, "Berada di dekatmu."

Aku ingin menangis haru saja.

Ada Apa? - L. Jeno + N. JaeminTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang