Interlude

1.9K 259 9
                                    


Aku melihat anak perempuan favoritku di hoikuen datang berlari ke arahku sambil melambai-lambaikan sebelah tangannya padaku. Aku pun membalas lambaian itu dengan semangat yang sama. Habisnya kebetulan sekali aku bisa bertemu Sarada di luar hoikuen.

Tapi tanganku berhenti di udara saat menyadari bahwa Sarada tidak sedang sendiri.

Ada sosok seorang pria yang sedang menggandeng tangan mungilnya yang lain.

"Sensei, belanja?" tanya Sarada, mengalihkan perhatianku kembali pada anak itu. Ia menunjuk-nunjuk pada tiga buah kantong belanja berukuran besar milikku.

"Iya, Sensei habis belanja. Sarada juga?" tanyaku balik, sambil berjongkok di hadapannya.

Sarada mengangguk. Jari tangan anak itu kemudian menunjuk pada sebuah kantong belanja di tangan pria yang bersamanya. "Aku sama Papa belanja buat bikin kare."

Papa?

Pandanganku cepat kembali pada pria itu. Saat mata kami saling bertatapan, aku lalu berdiri dan mengangguk singkat padanya, yang dibalas juga dengan anggukan darinya. Berada dalam jarak sedekat ini membuatku menyadari rambutnya yang berwarna perak—apakah dia mengecat rambutnya? Tapi kalau dilihat-lihat lagi malah terasa natural, hm, mungkin itu memang warna rambut aslinya.

Lalu sebuah tahi lalat di bawah mulutnya juga membuatnya mencolok.

Pria itu tersenyum, nampaknya menyadari aku yang sejenak memerhatikan wajahnya, membuatku jadi malu. "Ah, umm, maaf..." tuturku kaku.

"Tidak apa-apa," balasnya, "gurunya Sarada di hoikuen ya?"

Belum sempat aku merespon, Sarada sudah duluan menyahut, "iya, ini Ino-sensei!"

"Oh, ini yang namanya Ino-sensei rupanya. Sensei cantik yang kamu suka cerita itu kan, Sarada?"

Sarada mengangguk lagi. Aku tersipu malu. Sarada ini yah...

"Haha, Sarada bisa saja," balasku, masih merasa malu. "Perkenalkan aku Yamanaka Ino. Seperti kata Sarada, aku pengasuh utama kelasnya Sarada di hoikuen. Salam kenal, umm..."

"Aku Hatake Kakashi. Salam kenal ya." Ia pun membungkuk singkat.

Mendengar namanya membuatku semakin merasa heran. Aku lalu mencoba untuk mengutarakan apa yang ada di dalam benakku, tapi bagaimana sebaiknya aku mengatakannya agar tidak terasa canggung gitu nantinya ya?

"Umm..." mulaiku, "papanya Sarada?" Aku sedikit menunjuk pada dirinya.

Hatake-san malah mengusap-usap leher belakangnya. "Ah, soal itu..."

Coming Home to YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang