Chapter 7

2.3K 275 35
                                        

Keberuntungan yang pertama kudapatkan sejak bertemu langsung dengan The Falcons waktu itu nampaknya masih belum habis—karena saat ini ketika aku sedang kebingungan bagaimana membawa pulang seluruh barang belanjaanku tanpa harus repot-repot, Hatake-san ternyata menawarkan untuk mengantarku pulang dengan mobilnya. Bukan aku yang minta tapi pria itu sendiri yang menawarkan loh, percayalah padaku.

Setidaknya aku jadi tidak perlu mengeluarkan uang untuk naik taksi, lumayan kan? Dengan gajiku di hoikuen, aku memang sejahtera tapi kau sering dengar kan apa yang sering orang-orang bilang: 'semakin besar pendapatan, semakin besar juga pengeluaran'?

(Habisnya kan selain makanan kebutuhan seorang cewek itu banyak, misalnya sepatu, baju, make-up, perawatan rambut dan kulit, jalan-jalan, The Falcons—oke, mungkin semua yang berhubungan dengan The Falcons itu bagi banyak orang cuma sekedar hiburan tapi aku ini Falconers sejati jadi yah... itu juga kebutuhan tahu...)

Intinya, aku benar-benar beruntung Hatake-san mau repot-repot mengantarku pulang. Tapi sebelum itu katanya Hatake-san dan Sarada mau makan siang dulu dan aku sama sekali tidak keberatan untuk ikut makan dengan mereka. Lagipula sekarang memang sudah waktunya jam makan siang dan aku juga sudah mulai merasa lapar. Apalagi bisa jalan-jalan bersama Sarada juga menurutku itu sebuah bonus.

Jadinya saat ini aku sedang bersama Hatake-san dan Sarada di sebuah restoran keluarga tidak jauh dari swalayan. Sarada sudah pergi bermain di area bermain anak yang disediakan oleh restoran setelah menghabiskan makan siangnya. Kini tinggal aku berdua dengan Hatake-san dan aku masih menyantap cream soup yang kupesan.

"Aku baru tahu kalau ada restoran keluarga di dekat MaxValu, lumayan juga di sini makanannya enak-enak. Aku suka cream soup ini lembut soalnya," kataku, mengamati interior restoran yang saat ini sedang dipenuhi oleh pengunjung yang kebanyakan memang keluarga.

"Salad jamur kinoko ini juga enak, mungkin kalau nanti Sensei kesini lagi boleh coba pesan."

"Hatake-san sering datang kesini?"

"Ah, tidak juga kok. Cuma kadang-kadang saja kalau lagi ada di dekat sini. Aku juga awalnya tahu tempat ini dari Sakura. Dia dan Sarada suka kesini katanya."

"Oh, begitu," responku, lalu aku jadi teringat tentang suatu hal. "Ngomong-ngomong tentang yang tadi itu..."

"Soal apakah aku papanya Sarada ya?" Oh, Hatake-san rupanya tajam juga.

Aku mengangguk. Aku tidak mengatakan apapun setelahnya, melainkan hanya menunggunya untuk mulai berbicara.

"Harusnya sih keliatan sekali, soalnya aku sama sekali tidak ada mirip-miripnya dengan Sarada, hahaha," tawanya, tapi aku sama sekali tidak ikut tertawa dengannya habisnya tidak ada lucu kok dari kata-katanya. "Yah, maksudku," lanjutnya lagi, "aku memang bukan papanya Sarada. Aku ini cuma sekedar tetangganya keluarga Haruno saja."

Oh, oh, OH! Tetangganya! Berarti apa yang selama ini aku kira-kira itu benar kan kalau begitu?

"Tapi kenapa Hatake-san sampai bisa dipanggil Papa oleh Sarada?" tanyaku kemudian.

"Hm, sebenarnya panjang ceritanya. Apakah pengasuh-pengasuh di hoikuen tahu kalau Sakura itu single mother?"

"Ya, bisa dibilang begitu. Makanya kenapa tadi aku sempat bingung waktu Sarada memanggil Hatake-san dengan sebutan 'papa' karena setahuku Sarada tidak punya papa."

"Kalau gitu mungkin tidak apa-apa ya kalau aku cerita," gumamnya sejenak. "Jadi begini, waktu itu Sarada masih bayi ketika mereka pertama kali pindah ke kamar apartemen di sebelahku sekitar tiga tahun yang lalu. Aku pribadi sih tidak pernah berpikir macam-macam ya soal wanita muda yang membesarkan seorang bayi sendirian tanpa ada sosok ayah dari bayinya, tapi yah beberapa ibu-ibu di gedung apartemen kadang suka tidak bisa menahan mulutnya.

Coming Home to YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang