8. Yang Dinanti

723 56 2
                                    

Allahumma shalli 'ala sayyidinaa Muhammad wa 'ala alii sayyidinaa Muhammad.

Bersyukurlah jika ada yang masih peduli padamu. Itu pertanda bahwa kau berarti baginya. Jika hari ini kau menyia-nyiakan, bersiaplah menyambut satu penyesalan. Di mana kau tak lagi dihiraukan, bahkan enggan dijadikan tujuan.

***

Assalamu'alaikum warahmatullahi wa barakatuh...

Apa kabar, Fadhil? Aku harap, kamu selalu ada dalam lindungan-Nya. Maaf jika aku lancang mengirim pesan lewat akun Facebook-mu ini. Karena aku benar-benar tidak tahu lagi harus mengirim pesan lewat apa.

Mungkin kamu bertanya-tanya. Setelah sekian purnama, mengapa aku baru mengutarakan ini semua? Sudah lama tidak ada kabar, baru kali ini aku berani maju ke depan. Jujur, sebenarnya aku ingin mengatakan ini sejak lama. Namun rasa takut dan malu ... masih mengungkung sebagian hatiku.

Hingga akhirnya aku bisa mengirim sederet tulisan tak bermakna ini ke hadapanmu. Semoga kamu mau membacanya sampai akhir.

Maksudku mengirimimu pesan hanya ingin meminta maaf atas segala kesalahan yang sudah aku perbuat semasa kita masih SMA dulu. Maaf jika selama itu aku sering menyinggung perasaanmu, maaf jika sikapku dulu membuatmu tak nyaman. Aku menghindar bukan karena aku benci, alasan kenapa aku menjauhimu, tentu sudah aku katakan dulu saat sebelum kita berpisah. Itu pun ... jika kamu mengerti apa yang kumaksud.

Sekali lagi maaf telah mengganggu waktumu. Harapan terbesarku, semoga dengan kelembutan hatimu, kamu mau memaafkan teman yang penuh dosa ini.

Wassalam...

Usai membaca pesan tersebut, Fadhil menarik napas dalam-dalam. Rasanya masih seperti mimpi bisa mendapat pesan dari seseorang yang didambanya selama ini. Walau isi dari pesan itu tak lebih dari sekadar permintaan maaf, tapi itu sudah membuat hatinya berdesir hebat.

Dugaan sahabatnya selama ini ternyata benar. Bahwa Shila, memang memiliki rasa terhadapnya. Yang menjadi pertanyannya saat ini, apakah gadis itu masih menyimpan rasa tersebut, atau rasa itu sudah lama hilang? Mengingat keduanya tidak pernah bertemu.

Jika saja rasa itu masih bertahan, tentu Fadhil akan sangat bahagia karena rindunya tak bertepuk sebelah tangan. Namun, jika tidak, mau tidak mau, ia harus mengubur semua asa yang menginginkan hidup bersama dengan wanita impiannya.

Embusan napas berat lolos dari rongga hidung Fadhil. Sudah hampir satu minggu pesan itu dikirim. Tepat ketika dirinya dirawat di rumah sakit. Sekarang, bolehkah ia membalasnya?

Tidak, aku tidak boleh seperti ini. Ingat Fadhil, ini tidak baik. Cukup! Sudah, lebih baik biarkan saja.

Tak ingin terus larut dalam perasaannya, Fadhil pun segera menyimpan ponsel yang ia pegang ke atas nakas. Tepat saat ia hendak membaringkan tubuh untuk tidur, suara pintu diketuk mengurungkan niatnya.

"Belum tidur?" Bu Fitri membuka pintu, dan menyembulkan kepala. Setelah yakin kalau si empunya kamar masih terjaga, Bu Fitri melenggang masuk.

"Baru mau, Ma. Kenapa?"

Setelah mendudukkan pantatnya di pinggir ranjang, Bu Fitri berkata, "ingat, kamu baru keluar dari rumah sakit, kondisi kesehatan harus benar-benar dijaga, jangan terlalu lelah, dan harus banyak istirahat."

Fadhil mengangguk saat mendapat wejangan dari sang ibu. "Jadi Mama mau bicara itu saja?"

"Oh iya Mama lupa." Bu Fitri menepuk dahinya sendiri. "Tadi Mama dapat telepon dari Tante Vera, katanya besok Abangmu ada niat untuk melamar seseorang."

Takdirku ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang