23. Penjelasan

601 56 6
                                    

Allahumma shalli 'ala sayyidinaa Muhammad wa'ala aali sayyidina Muhammad.

Sudah berapa kali ku katakan, jangan terlalu berharap pada orang. Kalau sudah kecewa, siapa yang susah? Aku juga, kan? Tapi entahlah, terkadang,  hatiku selalu enggan, hanya untuk mengakui bahwa berharap pada manusia tak akan berakhir membahagiakan.

~Takdirku~

***

15 menit sudah Shila dan Reva berada di perjalanan, dan selama itu pula tak ada percakapan yang tercipta di antara mereka. Keduanya malah asyik dengan pikiran masing-masing. Deri yang duduk di belakang kemudi pun masih setia dalam diamnya. Memilih fokus pada jalanan yang terlihat padat.

Sesekali, mata Deri melihat pantulan kaca spion tengah. Dari sana, ia bisa melihat Shila yang sedang memejamkan mata. Dia tidur? Batin Deri. Tanpa ia sadari, seulas senyum kembali terbit di wajah teduhnya.

Entah kenapa, sekarang Deri jadi sering melakukan hal yang dulu sama sekali tidak pernah dilakukannya, terlebih saat dekat dengan Shila. Meski dulu ia harus berusaha menjaga image di depan gadis satu itu, tapi sekarang dia lebih ingin terbuka pada calon istrinya.

"Kenapa Mas, kok liatin Teh Shila terus?"

Terkesiap, tatkala suara Reva mengudara. Malu sekali, ia kedapatan sedang memerhatikan Shila. Jantungnya mulai bereaksi, karena kini, mata Shila sudah terbuka, dan langsung memperhatikannya. Sebisa mungkin Deri menutupi salah tingkahnya dengan memalingkan wajah ke arah lain.

"Kamu gak tidur, Re?" tanya Deri mengalihkan pembicaraan.

"Enggak ngantuk, Mas."

"Oh."

Kembali, keheningan dirasakan Reva. Padahal dia sudah berusaha memulai percakapan, tapi sahutan dari Deri barusan membuatnya malas untuk menimpali. Sekarang, hanya suara deru mesin mobil yang menyapa pendengaran Reva.

"Oh iya, Mas Deri ke mana aja, kok gak pernah main lagi ke rumah?" Reva yakin, pertanyaan itu akan menjadi awal percakapannya dengan Deri.

"Kebetulan saya baru pulang dari Bali."

Punggung Reva yang tersandar di jok mobil langsung terangkat. "Mas Deri abis dari Bali? Ih, kok gak ajak-ajak aku sih, padahal kan aku juga pengen liburan di sana. Pengen ngerasain gimana holiday di pulau dewata. Ah, Mas Deri gak seru main pergi gitu aja," rajuknya seperti anak kecil yang tidak terpenuhi keinginannya.

Deri terkekeh pelan mendengar gerutuan Reva. Shila sendiri hanya tersenyum simpul. Kepalanya menggeleng, memaklumi tingkah sang adik yang terlalu berlebihan. Bersikap tenang, sementara pikirannya semakin dibuat penasaran.

Untuk apa kiranya Deri pergi ke Bali? Tanpa memberi tahunya pula.

"Saya ke Bali itu bukan untuk liburan Re, tapi saya kerja di sana."

Dahi Reva berkerut, tanda kalau dirinya tidak mengerti dengan ucapan Deri. "Bukannya Mas Deri kerja di sini ya, jadi dosennya Teh Shila, kok mendadak pindah kerja di Bali?"

"Pekerjaan saya berubah haluan, Re. Kalau di sini saya bekerja sebagai dosen, di sana saya harus berperan sebagai direktur utama di perusahaan milik Papa."

Takdirku ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang