4. Tak Sesuai Harapan

861 54 5
                                    

Allahumma shalli 'ala sayyidinaa Muhammad wa 'ala alii sayyidinaa Muhammad.

Jika kamu mencari pendamping yang bisa kamu marahi setiap saat, bukan di sini tempatnya. Karena sebesar apa pun cinta yang dimiliki seorang wanita, ia tidak akan sanggup bila harus hidup bersama dengan orang yang tidak pernah menghargai perasaannya.

***

Mengedarkan pandangan, menarik napas lalu diembuskan, memerhatikan orang di depannya yang sedang melahap makanan. Hanya itu yang dilakukan Shila selama 10 menit terakhir setelah kepergian Najma.

Sungguh sangat membosankan. Selama di sana, Shila hanya dijadikan obat nyamuk oleh dosennya itu. Tidak ditawari makan, tidak diajak bicara, dan sepertinya keberadaan Shila tidak dianggap.

"Saya tahu kamu sudah sarapan, makanya saya tidak menawari kamu makan."

Shila yang sedang meminum coklat panasnya hampir tersedak saat tiba-tiba Deri berkata seperti itu. Apakah dosennya itu tahu apa yang sedang dipikirkan Shila?

"Hehehe, i--iya Pak." Shila malah menggaruk bagian kepalanya asal. Seenggaknya basa-basi dong Pak, lanjutnya dalam hati.

"Sekarang kita masuk ke niat awal kenapa saya menyuruh kamu menemui saya. Tentunya kamu pasti sudah tahu alasannya," tutur Deri sambil membersihkan bibirnya mengenakan tissue. Lalu, dia membuka file di laptop, setelah itu menyerahkan sebundel kertas lusuh yang Shila yakini adalah karangan skripsinya.

Ya Allah, diapain karangan skripsiku sampai kertasnya lusuh begini? Shila membuka setiap lembar kertas yang dipegangnya.

"Karangan kamu masih sangat jauh dari kata sempurna. Masih banyak kata yang kamu pakai dan tidak saya mengerti sama sekali. Padahal kamu tahu sendiri, sebuah karangan yang berkualitas dan berbobot, itu adalah karangan yang ketika dibaca oleh seseorang mampu menarik perhatiannya. Tapi kamu belum bisa membuat skripsimu seperti itu. Setiap kata yang kamu gunakan terlalu berbelit-belit. Seharusnya kamu bisa benar-benar jeli dalam menguraikan setiap bagiannya. Singkat, padat, dan jelas. Tiga hal itu harus kamu terapkan, agar karangan kamu tidak banyak membicarakan hal yang kurang penting seperti dalam buatanmu itu."

Deri berkata tanpa mengalihkan pandangannya dari laptop. Setelah diam beberapa saat, dia kembali melanjutkan bimbingannya secara gamblang. Sementara Shila, sibuk meneliti setiap kata yang dicorat-coret oleh dosen pembimbingnya. Padahal dia sudah berusaha semaksimal mungkin, tapi tetap saja di mata Deri semua itu masih kurang.

Ingin rasanya Shila menangis. Ya, menangisi nasibnya yang sangat mengkhawatirkan. Dia kira akan dengan sangat mudah menyelesaikan tugas akhirnya. Rupanya semua itu tak semudah membalikkan telapak tangan.

Waktu penyusunan skripsi kurang lebih tinggal dua bulan lagi, tapi skripsinya harus kembali ia susun dari awal. Shila harus bergerak cepat agar ia bisa segera menjauh dari dosen satu itu. Semuanya harus tuntas dalam waktu dua bulan, kalau dia tidak ingin menunda sidang dan wisudanya menjadi tahun depan.

"Cukup sampai di sini dulu, ada yang ingin ditanyakan?" Shila tak merespons. Ia masih asik membuka-buka kertas. "Ekhemm." Masih tak ada reaksi. "Shila?"

"Aaa, i--iya Pak?"

Deri sudah menatap Shila, nyalang. "Coba ulangi, apa saja yang saya ucapkan tadi," titahnya setelah meminum air putih di depannya.

Shila kelabakan. Apa? Selama Deri memberikan bimbingannya Shila tidak mendengarkan barang satu kata pun.

"Kamu tidak mendengarkan saya bicara?" Mau tidak mau, walau takut Shila harus menggeleng. "Kamu masih punya telinga, kan?" Shila mengangguk lemah. "Telinga kamu pastinya masih normal, kan?" Untuk yang kedua kalinya Shila mengangguk. "Kenapa tidak difungsikan dengan baik," ucapnya sambil menggebrak meja.

Takdirku ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang