Part 12. La Tahzan

738 34 1
                                    

Assalamu'alaikum. Alreaders.
Scroll ke bawah ya Akhi. Ukhti.

.

.

" La Tahzan, Innallaha Ma'ana "
( Jangan bersedih, Allah bersama kita )

" La Tahzan, Innallaha Ma'ashobirin "
( Jangan bersedih, Allah bersama dengan orang-orang yang sabar )

Prisa POV

Detik berganti menit, menit berganti jam. Sudah hampir dua jam aku duduk berdiam diri di ruang tamu dengan memandang TV yang tengah terputar sejak tadi. Kami sekeluarga sedang menunggu kedatangan Papi yang akan lepas landas malam ini dari luar kota. Aku melirik kesana kemari hingga sesuatu terlintas di pikiranku. Apakah aku harus kembali padanya ? atau harus meninggalkannya ?. Aku begitu bingung hingga pikiranku tak karuan sekarang, gara-gara memikirkannya sampai-sampai makalah yang sudah aku siapkan dengan sebaik-baiknya tertunda.

" Erick.. kenapa sih lu kembali masuk dalam kehidupan gue, padahal gue sudah berusaha untuk melupakan lu. Kenapa, kenapa.. " Ucapku lirih dan tak kusadari Ririn tengah memperhatikan, dia terlihat bingung melihatku. Entah apa yang ada dalam pikirannya.

" Pris, kamu kenapa kok bicara sendiri gitu ? " Tanya Ririn yang penasaran dengan tingkahku dan langsung duduk di sebelahku. Aku langsung memeluk Ririn.

" Rin, aku gak kuat. Apa aku harus kembali padanya " Ucapku. Ririn kelihatan tambah bingung.

" Siapa ?. Cowok yang dulu dekat dengan kamu itu " Ucap Ririn, akupun hanya mengangguk mengiyakan ucapannya

" Pris, yang begitu gak usah di pikirin gak penting juga kok. Lagian dia bukan siapa-siapa kamu, cuma mantan yang belum halal aja kan " Ucap Ririn.

" Tapi Rin. Kenapa hatiku rasanya sakit " Ucapku. Ririn pun membalas pelukanku. Aku pun menangis dalam pelukan Ririn.

" Jangan bersedih Pris, Coba kamu minta pertolongan pada Allah. Pasti kamu bisa melupakannya dan Insya Allah, Allah akan berikan seseorang yang terbaik untuk kamu dalam ikatan yang sudah halal, kalau kamu ingin melanjutkan hubungan lagi bersamanya itu hanya akan menambah dosa " Ucap Ririn menasehatiku. Akupun melepas pelukanku pada Ririn dan menghapus air mataku. Seketika aku teringat seseorang yang begitu sabar menghadapiku, orang yang begitu baik menurutku. Bramasta Alziz, damai kurasa saat melihatnya. Namun, kenapa bawaanku selalu jengkel saat di hadapannya. Sedangkan Erick dia dengan teganya meninggalkanku tanpa kepastian.

Akupun menyenderkan tubuhku ke sandaran sofa. Kulihat Ririn tengah memainkan ponselnya. Ririn lagi apa coba, udah pastilah dia ngontrol Resto mereka yang ada di Istanbul itu. Terkadang aku iri dengan Ririn, dengan umurnya yang setahun diatas aku dia udah jadi wanita karier, sukses lagi bisa nerusin usaha keluarga, sementara aku. Aghh, apaan sih nih. Harusnya aku jadiin Ririn sebagai contoh, masa Ririn bisa aku gak bisa. " Lu harus bisa Pris " Ucapku lirih.

" Bisa apaan nih ? " Ucap Ririn yang dapat mendengar suaraku. Aku pun jadi gelagapan. " E.ehh, bisa apa emangnya ? " Ucapku.

" Lah. Kok kamu nanya balik sih Pris " Ucap Ririn. Aku hanya mengedikkan bahuku.

" Ingat loh Pris, kamu jangan sampai terbuai dengan kehidupan dunia " Ucap Ririn menasehati.

" Iya, iya. Bu ustadzah " Ucapku sembari tersenyum melihat ke Ririn. Kami berdua pun tertawa bersama.

" Aduh. Ada apa nih ? kayaknya lagi seru aja. Mami boleh gabung gak ? " Ucap Mami yang datang menghampiri kami di ruang tamu bersama dengan Ka Zakiah dan Nabila tentunya.

" Gak kok Mi. Ini nih Mi, kita lagi ngomongin Ririn, dia rajin banget ngurus Restonya yang di istanbul " Ucapku.

" Yah bagus kalau gitu. Harusnya kamu contoh Ririn, anaknya rajin " Ucap Mami.

" Biasa aja kok Tante. Ririn kan jadi malu " Ucap Ririn, kami pun cekikikan.

" Mami mah sukanya gitu, banding-bandingin Prisa " Ucapku sedikit ngambek.

" Jelek tau kamu Pris, kalau lagi ngambek gitu " Ucap Ririn, sembari mencubit pipiku.

" Ah. Ririn, sakit tau " Ucapku.

" Makanya kamu cepetan selesaiin kuliah kamu " Ucap Mami.

" Siap, Mami cantik " Ucapku membuat semuanya tertawa, kami pun kembali tertawa bersama. Aku langsung meraih Nabila ke pangkuanku. Sambil menatap acara di TV.

" Assalamu'alaikum " Ucap kak Raka menghampiri kami di ruang tamu dengan nafas yang sudah tak beraturan karena berlari.

" Kak. Kakak kenapa ? " Tanyaku khawatir. Mami yang melihat tingkah kak Raka langsung berdiri. " Raka kamu kenapa sih ? " Tanya Mami juga namun tak kunjung di jawab oleh Kak Raka. Kak Zakiah yang begitu khawatir dengan suaminya langsung bangkit menghampiri Kak Raka.

" Abi, kenapa. Ada apa ? " Ucap Kak Zakiah. Kami semua dibuat khawatir oleh Kak Raka, yang sedari tadi belum menjawab pertanyaan kami.

" Mami harus lihat ini " Ucap Kak Raka langsung mengubah channel TV menjadi berita, kami pun memperhatikan apa yang ingin diperlihatkan oleh Kak Raka.

Seketika kami semua terdiam saat melihat berita itu, pesawat yang di tumpangi Papi hilang kontak dan jatuh. Seketika dadaku serasa sesak.  " Gak mungkin, ini pasti bohong " Ucapku dengan air mata yang sudah mengalir dengan derasnya di pipiku. " Kak. bilang sama aku, ini semua bohong kan Kak " Ucapku menangis sejadi-jadinya. Kak Raka langsung meraih memelukku tangisanku makin jadi dalam pelukan Kak Raka. Mami hanya terdiam, dan terus menerus memandangi layar TV.

" Ini gak mungk.." Ucap Mami dan langsung jatuh tak sadarkan diri namun langsung di tahan oleh Kak Zakiah dan Ririn, dan membaringkan Mami ke sofa. Aku pun langsung duduk di sebelah Mami yang masih pingsan.

" Mi, bangun dong. Kalau Mami begini, Papi bisa sedih " Ucapku dalam tangisku. Kak Zakiah mencoba menenangkan aku dengan memeluk Nabila yang belum tau apa-apa.

" Sabar Pris.. " Ucap Kak Zakiah. " Innallaha Ma'ashobirin, Allah bersama dengan orang-orang yang sabar " Ucap Kak Zakiah, akhirnya tangisku pecah di pelukan Kak Zakiah.

Malam berlalu begitu cepat bagi aku yang di tinggal oleh Papiku. Hari ini aku tidak pergi kuliah, karena kami sekeluarga bersiap berangkat ke bandara untuk mengetahui secara langsung insiden pesawat jatuh yang di tumpangi Papi. Mami yang tak kuasa menahan tangisnya, sepanjang perjalanan terus menangis tersedu-sedu didekapan Kak Zakiah. Aku hanya memandang jalanan dari luar kaca jendela mobil dengan disampingku ada Nabila yang tengah di peluk oleh Ririn. " Apa ini nyata, kenapa rasanya semua ini hanya mimpi " Batinku sambil menyenderkan kepala ke kaca jendela mobil. Setiba kami di bandara, terlihat begitu banyak orang yang ingin mengetahui kabar dari keluarganya. Kak Raka menuntun kami untuk duduk. Aku memutuskan untuk mengikuti Kak Raka menuju papan dimana tertera nama-nama penumpang pesawat yang hilang kontak itu.

Aku memperhatikan nama-nama itu satu per satu, mataku terbelalak saat jariku berhenti di satu nama yang terlihat jelas nama Papi, Rendra Sutripto. Aku langsung terduduk, tubuhku begitu lemas seakan tak bisa di gerakkan lagi. Tangisku makin menjadi di tengah banyaknya keuarga korban pesawat itu. Kak Raka langsung membawaku keluar dari kerumunan dan mencoba menenangkan aku.

" Menghadapi suatu masalah dengan sabar, tawakal, dan disertai do'a. Jangan menyalahkan keadaan disaat dilanda masalah."

Bramasta Alziz

.

.

...........................

Assalamu'alaikum Readers ^^.

'Afwan, Masih banyak Typo😄
Ikutin terus...😉

😊Bram & Prisa😊
or
☺Bram & Marwah☺
Vote and Comment
Wassalam
~Barakallah~

HIJRAH ✔ Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang