Bab 22 : Bersama

301 20 0
                                    

"Jika berdua denganmu dapat membuatku merasa senyaman ini, maka kuharap kau takkan pergi lagi."

****

Matahari pagi kian meninggi, waktu sudah menunjukan pukul enam tiga puluh. Aktivitas luar rumah sekitaran komplek Lily tampak tentram, ada yang sedang menyapu halaman, sampai memberi makan hewan peliharaan. Lily pun sama sibuknya, ia kini tengah mengenakan sepatu sekolahnya sebelum akhirnya berangkat ke sekolah dengan berjalan kaki atau naik angkutan umum.

Selesai dengan urusannya, segera Lily berpamitan pada si Mamah lalu bergegas menuju sekolah dengan berlari. Ia tahu betul bahwa tindakannya saat ini sangat-sangat bodoh, dalam waktu setengah jam berlari ke sekolah yang berjarak tiga kilo meter itu sangat menggilakan. Jangankan satu kilo meter, jarak seratus meter dari rumah ketempatnya saat ini berdiri pun ia mulai terhengal-hengal sambil menghirup udara di sekitarnya.

Kakinya terasa lemas, matanya pun turut terpejam, tak kuat, Lily pun akhirnya tertunduk sambil memegangi lututnya. Dalam hati ia mengumpat kan kata-kata yang tak seharunya di ucapkan, ia merasa kesal dengan hari-harinya yang selalu saja mengenaskan seperti ini. Ditambah hari ini Senin, bisa-bisa ia terlambat upacara.

Dengan bersusah payah ia kembali melanjutkan perjalanan agar bisa sampai di depan komplek rumahnya dan menunggu taksi atau angkutan umum apa pun yang bisa mengantarnya ke sekolah.

Dari arah belakang suara kendaraan roda dua mulai mendekat, sang pemilik motor tersebut pun langsung menawarkan tumpangannya pada Lily tanpa basa-basi.

"Ly, mau ikut nggak?" Ajak orang yang tak lain adalah Toby.

Mendengar suara motornya saja gadis tersebut sudah bisa menebak, bahkan Lily pun sudah menyiapkan jawaban yang harus ia berikan pada lelaki itu apabila diberi tumpangan. Dengan mantap Lily menggelengkan kepala, menolak tawaran dari lelaki tersebut secara halus dan spontan.

"Nggak, makasih."

Mendapat jawaban yang terdengar aneh terucap dari mulut Lily, lelaki itu pun mengerutkan kening hingga dua alis tebalnya jadi menyatu. "Loh, kenapa? Tumben-tumbenan kamu nolak."

"Untuk kali ini kayaknya nggak, By. Aku nggak enak sama pacar kamu, Aster," kata Lily, berucap setenang mungkin agar kalimatnya tidak terkesan seperti orang cemburu.

Mendengar hal tersebut Toby jadi tersenyum kecil. "Nggak kok, Ly, nggak akan ada yang marah," ucap Toby, mencoba untuk membujuk gadis tersebut dengan caranya yang biasa ia gunakan saat Lily merajuk. Ia pun tak mungkin mengatakan hal yang sejujurnya kalau ia dan Aster sedang konflik.

"Gausah Toby, kamu deluan aja," suruh Lily sehalus mungkin.

"Serius, nih? Ntar kamu telat lagi. Hari ini upacara, nggak takut dihukum?" Bujuk Toby sekali lagi, namun tampaknya gadis tersebut tidak juga memberi respon.

"Yaudah kalau gitu. Aku deluan ya, Ly, dadah...."

Belum sempat Toby betul-betul menggas motornya seperti di jalanan saat balapan, Lily sudah memanggilnya dengan berteriak. "Toby... Toby!" Panggil Lily, nyaring.

Dengan segera Toby menghentikan laju motornya sambil tersenyum geli sendiri saat menyaksikan Lily menghampirinya dengan berlarian kecil.

"Ikut," ucap Lily dengan bibir manyun, ia pasrah akan pilihan kali ini ketimbang harus terlambat upacara dan dihukum.

Toby pun mengangguk sambil mengulum senyumnya agar tidak ketahuan sedang menertawakan. Lily pun kini sudah mengisi jok belakang dan motor siap landas.

"Jangan ngebut, By" kata Lily memperingatkan.

"Siap boss, biar lambat asal selamat kan?" tanya Toby dengan polosnya dan mendapat anggukan dari Lily.

"Tapi kalau lambat ntar kita telat, ngebut aja yak?" Toby pun langsung melajukan motornya di jalanan, membuat Lily yang berada di jok penumpang serasa hampir melayang, dengan erat gadis tersebut meremas pelukan di pinggang Toby agar tak terjatuh. Lelaki itu saat ini tengah bercanda.

"Tobyyy! Jangan main-main deh, bahaya!" Teriak Lily senyaring mungkin agar lekaki di depannya ini bisa mendengarnya dengan jelas.

Tak lama, gerbang sekolah yang tertutup menyambut kedatangan kedua orang tersebut. Alangkah terkejutnya mereka saat mendapati hal yang mengejutkan tersebut, terlebih Lily.

"Pak! Pak, jangan ditutup dulu, tolong bukain," pinta Lily pada seorang satpam yang kini sudah terduduk di kursi santainya. Bapak-bapak berseragam lengkap yang tengah membaca itu pun mengintip dari balik koran paginya.

"Maaf, dek. Nggak bisa," ucapnya dengan sedikit rasa bersalah.

"Yah, pak, saya kan mau belajar, masa telat dikit nggak bisa ditolerir?" ujar Liky sambil menguncang pagar sekolahnya yang tinggi menjulang itu, ia terlihat cemas. "Toby kamu bantuin bujuk pak satpam nya dong," pekik Lily gusar, Toby pun malah sempat tersenyum geli dulu sebelum akhirnya mengiyakan.

Sebelum berbicara Toby sempat memandangi bordiran nama yang tertera di bajunya, setelahnya ikut membujuk. "Pak Alih, tolong bukain pak. Kasian dia mau belajar katanya," bujuk Toby sambil menyelipkan kalimat ejekan pada gadis di sampingnya, membuat Lily jadi memutar bola mata sebal.

"Mau gimana ya, saya kan cuman jalanin tugas. Kalau saya biarin kalian masuk bisa-bisa dijotos sama pak kepsek. Lagian orang udah mulai upacara," kata pak Alih sepasrah mungkin, Lily pun jadi urut dada sebab harus membolos.

"Yah, bapak."

"Sabar, Ly."

"Nanti deh saya coba bujuk ibu Astrid. Kali aja mau kasih keringanan, paling-paling kalian dihukum dulu baru boleh masuk kelas," pak Alih memberi sedikit harapan.

,*****

"Syukur bu Astrid ngasih keringanan buat kita," ucap Lily sembari menggepel lantai koridor. Toby yang berada tidak jauh dari Lily pun hanya tersenyum kecil sambil mengangguk.

"Kamu nggak capek, Ly? udah setengah jam loh ngepel koridor sepanjang ini." Toby bertanya. Dan tanpa sengaja kakinya menendang ember berisikan air pel di belakangnya.

"Astaga Toby!" Teriak Lily sambil mengacak rambutnya dengan frustasi. "Padahal kerjaan kita tinggal sedikit lagi dan ulah kamu nambah-nambahin kerjaan kita." Bentak Lily dengan kesalnya.

"Maaf, Ly. Ampun, nggak sengaja tadi," ucap Toby dengan memelas, Lily pun hanya bisa mendengus.

"Mending cepetan diberesin biar bisa masuk kelas," suruhnya sambil ikut membersihkan kekacauan yang disebabkan lelaki jangkung itu.

Toby pun lagi-lagi menahan tawanya agar tidak pecah saat melihat wajah kesal Lily. Perasaan hangat bergelayut di dadanya tiba-tiba, membuat ia merasa nyaman seketika. Dan, entah sudah berapa lama ia tak mencandai gadis di depannya itu sampai bisa tertawa seperti ini. Sudah cukup lama.

"Entah kenapa rasanya aku nyaman kalau berlama-lama sama kamu, Ly. Kayak udah lama aja gitu kita nggak bersenang-senang bareng," sahut Toby dari tempatnya saat ini berdiri. Manik matanya pun tak lepas dari pengamatan gadis tersebut.

Lily yang mendengar hal itu sempat tertegun sesaat sebelum akhirnya ia tersenyum. Dadanya berdesir hebat saat mendapati kalimat tersebut keluar dari mulut Toby.

"Apaan sih, By? Ngomong yang jelas dong," elak Lily dari perasaanya yang berdegup, ia pun sampai memalingkan kepala sebab tak ingin lelaki tersebut melihatnya.

"Barusan aku ngomong udah jelas banget loh. Masa kamu nggak denger juga," sungut Toby.

"Nggak, lah, orang aku lagi pake headset," tukas Lily tak mau kalah, membuat Toby jadi merasa gemas hingga nembuatnya jadi menggelitiki sahabatnya itu.

Setelah itu pun keduanya saling berpamitan sebelum akhirnya kembali ke kelas masing-masing.

,*****

Makasih buat kalian yang udah baca UNK~HEART sampai sejauh ini. Jujur aku merasa sangat senang kalau kalian menyukai cerita yang kutulis susah payah ini :") makasih karena sudah mau meramaikan lapak yang sepi pengunjung ini. Setidaknya ada kamu yang mau menghargai hasil usahaku, sekali lagi makasih :)

Dear My Heart, Why Him? [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang