6. Kucoba

1.4K 111 0
                                    

Kamu akan tau kalau waktu sudah menjawab.
~MuhammadAznandaReanda~

Aku menangis di depan ruangan dimana Hiva dibawa setelah pingsan. Aku sudah memberi tau bang Fahrul dan sekarang dia menuju kesini. Bunda panti Hiva juga sudah ditelpon oleh perawat Hiva. Mungkin sebentar lagi mereka akan datang.

Aku masih duduk lesu dan menenggelamkan kepalaku di pelukan lutut karna sudah tiga puluh menit tak ada kabar apapun. 

Tak lama kemudian ada seseorang yang memelukku. Ketika aku mendongak ternyata itu bang Fahrul. Aku langsung memeluknya.

Kemudian ada suara hentakan kaki yang terdengar berlari. Aku melihat seorang perempuan paruh baya sudah menangis di depan ruangan Hiva. Dan aku berpikir, mungkin dia ibu pantinya. Aku langsung menghampirinya dengan wajah lesu yang tertutup niqab ku.

"I-ibu, ibu pantinya Hiva? " tanyaku dengan gugup.

"I-iya. Kamu siapa ya?" jawab perempuan paruh baya yang ternyata ibu panti Hiva.

Aku langsung memeluk ibu pantinya Hiva. Ia tidak menolak, mungkin ia paham dengan situasi saat ini. Saat aku meredakan tangisanku, aku menjelaskan semuanya ke ibu panti Hiva. Ia paham dan ia memelukku lagi.

Suara hentakan lari terdengar lagi. Aku mendongakkan kepalaku.

Kenapa Aznan disini?

Aku langsung menurunkan pandanganku dan melihat ibu panti Hiva melihat Aznan dengan keadaan pilu.

"Bu, bagaimana kondisi Hiva? " pertanyaan itu dari Aznan.

Namun ibu panti belum sempat menjawab, sudah ada suara pintu terbuka dari ruangan.

"Hiva bagaimana dok? " aku langsung bertanya kepada dokter Hiva.

"Hiva sekarang kritis. Kita hanya bisa berdoa" jawab dokter.

"Berapa lama dok? " tanya Aznan. Aku bingung dengan pertanyaannya.

"Sekitar satu minggu" tubuh Aznan serasa terhempas dan langsung menangis. Kini aku tau arah bicara Aznan dan dokter. Ibu panti sudah menangis memelukku dan aku juga ikut menangis. Ku lihat bang Fahrul juga terbawa suasana dan menangis, walau ia tak tau Hiva itu siapa.

Suasana sangat sunyi. Hanya terdengar isakan tangisan dari depan ruangan Hiva. Aku sudah mencoba berkali-kali tenang tetapi gagal. Setelah aku mencoba lagi, akhirnya aku mencoba tenang.

Aku mengelus punggung ibu panti agar ia merasa tenang. Aku tau ini berat untuk orang-orang terdekat Hiva. Tapi jika orang terdekat Hiva sedih, Hiva akan lebih sedih melihat orang yang ia sayangi terlarut dalam tangisan.

Aku melirik ke arah Aznan. Dia juga masih mencoba menenangkan diri. Aku tak tau apa hubungan Hiva dengan Aznan. Aku juga tak mau menanyakan hal tersebut di dalam kondisi yang sudah terlarut kesedihan ini. Tapi yang ku lihat dari sikap Aznan, Hiva orang yang sangat berarti bagi Aznan. Dan ia tak mau Hiva pergi begitu saja.

Aku melirik ke arah bang Fahrul. Ia sudah tenang. Pikirku bang Fahrul lebih mudah tenang karna ia belum mengenal sosok Hiva.

Aku membisikki ibu panti yang bernama bu Rana bahwa aku akan masuk ke ruangan Hiva terlebih dahulu. Aku tau ibu panti bernama bu Rana ketika tangisannya mulai mereda. Bu Rana hanya mengangguk gelisah.

Akhirnya aku memasuki ruangan Hiva menggunakan pakaian steril. Hanya boleh satu persatu, Hiva dijenguk dalam satu waktu.

Aku hanya bisa menangis lagi. Aku sampai lupa jika aku berada di rumah sakit karna umi sakit. Tapi untuk sekarang, Hiva lebih membutuhkan aku karna umi sudah membaik. Umi juga memaklumi karna bang Fahrul sudah menceritakan.

Aku bingung harus bagaimana. Aku merasa bersalah pada kehadiranku. Aku merutuki diriku sendiri.

"Hi-hiva... Maafin kak She-sheva yaa... " ucapku terbata-bata.

Aku mengenggam tangannya dengan erat, seakan aku tak mau kehilangan dia. Dan tiba-tiba hpku berbunyi.

Aznan

Va.. Gantian aku yang masuk.

Ya

Aku melepaskan genggamanku pada Hiva dan keluar ruangan. Aznan sudah menunggu di depan ruangan dan langsung masuk ke ruangan Hiva.

Lima menit setelah itu, terdengar suara dari ruangan Hiva yang sangat lantang. Dokter dan para perawat memasuki ruangan Hiva dan Aznan keluar dari ruangan Hiva dengan menangis. Bu Rana langsung menghampiri Aznan.

"Nan, Hiva gimana? " tanya bu Rana cepat.

"Tadi dia sadar. Ta-tapi ping-pingsan lagi" jawab Aznan dengan tangisan yang sudah pecah.

Kita semua hanya bisa menangis menunggu dokter keluar untuk memberi tau keadaan Hiva. Jelas kita semua ingin Hiva sehat kembali.

Aku masih tidak tau apa hubungan Hiva dengan Aznan. Tak lama kemudian aku melihat bu Esti dan suaminya datang. Ya, orangtua Aznan. Bu Esti sempat terkejut melihat aku ada disini. Aku tak paham situasi ini. Tapi aku memahami mereka memang sedih dengan suasana ini.

Setelah lima menit, dokter keluar dengan menunduk.

"Ba-bagaimana dok? " tanya Aznan kaku.

"Kita hanya bisa berdoa agar segala dosa Hiva terampuni"

Deg

"Mak-maksudnya dok? " tanyaku gugup.

"Hiva sudah tiada"

Deg

Semua orang hanya bisa menangis. Lagi, lagi, dan lagi. Itu yang terjadi saat ini.

Aku melihat Aznan pergi menuju sebuah taman di rumah sakit. Aku mengikutinya dan dia duduk di sebuah bangku. Mungkin ia tak sadar akan kehadiranku disini. Aku hanya melihatnya dari belakang karna aku tak mampu untuk mendekatinya agar tidak menjadi fitnah.

Kalau kalian bertanya, aku disini masih belum tau Aznan itu siapanya Hiva tapi yang jelas mereka sepertinya saling dekat satu sama lain.

"Kamu akan tau kalau waktu sudah menjawab" suara itu datang dari Aznan tiba-tiba yang masih duduk di kursi taman tanpa menoleh kearahku. 

Aku terkejut. Bagaimana Aznan bisa tau padahal aku hanya membatin. Dan ia langsung pergi entah kemana.

Gimana??
Kasihan Hiva ya?
Aznan siapanya Hiva? Cieee kepo 😂
Ini kayaknya chapter paling sedikit.
Kenapa? Aku lagi fokus PAS tapi aku pengen update untuk kaliaannn 😂😂

Jangan lupa voment!!!
Tinggalin jejak kalian yaa..

Btw ngak ada yg ngasih 'SPAS thor, beb, yang' atau apa gitu?
Ya sudah lah 😚

Sheva & AznanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang