Now, You See Me

7.7K 1.2K 77
                                    

ABER

Aku mengerjapkan mataku, menyesuaikan cahaya yang terasa menyilaukan.

Badanku masih terasa berat dan tenggorokanku terasa kering.

"Ab sayang..." aku mengerjapkan mataku, berusaha menghilangkan bayang-bayang seperti benang yang mengganggu penglihatanku.

"Bibi Em?" aku mengerutkan dahiku dan terus mengerjapkan mataku.

"Apa kau haus sayang?" aku mengernyit lalu mengangguk pelan.

Aku kembali mengedipkan mataku, mencoba menghilangkan bayangan itu.

Dimana wanita itu, kenapa tidak ada disini? Bukankah seharusnya dia ada disini menungguku dan bukannya bibi Emelly.

"Bibi sudah lama disini?"

"Hm?" gumam bibi Em—menepuk tanganku dan duduk di sampingku.

"Dimana wanita itu?"

"Hm?"

"Istriku—" aku memejamkan mata, menghembuskan napas pelan. Aku tidak ingin membuat kehebohan seperti tadi malam. "—Kara" suaraku terdengar seperti terjepit sesuatu.

"Oh—" aku mengedipkan mataku sekali lagi dan terlihat bibi Em mengangguk-angguk. "—gadis yang keras kepala" ucap bibi Em sambil berdiri dan menoleh ke arah sofa.

Aku mengedipkan mata beberapa kali, memastikan apa yang ada disana. Disana terlihat seonggok selimut cokelat atau garis-garis dan—deg.

"Sejak serangan mu dini hari tadi, dia keras kepala tidak mau pulang. Dia bilang ibunya pernah mengalami hal seperti ini dan berakibat fatal..." bibi Em berpaling padaku dengan kerutan di dahinya dan aku masih mengerjapkan mataku, menghalau rumah laba-laba yang terlihat berkibar dimataku. Aku yakin itu bukan rumah laba-laba yang sesungguhnya tapi efek dari operasi yang belum seratus persen sempurna ini.

"Astaga!—" bibi Em menangkup mulutnya dengan kedua tangannya. "—apa kau sudah bisa melihat sayang?" bibi Em menggoyangkan tangannya dan aku mengabaikannya—seperti biasanya.

Aku menoleh menatap selimut cokelat garis-garis itu lagi. Selimut itu bergerak, bukan membuka tapi semakin menaikkan selimut sampai menutupi kepalanya secara utuh dan menyebabkan kaki telanjangnya terlihat. Darahku berdesir cepat, seakan aku baru saja disuntik adrenalin hingga membuat jantungku berdebar cepat—dan itu hanya karena melihat kakinya—sinting! Hanya itu yang bisa aku katakan tentang diriku.

"Tidak—" gumamku sambil menoleh ke arah pintu. "—aku belum bisa melihat," ucapku berbohong. Aku tidak akan mengatakan sampai aku benar-benar bisa melihat—setidaknya mereka tidak akan tahu dan aku bisa menyelesaikan masalah ini dengan cepat.

"Jangan sedih sayang. Linsey bilang kan mungkin perlu dua atau tiga kali operasi. Tenang, kita akan menjadwalkannya segera..." bibi Em bangkit dari duduknya dan menoleh ke arah sofa.

"Wanita yang malang..." bibi Em menghembuskan napas panjang.

"Aku tidak menyangka kau menikahi adik J, aku kira kau membenci keluarga J karena menjadi penyebab kecelakaan itu..." refleks aku mengepalkan tanganku, amarahku kembali tersulut setiap kali peristiwa kecelakaan itu disinggung.

"Itu hanya kecelekaan Ab, aku harap kau tidak menyakiti Kara. Kau tahu dia—" aku mendengus pelan. "—kau sahabat J sejak kecil dan dia adiknya, dia seperti keluarga—"

"Kau masih mencintai J meskipun dia akan menikah dengan wanita lain?" potongku cepat. Aku tahu, bibi Emelly meninggalkan Amerika karena patah hati dengan J. Pertengkaran mereka dipicu karena KARA, alasan yang sampai detik ini tidak pernah aku mengerti. Saat itu aku tidak terlalu peduli, aku disibukkan dengan sekolah dan harus mengambil alih bisnis keluarga karena Dad mengalami kecelakaan pesawat waktu itu—dan jatuh cinta pada Iori yang cantik jelita.

FallTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang