KARA
Angin bertiup sepoi-sepoi, sinar matahari pagi mulai memperlihatkan kuasanya. Cahaya kemilau di sudut bukit terdekat seolah memberi tanda dan ikut bersuka cita dengan pesta pernikahan ini.
Meskipun hari masih sangat pagi tapi para tamu undangan sudah sangat siap. Mereka semua seolah antusias dengan pesta pernikahan ini. Bagaimana tidak, sebentar lagi kami akan menyaksikan dua pasang manusia yang akan mengucapkan janji setia sehidup semati sampai ajal memisahkan dan sekaligus melihat keindahan sunrise di Lanikai Beach. Salah satu pantai indah di Hawaii.
"Dingin?" bisik seseorang sambil menarik tubuhku mendekat padanya dan menyalurkan hangat tubuhnya padaku yang sedikit menggigil.
"Sedikit..." aku tersenyum kecil dan menepuk dadanya.
Dia menarik tanganku dan memasukkannya ke dalam jasnya.
"Better?" kembali dia bertanya dan aku mengangguk sambil tersenyum.
Meskipun wajahnya terdapat memar dibeberapa sudut tapi itu tidak mengurangi kadar ketampanan dan keseksiannya.
"Bagaimana bisa kau tetap tampan meskipun wajahmu sudah seperti itu?" tanyaku padanya dan ditanggapinya dengan tawa—begitu renyah dan menenangkan.
"Itulah kelebihan suamimu, sayang..." katanya sambil kembali tersenyum lalu mengecup keningku, mengusap perutku dengan nyaman dan menarikku lebih rapat padanya.
Suamimu, rangkaian beberapa huruf itu terasa sangat menyenangkan untuk di dengar.
"Arghhh, ya ampun. Clark dan Devina gila, mengadakan pesta pernikahan di tepi pantai dan udara dingin begini..." keluh Aber sambil menolehkan kepalanya ke segala arah.
"Bagaimana kalau tiba-tiba ada tsunami?" kembali Aber menggerutu.
"Apa kau akan menolongku, Ab?" tanyaku spontan.
Aber masih belum menoleh padaku dan masih menatap ke arah lain.
"Apa kau akan menolong kami?" tanyaku mengubah pertanyaanku, kami—aku dan bayi kecilku yang kini tumbuh di dalam perutku.
Aku mendongak dan Aber masih belum menjawab, dia masih memandang ke arah lain—kesal! Ya. Aku jadi kesal karena Aber mengabaikanku.
Memangnya siapa dan apa yang membuat Aber mengabaikanku dan lebih memilih terus melihat ke arah lain itu?
Saat aku memiringkan kepalaku dan ikut melihat ke arah yang Aber lihat kurasakan tiba-tiba dia melonggarkan pelukkannya padaku sehingga aku tidak bisa melihat apa-apa.
Aku mendesah panjang dan kecewa dengan sikap Aber kali ini.
"I hate you, Ab!" desisku pelan sambil memalingkan wajahku darinya. Aku menarik tanganku yang ada dalam jasnya dan lebih memilih melihat ke laut yang terhampar di depan mataku.
Rasa dingin yang tadi menggigit kini sudah menguap tergantikan rasa kesal. Sebulir air mata lolos begitu saja dari mataku.
"Maaf... apa aku menyakitimu?" bisik rendah suara di sampingku sambil menarik tubuhku merapat padanya.
Aku menggigil—ok, ternyata udara masih dingin menusuk, hanya saja karena hatiku tidak baik membuat otakku berpikir suhu sudah naik.
"Aku pasti akan menolong dirimu apapun yang terjadi—menolong kita semua..." dia menggosok lenganku dengan lembut.
Aber mengecup pucuk kepalaku dan menyandarkan kepalaku dibahunya. Kedua tangannya melingkar di pinggangku.
"Apa kau tidak masalah jika bertemu dengan calon kakak iparmu disini?" tanyanya padaku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fall
RomanceKayana Kara, calon dokter bedah yang cantik dan pintar. Hidupnya yang damai berubah kacau dalam sekejab akibat kecelakaan yang menimpa keluarganya. Untuk membiayai pengobatan ibunya dia menerima tawaran Iori untuk berpura-pura menjadi dirinya dan be...