ABER
Jantungku masih berdebar keras setelah lima belas menit berlalu. Aku menatap ke pintu kamar mandi dan dia baru saja masuk kesana, apakah aku harus menyusulnya?
"Jangan coba-coba masuk, Ab!" teriaknya dari dalam kamar mandi. Aku terkekeh mendengar peringatannya, dia seolah bisa membaca apa yang akan aku lakukan.
Aku kembali merebahkan tubuhku di tempat tidur, menantinya muncul dari kamar mandi.
"Ya ampun, Ab. Kau memakai sabun mandiku?" aku menoleh dan mendapati Kara berkacak pinggang sambil menggoyangkan botol sabun mandinya.
"Umm, aku suka baunya sayang..." aku meringis.
"Ya ampun. Ini mahal! Kau tahu aku membelinya setelah menabung selama satu bulan gaji freelance ku di supermarket?!" aku menaikkan alisku mendengar protesnya.
"Aku menghematnya!" aku tersenyum mendengar protesnya.
"Sssshhh, dengar sayang. Suamimu ini orang kaya dan bisa membelikanmu sabun itu lagi. Bahkan pabriknya akan aku beli kalau kau mau..."
"Hah?! Kau gila!" protesnya kesal lalu masuk lagi ke kamar mandi.
"Hhh, senang melihatnya marah lagi... itu seperti Kara yang aku kenal..." aku menyibak selimut lalu berjalan ke kamar mandi, melihatnya masih mengomel karena sabunnya aku habiskan. Masalahnya itu aku suka aromanya jadi refleks saat mandi aku selalu memakai sabunnya.
"Hei..." aku memeluknya dari belakang. Mengusap perutnya yang entah kenapa menurutku sangat menarik. Seakan ada sesuatu disana yang menarik tanganku.
"Bagaimana kalau aku belikan pabriknya?"
"Kau gila!" protes Kara sambil memukul tanganku.
"Tidak akan ku lepas sampai kau tersenyum..." aku menopangkan daguku ke bahunya. Terasa nyaman—sangat menyenangkan bagiku.
"I love you, Kara..." aku mengecup pipinya dan bisa kulihat dia jadi salah tingkah setiap kali aku mengatakan I love you padanya. Pipinya bersemu merah dan itu sangat menggemaskan.
"Yeah, kau tahu aku tergila-gila padamu..." bisikku sambil kembali mencium pipi dan lehernya.
"Kau—" aku terdiam saat pintu kamarku diketuk dan terdengar suara Samantha.
"Sebenarnya aku ingin melanjutkannya lagi..." dia membulatkan matanya dan memberi peringatan padaku.
"Aku serius!" kataku dan kembali kulihat pipinya lebih merah dari sebelumnya.
"Tapi aku ada janji dengan seseorang. Aku yakin dia sudah sangat marah padaku karena dia sampai datang kemari..."
"Siapa?"
"Wanita cantik?" tanyaku sambil tersenyum.
"Kau—"
"Tunangannya adalah wanita yang cantik..." aku mengangguk dan kemudian tersenyum saat melihat Kara menatap kesal padaku.
"Tapi menurutku lebih cantik mantan pacarnya yang kini sudah menikah daripada tunangannya..." dia menatapku kesal dan aku menyukai saat menggodanya seperti ini.
"Tapi aku hanya tertarik padamu..." aku meringis, membalik tubuhnya lalu menciumnya.
"Kau memang wanita penggoda sayang..." bisikku setelah melepaskan ciumanku.
"Dan kau jadi beruang madu yang manis..." dia terkikik.
"dan suka merayu..." dia berjinjit lalu menciumku.
"Ab..." kembali suara Samantha terdengar dan aku yakin sekarang dia sudah membuka pintu.
"Dia benar-benar wanita tua yang suka mengganggu..." sahutku pelan—enggan melepaskan bibirnya yang memang menggoda untuk terus dicium. Aku rasa benar kata orang, mereka yang baru menikah memang terasa manis dan aku menikmati masa bulan pertama pernikahanku.

KAMU SEDANG MEMBACA
Fall
RomanceKayana Kara, calon dokter bedah yang cantik dan pintar. Hidupnya yang damai berubah kacau dalam sekejab akibat kecelakaan yang menimpa keluarganya. Untuk membiayai pengobatan ibunya dia menerima tawaran Iori untuk berpura-pura menjadi dirinya dan be...