ABER
"Bu-bulan madu? Siapa? Kita?" tanyanya gugup dan tentu saja itu membuatku semakin tertarik padanya.
"Apa disini ada orang lain?" aku menyeringai lebar. Kegugupan yang tidak bisa dia tutupi itu terlihat sangat manis dan menggoda. Sama seperti dulu, sepuluh tahun yang lalu. Wajahnya memerah setiap kali aku tersenyum padanya dan mengerlingkan mataku. Perasaan yang sudah terkubur lama ini seakan bangkit kembali. Rasa kesal dan marah karena dia sengaja kabur dariku itu lenyap begitu saja digantikan perasaan ingin memilikinya—lagi.
Aku merendahkan kepalaku, mengecupnya sekali dan melihatnya diam saja. Kembali aku menunduk dan kali ini bukan hanya kecupan ringan dibibirnya tapi ciuman lembut dan hangat.
"Eh, Ab—" dia terkejuta dan mendorong tubuhku.
"Ini tidak boleh!" aku mengerutkan dahiku, bibir dan pipinya sama-sama merah, napasnya memburu dan dia berusaha menghindar dariku.
"Kenapa?" tanyaku pelan sambil meraih tangan kirinya dan mengecup jari-jari lentiknya.
"Ya-ya... ummm—" dia menutup matanya sesaat lalu menarik napas panjang, itu terlihat sangat lucu. "—kita tidak boleh melakukkannya!" bantahnya cepat.
"Kenapa?" tanyaku lagi dengan pertanyaan yang masih sama. Aku menarik tangan kirinya perlahan ke atas kepalanya dan berganti meraih tangan kanannya, melakukan hal yang sama seperti tadi. Dia membuka mata dengan tatapan memohon supaya aku menghentikan semua ini. Berhenti? Tidak, aku tidak akan berhenti sampai aku mendapatkan apa yang aku inginkan. Dan saat ini aku menginginkannya.
"Kita—" aku mencium lehernya dan kembali menatapnya. "—Ab. Jangan diteruskan..." ucapnya dengan suara parau.
"Kenapa?" dia menggeram frustasi saat aku kembali mengucapkan kata kenapa.
"Kau baru menjalani operasi!" ucapnya dengan napas memburu.
"Itu sudah sepuluh hari yang lalu..." sahutku ringan.
"Lindsey tidak melarangku soal—"
"Tidak! DokterLindsey salah!" bantahnya sambil menggeliat di bawah tubuhku.
"Kita tidak boleh melakukkannya sekarang..."
"Benarkah?" tanyaku sambil tersenyum. Dia sangat lucu sekali saat berusaha mengontrol pikirannya. Aku tahu, tubuhnya menginginkannya sementara otaknya masih memberontak.
"Jadi kapan kita boleh melakukkannya—" aku menggantung ucapanku dan lebih memilih menciumnya lebih intens dan dalam, aku menarik napas panjang lalu berujar, "—Mrs. Alcander..." ucapku pelan.
"Nanti..." bisiknya pelan.
"Kapan?" tuntutku.
"Besok?" tanyaku lagi dan dia geleng kepala.
"Sekarang. Bagaimana kalau sekarang saja?" matanya terbuka dengan berat saat ibu jariku mengusap bibirnya.
"Why you look sexy, Kara" bisikku pelan dan mengecup dagunya. Astaga, aku tidak akan main-main lagi dengannya. Setiap gerakan penolakannya itu membuatku semakin tergoda untuk memilikinya.
"Ini akan jadi pagi yang indah sayang... dan hari-hari yang menyenangkan sekaligus melelahkan..." bisikku ditelinganya dengan lembut.
Yeah—aku rasa itulah kenapa disebut honeymoon. Manis, menyenangkan dan melelahkan.
-
KARA
Saat mataku kembali terbuka hari sudah sangat siang. Pandanganku sedikit kabur, tubuhku terasa lelah sekali. Aber, beruang pemarah sekaligus suami brengsekku—kenapa aku bilang brengsek karena dia memonopoli tubuhku dan otakku. Aku hampir tidak tahu sudah berapa lama aku terkurung di kamar ini. Hal yang aku ingat dan aku lakukan adalah membuka mata, menatap mata hijaunya lalu dia tersenyum padaku, mengerlingkan kelopak matanya, menciumku dengan panas dan kami akan bercinta seolah hari akan kiamat. Otakku dan tubuhku benar-benar dikuasainya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fall
RomanceKayana Kara, calon dokter bedah yang cantik dan pintar. Hidupnya yang damai berubah kacau dalam sekejab akibat kecelakaan yang menimpa keluarganya. Untuk membiayai pengobatan ibunya dia menerima tawaran Iori untuk berpura-pura menjadi dirinya dan be...