Say Goodbye?

7.6K 1.1K 74
                                    

ABER

"Stop!Stop! No!" pekiknya lalu tertawa lebar karena aku baru saja menceritakan bagaimana dulu dia waktu kecil.

"Aku tidak mungkin senakal itu..." katanya disela-sela tawanya yang memenuhi kamar ini.

"Yah. Kau memang begitu. Ingat aku lebih tua darimu dan aku lebih ingat bagaimana dirimu di usia lima tahun..." aku menjelaskan sambil tersenyum.

"Tapi lebah? Mana mungkin aku mengejar-ngejar lebah di usiaku yang baru lima tahun?" dia menggeleng keras dan menyeka air mata di sudut matanya karena tertawa sejak tadi.

Dia menyipitkan matanya lalu tersenyum, "kau pendongeng yang pintar. Nanti tugasmu membacakan dongeng untuk anak-anak..." katanya sambil menjulurkan lidah.

"Sementara dirimu akan sibuk membedah orang?" kataku sambil geleng kepala.

"Tidak... kita akan bergantian membacakan dongeng..." kataku yang diikuti gelengan kepala.

"Tidak mau?" tanyaku sambil menyipitkan mata.

"Baiklah kalau tidak mau. Berarti kau harus siap sedia jika suamimu ini selesai membacakan dongeng, hm..." kataku yang kemudian meraih tubuhnya dan menciumnya.

"Ab!" dia tertawa dan itu sangat cantik.

"I love Kara..." bisikku lalu menciumnya kembali.

"Ada apa?" tanyaku saat dia menarik napas panjang.

"Apa little A membuat ulah?" tanyaku sambil menunduk dan melihat perutnya.

"Little A, apa kau membuat Mommy mu kawatir?" tanyaku pada perut Kara. Aku mencium perutnya dan dia pun segera duduk.

Dia menatapku dengan tatapan yang sulit aku mengerti seakan ada sesuatu yang mengganggu pikirannya.

"Hei..." aku menangkup wajahnya. Sisa-sisa tawa masih tergurat di wajahnya yang aku rasa semakin lama terlihat semakin cantik.

"Apa dokter mengatakan bayi kita adalah seorang princes?" tanyaku padanya yang kini sedikit gelisah.

"Dengar sayang, aku tidak masalah dia berjenis kelamin laki-laki atau perempuan. Bagiku sama saja asalkan kau ibunya..." kataku lembut dan aku terhenyak panik saat melihat sebulir air mata bergulir begitu saja dari mata Kara.

"Hei... ada apa?" tanyaku lembut sambil memeluknya. Kusandarkan kepalanya di dadaku, berusaha memberikan kenyamanan dan ketenangan padanya.

Saat tangannya bergerak membelai dadaku—menimbulkan desir aneh hingga aku menginginkannya lagi.

Kara menarik napas panjang seolah ada masalah yang sangat membebaninya.

"Katakan padaku..." pintaku masih sambil memeluknya.

"Aku takut berpisah darimu..." bisiknya pelan dan lirih.

Aku mengerutkan dahiku, ragu dengan apa yang baru saja aku dengar.

"Bagaimana kalau keluargaku tahu aku menikah denganmu?" bisiknya lagi.

Aku menarik napas panjang dan menghembuskannya pelan.

"Bagaimana little A? Apa dia akan bisa tumbuh sampai lahir dan dewasa? Bagaimana kalau—"

"Sssstttt..." aku menggosok lengannya dan menariknya lebih rapat padaku.

"Kenapa keluargamu memisahkan kita?" tanyaku sambil menarik dagunya hingga dia bisa menatapku.

"Karena J?" tanyaku padanya dan dia menarik kepalanya lalu merapatkan tubuhnya padaku.

FallTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang