DUA

50 2 0
                                    

"Bang Aldi mana, Bun?" tanya Alya pada Bunda yang sedang menyiapkan sarapan di meja makan.

"Udah berangkat. Katanya ada sedikit masalah ditempat kerjanya. Makannya berangkat pagi-pagi banget." jawab Bunda

Alya hanya ber-oh ria mendengar jawaban Bundanya itu. Setelah semuanya berkumpul kecuali Bang Aldi yang memang sudah berangkat kerja lebih awal, sarapan pun dimulai.

Radika, selaku kepala keluarga, baru saja pensiun tahun lalu dari pekerjaannya karena faktor usia. Aulia, sang Bunda, hanya seorang Ibu Rumah Tangga (IRT) yang selalu melayani keluarganya dengan penuh kasih sayang. Anak sulungnya yang bernama Aldi, bekerja sebagai pegawai di kantor swasta. Dan Alya, anak bungsunya juga sudah masuk ke dunia kerja sejak satu tahun yang lalu. Ia bekerja sebagai seorang pelayan di salah satu restoran bintang lima yang ada di ibu kota ini. Ayah dan Bunda menyarankannya untuk bekerja sebagai pegawai kantor seperti Abangnya. Namun, Alya tetap pada pendiriannya. Ia lebih memilih untuk menjadi pelayan, walaupun ia cukup ahli dibidang perkantoran. Dan ia menyukai pekerjaannya saat ini.

Setelah selesai, Alya berpamitan pada orang tuanya dan berjalan menuju halte terdekat untuk mencari taxi yang bisa mengantarnya ke tempat kerja.

♥♥♥

Rumah makan dengan gaya klasik yang baru saja Alya masuki ini terlihat sepi. Hanya ada beberapa pekerja yang menata meja juga membersihkan lantai. Setelah menyimpan tas selempangnya, ia pun melakukan hal yang sama dengan apa yang dilakukan pekerja tadi. Menata meja dan membersihkan lantai agar tempat ini bisa siap dibuka. Hingga hari semakin siang, pengunjung pun semakin ramai.

"Al, tolong siapin ruang VIP, ya? Mereka udah jalan, 30 menit lagi mungkin sampai. Segera, ya!" perintah Mbak Rita, resepsionis di restoran ini.

Alya yang sedang membawa piring-piring kotor ke kitchen, segera melakukan perintah Mbak Rita untuk menyiapkan ruang VIP. Restoran ini memang memiliki beberapa ruang untuk siapa pun yang ingin makan bersama dalam satu ruangan tanpa terganggu oleh pengunjung lain. Pejabat tinggi, keluarga ternama, bahkan para selebriti juga sering memesan ruang VIP ini untuk merasakan fasilitas yang berbeda. Berada di lantai dua dengan jumlah ruang sebanyak 5 ruang, Alya memasuki ruang ke 2 yang kebetulan hanya itu ruang yang tersisa. Ia membersihkan dan menata meja ruang yang cukup luas tersebut. Ruangan itu terlihat seperti ruang rapat di suatu kantor. Meja persegi panjang besar berada di tengah dengan kursi-kursi kayu di sekelilingnya, televisi 32 inch yang menempel di dinding ruangan tersebut, nuansa klasik yang disuguhkan, membuat siapapun merasa nyaman berada di ruang VIP ini.

Bersamaan dengan selesainya Alya menyiapkan ruang itu, tamu yang dimaksud pun datang. Hanya sekumpulan lelaki yang terdiri dari sepuluh orang, yang bisa Alya pastikan mereka adalah pegawai kantor. Terlihat dari pakaian formalnya dan juga tas kantor yang mereka bawa. Entah acara apa yang akan mereka lakukan sampai memesan ruang VIP di restoran ini. Para lelaki itu pun masuk ke ruangan yang tadi disiapkan oleh Alya dengan diarahkan oleh Mbak Rita.

"Al, tolong, ya. Ruang VIP nomor 2." Danu memberikan service trolley berisi berbagai makanan kepada Alya. Sebagai runner yang bertugas mengantarkan pesanan pelanggan, Danu terlihat kewalahan. Mungkin karena pesanan terlalu banyak, ia meminta tolong pada Alya untuk mengantarkan makanan ke ruang yang di maksud.

Alya pun mendorong service trolley yang diberikan Danu tadi ke ruang VIP nomor 2. Menyapa dengan sopan, Alya memasuki ruangan berisi sepuluh pria itu dan memindahkan makanan yang ada di service trolley ke meja persegi panjang besar yang ada di sana. Ia menatanya dengan rapih dan hati-hati.

Tanpa Alya sadari, salah satu lelaki yang ada di ruangan tersebut terus memperhatikannya. Ketika Alya memasuki ruangan ini, perhatian lelaki yang sedang memperhatikannya itu sudah tertuju padanya.

Selesai dengan mengantarkan makanan, Alya kembali ke pekerjaannya yang lain. Melayani pelanggan yang cukup ramai di hari ini.

♥♥♥

Hujan terus turun sejak tadi siang. Bahkan di sore menjelang malam ini, langit masih terus menumpahkan kesedihannya. Jam kerja Alya sudah selesai, ia hanya bekerja di waktu pagi sampai sore. Namun, ia terpaksa tidak langsung pulang karena ia tidak membawa payung.

Alya berdiri di luar restoran sejak beberapa menit setelah jam kerjanya selesai. Ia memeluk dirinya sendiri, guna menghilangkan sedikit rasa dinginnya. Ia menatap awan hitam yang sedang menumpahkan air itu dengan senyuman. Senyuman yang selalu ia sunggingkan dikala hujan turun.

Pintu restoran yang terbuat dari kaca itu terbuka. Menampakkan gerombolan lelaki yang keluar dari sana. Para lelaki kantoran yang siang tadi ada di ruang VIP. Mereka terlihat bingung ketika mengetahui saat ini sedang hujan. Mungkin mereka bingung bagaimana caranya untuk pulang ketika tidak ada payung. Namun, sepertinya mereka tidak terlalu mempermasalahkannya. Terlihat oleh Alya, mereka menerjang hujan yang cukup deras ini untuk sampai ke mobil mereka di tempat parkir yang ada sekitar sepuluh meter di depan sana. Tapi tidak dengan lelaki yang sedang menatap Alya saat ini. Lelaki itu menatap Alya dengan lekat, membuat yang ditatap merasa takut.

"Ternyata benar." ucap lelaki itu ketika sudah berhadapan dengan Alya.

Alya kebingungan. Apa maksud lelaki berpakaian formal ini? Apa yang benar?

"You are the reason dari Calum Scott. Itu lagu yang kamu nyanyikan di toko kue kemarin malam."

Alya sedikit terkejut, bagaimana lelaki itu bisa tahu? Apa dia berada di sana kemarin malam? Alya mencoba untuk mengingat orang-orang yang berteduh dengannya di toko kue kemarin malam. Tapi nihil, Alya tidak bisa mengingatnya. Terlalu banyak orang di toko kue itu. Lantas, apa hubungannya dengan lelaki di hadapannya ini jika memang Alya menyanyikan lagu yang disebutnya tadi?

"Boleh saya tahu nama kamu?"

"Eh?"

Alya bingung sekaligus takut. Bunda selalu mengatakan padanya untuk berhati-hati dengan orang yang tidak dikenali. Tapi, ia juga tidak ingin dicap sebagai gadis sombong yang tidak ingin memberi tahu nama ketika ada yang menanyakannya. Jadi, jika hanya sekedar nama yang lelaki itu tanyakan, akan ia jawab.

"Alya." jawab Alya dengan singkat dan mengalihkan pandangan ke langit yang masih menumpahkan air hujan.

"Rasya."

Lelaki yang ada di hadapannya itu mengulurkan tangan pada Alya. Sedikit ragu, Alya pun membalas uluran tangan lelaki tersebut.

Lelaki bernama Rasya itu menengadah, "Masih hujan. Bisa kita ngobrol-ngobrol sebentar?"

Ada yang aneh. Mereka bahkan baru saja berjabat tangan sebagai tanda perkenalan. Tapi, lelaki itu sudah bisa mengajaknya untuk bercengkrama? Penampilan bisa saja menipu. Alya harus segera pergi jika tidak ingin dalam bahaya.

"Ah, maaf, saya harus pulang."

Rasya mencekal tangan Alya ketika gadis itu baru saja melangkahkan kaki.

"Hujannya masih deras, lho. Lebih baik kamu tetap di sini aja. Kamu juga nggak bawa payung, kan?"

"Maaf, mas."

Alya berlari menerjang hujan seperti lelaki-lelaki sebelumnya lakukan. Ia tidak ingin berurusan dengan orang yang sama sekali tidak ia kenal.

Sampailah ia di halte yang ada tidak jauh dari tempatnya berlari tadi. Alya menyingkirkan air-air yang mengenai wajahnya. Bajunya cukup basah akibat ia berlari menerjang hujan tadi. Dan Alya merasa aman sekarang karena hanya ada dirinya di halte ini. Ia pun melakukan kebiasaan yang selalu ia lakukan ketika hujan turun. Bernyanyi.

In my dreams you're with me
We'll be everything I want us to be
And from there, who knows, maybe this will be the night that we kiss for the first time
Or is that just me and my imagination
(Shawn Mendes - Imagination)

"Saya ingin mengenal kamu."

♥♥♥

Mohon dukungannya:)

Singing in The Rain [REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang