SEMBILAN BELAS

37 1 0
                                    

Hari berganti minggu dan minggu berganti bulan. Bulan ini tepat satu tahun Alya mengenal Rasya. Di bulan yang selalu diguyur air hujan ini, mereka mengenang masa-masa saat mereka saling mengenal. Dengan senyum yang tersungging di bibir masing-masing, keduanya larut dalam kenangan yang mereka kenang di bawah langit gelap bertabur bintang ini.

Sudah satu tahun perasaan Rasya masih tetap sama terhadap Alya. Bahkan, setiap harinya rasa cintanya pada Alya terus bertambah.

Lain halnya dengan perjodohan yang berlanjut ke pertunangan, yang sudah dilakukan oleh pihak Rasya dan Alea. Sekarang mereka sudah resmi menjadi tunangan. Tapi, keduanya masih terus memikirkan cara untuk membatalkan pernikahannya nanti. Kedua belah pihak sudah mulai sibuk mempersiapkan segala hal yang berhubungan dengan acara pernikahan. Rasya dan Alea tidak peduli dengan semua itu. Cincin pertunangan mereka pun tidak terlihat di jari-jemari keduanya. Tapi, Rasya yakin ia pasti bisa membatalkan pernikahannya dengan Alea.

"Kayanya kamu suka banget tempat ini, Sya." ucap Alya

Rasya menoleh, menatap gadis di sampingnya yang begitu cantik dengan balutan jaket denim yang melekat pada tububnya.

Tempat ini.

Danau dengan lampu-lampu hias di tengahnya menjadi pilihan Rasya untuk merayakan satu tahun pertemuannya dengan Alya. Perayaan yang mungkin menurut orang lain biasa saja, tetapi sangat luar biasa bagi Rasya.

Rasya bergumam sebelum akhirnya menjawab pertanyaan Alya tadi, "Suka. Karena tempat ini, aku bisa tau keindahan tersembunyi yang ada di pelosok bumi. Dan orang yang udah menunjukkan keindahan yang tersembunyi itu adalah kamu, Al. Makannya, aku suka banget tempat ini."

Alya tersenyum mendengar penjelasan lelaki yang masih memakai pakaian kantornya itu, karena memang setelah ia selesai bekerja, ia segera menjemput Alya di Klasiko Resto dan membawanya ke danau ini.

"Aku boleh tanya satu hal, Sya?"

Rasya masih menatap Alya yang raut wajahnya seketika berubah menjadi serius, "Boleh. Apa?"

Alya menghela nafas dan diam sejenak. Tatapannya lurus ke depan menatap kerlipan lampu di tengah danau yang begitu indah.

"Aku selalu penasaran. Hubungan kamu sama Alea. Sebenarnya, hubungan kalian itu seperti apa?"

Deg.

Rasya tak mengira Alya akan bertanya seperti itu. Pertanyaan yang akan membuatnya memikirkan jawaban realistis yang mungkin bisa diterima gadis itu. Mengarahkan tubuh Alya sehingga berhadapan dengannya, lelaki itu menggenggam kedua tangan Alya. Tatapan teduh ia berikan pada gadis yang sangat dicintainya itu, membuat yang ditatap merasakan kehangatan mengalir ke seluruh tubuhnya.

"Al, aku udah pernah bilang, kan kalau aku dan Alea itu hanya teman?Sedekat apa pun aku sama perempuan lain, perasaan aku terhadap kamu gak akan berubah. Aku akan selalu cinta sama kamu, Al."

Luluh.

Alya luluh dengan kata-kata manis yang Rasya ucapkan. Pandangannya tidak bisa berpaling dari mata cokelat milik lelaki di hadapannya ini. Lain halnya dengan Rasya. Lelaki itu terus menatap bibir merah muda Alya yang membuatnya beberapa kali menelan saliva. Masih dengan menatap bibir merah muda yang menggodanya, perlahan Rasya mendekatkan wajahnya pada Alya.

Hembusan nafas Rasya semakin terasa oleh Alya ketika ujung hidung lelaki itu menyentuh ujung hidungnya. Larut akan suasana, tanpa sadar Alya menutup matanya. Rasya yang menyadari hal itu, mengerutkan dahi seolah berfikir, bahwa hal yang akan ia lakukan itu adalah salah. Dan akhirnya ia mengalihkan bibirnya ke dahi Alya. Membuat kecupan lembut disana sebelum akhirnya mereka saling mendekap.

Jepretan kamera terus membidik kebersamaan Rasya dan Alya tanpa mereka sadari.

♥️♥️♥️

"Alea, berapa kali lagi mama harus kasih tau kamu? Keuntungan yang kita dapat itu besar jika kamu menikah dengan putra Alaska. Pokoknya, kamu gak usah banyak berfikir dan turuti kata-kata mama."

Di lain tempat di waktu yang sama, perdebatan antara ibu dan anak yang dijodohkan demi keuntungan perusahaan, terjadi. Dengan segenp usaha dan untuk kesekian kalinya, Alea menentang perjodohannya dengan Rasya. Ia sudah tidak bisa menahan segala penolakan yang sudah ia pendam selama berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun ini. Ia sudah lelah dengan semua yang terjadi.

"Tapi, ma. Aku hanya ingin menikah dengan orang yang aku pilih sendiri. Orang yang menurut aku cocok untuk menjadi suamiku nanti. Bukan orang yang dipilih mama ataupun papa." ucap Alea dengan mata yang berkaca-kaca

"Apa yang kurang dari Rasya? Dia tampan, perusahaannya sudah melejit ke luar negeri. Kurang apa lagi, Alea?"

Alea menghela nafas jengah, "Bukan masalah itu, ma. Aku punya kebebasan buat memilih masa depanku. Tapi mama dengan mudahnya merenggut kebebasanku. Aku gak mau, ma."

"Mama gak merenggut kebebasan kamu. Mama sayang sama kamu, Alea. Maka dari itu mama memilih orang yang tepat untuk menjadi pendamping kamu nanti."

"Tapi, Rasya bukan orang yang tepat buat aku, ma."

"Alea, cukup. Mama gak mau dengar penolakan kamu lagi. Pokonya, pernikahan kamu dengan Rasya harus diadakan."

"Tapi, ma-"

"CUKUP, ALEA!"

Perlahan, air mata yang sedari tadi menggenang di matanya, keluar dan mulai membentuk sungai kecil di pipi halus Alea. Untuk pertama kalinya, ia mendapat bentakan dari ibu yang selama ini ia sayangi. Sakit. Itu yang Alea rasakan. Tanpa pikir panjang, ia mengambil langkah cepat menuju pintu utama dan berlari entah kemana setelah memakai sandal rumah yang tersampir di depan pintu. Seruan sang ibu yang memanggil namanya pun ia hiraukan. Alea terus berlari dengan air mata yang terus membanjiri pipinya.

♥♥♥

Mobil sedan hitam yang membelah jalanan kota di malam hari ini, membawa Alya menuju kediamannya. Setelah mendapat telepon dari Bang Aldi yang memintanya untuk segera pulang, Alya meminta Rasya untuk mengantarnya. Alhasil, kebersamaan Rasya dan Alya yang sedang merayakan satu tahun pertemuan mereka harus berakhir.

Jalanan kota di malam hari yang bertabur bintang ini cukup lenggang. Tidak ada kemacetan di sepanjang jalan yang Rasya dan Alya lewati. Itu membuat Alya menjadi lebih cepat sampai ke rumahnya.

Terdengar suara ponsel berdering. Rasya yang mengenali nada dering itu, mengambil ponsel yang ia letakan di dashboard mobilnya. Tapi, tanpa sengaja ponselnya terjatuh tepat di sebelah kaki yang ia gunakan untuk menginjak pedal gas mobilnya.

"Yah, jatuh." keluh Rasya

"Biar aku yang ambil." Alya menawari bantuan dan sudah bersiap mengangkat tangannya untuk mengambil ponsel Rasya.

"Gak usah, Al. Biar aku aja." cegah Rasya yang membuat pergerakan Alya terhenti

Menolak bantuan Alya, dengan tangan kirinya Rasya mencari keberadaan ponselnya dengan pandangan yang masih terus menatap jalanan di depannya. Dan tentu saja dengan pedal gas yang masih ia tancap.

"SYA AWAS!"

Ciiittt....

♥♥♥

Mohon dukungannya:)

Singing in The Rain [REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang