DUA PULUH

20 1 0
                                    

Dengan wajah terkejut sekaligus ketakutan, Alya menatap seorang gadis di depan sana yang menjadi alasan Rasya menginjak pedal rem secara mendadak. Suara Rasya yang menanyakan keadaannya, Alya hiraukan dan terus menatap gadis dengan pakaian rumahnya yang terduduk dengan jarak kurang dari dua meter di depan mobil yang ia naiki. Alya merasa tak asing dengan perawakan gadis itu. Rambut panjangnya sangat mirip dengan seseorang yang ia kenal.

"Al, kamu gak apa-apa?" tanya Rasya sedikit menaikan suaranya lantaran gadis disampingnya ini tak kunjung menjawab pertanyaannya.

"Alea."

Rasya mengerutkan dahi mendengar ucapan Alya yang masih menatap lurus ke depan. Hingga ia menoleh dan mendapatkan wanita yang sudah menjadi tunangannya saat ini terduduk lemas di depan sana. Tentu saja Rasya terkejut. Apa yang terjadi dengan Alea hingga ia nekat menyeberang sembarangan?

Alya membuka seftbelt dan pintu mobil lalu berlari menghampiri Alea. Rasya pun melakukan hal yang sama.

Dengan khawatir, Alya merangkul Alea dan mencoba untuk menanyakan keadaannya. Wajah Alea sangat ketakutan, tubuhnya gemetar, nafasnya terengah lantaran terkejut, dan air mata terus keluar membanjiri pipinya.

"Alea, kamu gak apa-apa?" tanya Alya khawatir

Tangisan Alea semakin menjadi ketika melihat Alya disampingnya. Menyadari hal itu, Alya lantas memeluknya, berusaha untuk menenangkannya. Rasya yang berada kurang lebih satu meter di belakang Alya, memperhatikan dua gadis yang saling memeluk di hadapannya dengan pertanyaan yang terus mengganggu fikirannya.

♥♥♥

"Alea ada disini, tan. Tante gak usah khawatir." ucap Rasya pada seseorang yang tersambung dengan teleponnya.

Setelah kejadian di jalan raya tadi, Rasya memutuskan untuk membawa Alea ke rumahnya. Karena, ketika Rasya akan mengantarnya pulang, Alea tidak mau dan memilih untuk ikut dengannya. Yakin bahwa orang tua gadis itu akan khawatir, Rasya segera menghubungi keluarganya.

"Makasih banyak, nak. Boleh Tante minta tolong untuk kamu menenangkan Alea? Karena, ada sedikit masalah tadi. Mungkin Alea merasa kesal."

Rasya mengerti sekarang. Bisa ia simpulkan, Alea bertengkar dengan orang tuanya dan keluar dari rumah sampai hampir tertabrak olehnya tadi.

"Iya, tan. Tante tenang aja."

Dimasukkannya ponsel yang ia pegang ke dalam saku celananya setelah mengakhiri panggilan telepon dengan ibu Alea. Pandangannya beralih pada dua gadis yang berada di sofa ruangan yang tak jauh darinya. Alea memaksa Alya untuk ikut bersamanya ke rumah Rasya walaupun Alya sempat menolak. Tapi, melihat keadaan Alea yang kurang baik, dan berfikiran mungkin gadis itu membutuhkan teman berbincang, akhirnya Alya menurut dan ikut bersama keduanya.

Bisa Rasya lihat, Alya begitu pengertian dengan terus menenangkan Alea yang masih syok dengan kejadian tadi.

Ada satu hal lagi yang mengganggu fikiran Rasya.

Mengapa Alea bertengkar dengan orang tuanya? Setahu Rasya, gadis itu tidak pernah melawan orang tuanya. Alea gadis yang baik. Tapi mengapa sekarang dirinya terlihat kacau?

Mengesampingkan pertanyaan yang mengganggu fikirannya, Rasya berjalan menghampiri kedua gadis yang ada di rumahnya ini. Ia mendudukan dirinya di kursi kecil yang ada di samping sofa yang diduduki Alya dan Alea. Ia menatap Alea khawatir.

"Sebenarnya, apa yang terjadi, Lea? Kenapa kamu nekat nyeberang jalan sembarangan kayak tadi? Kurang satu menit lagi mungkin sekarang kamu gak akan ada disini." ucap Rasya sedikit geram

Alea menunduk dan air mata kembali membasahi pipinya. Isak tangisnya terdengar menyakitkan.

"Kalau itu berat untuk diceritakan, gak usah dipaksain. Sekarang lebih baik kamu istirahat dan tenangin diri kamu." Alya memberi saran sembari mengusap lembut punggung Alea, memberinya kekuatan.

"Kamu harus batalin, Sya." Alea menatap Rasya dengan tatapan sayu yang terlihat seolah beban yang ia pikul begitu berat.

Rasya balas menatap Alea. Ia sudah tahu arah pembicaraan yang Alea ucapkan. Dengan mendengar kata 'batalin' pun, ia sudah tahu kemana arah pembicaraan ini akan mengalir.

'Batalin? Apa yang harus dibatalin?' begitu batin Alya bertanya.

"Pokonya kamu harus batalin semuanya, Sya. Kamu harus bisa batalin semuanya. Kamu harus bisa, Sya." ucap Alea sembari terisak

Rasya masih menatap Alea dengan rasa cemas yang perlahan menjalar ke tubuhnya tanpa mengatakan apa pun. Ia beralih menatap Alya yang menunjukkan wajah bingung dengan apa yang diucapkan Alea.

Menghela nafas, Rasya lantas berdiri mengusap wajahnya, sebelum akhirnya melangkah pergi. Alya hanya bisa menatapnya dengan kebingungan yang masih melandanya.

Rasya menghempaskan tubuhnya di kasur empuk miliknya. Menatap langit-langit kamar berwarna putih, ia bertanya padanya dirinya sendiri. Apa yang harus ia lakukan? Bagaimana cara ia membatalkan pernikahannya dengan Alea seperti yang diinginkan gadis itu? Bagaimana cara ia mengatakan hal tersebut kepada orang tuanya dan orang tua Alea? Dan satu hal yang paling penting. Bagaimana dengan Alya? Rasya yakin gadis itu akan sangat, sangat kecewa padanya. Atau mungkin akan sangat membencinya jika ia tahu kebenarannya.

Menghela nafas gusar, Rasya memejamkan matanya. Rasya sangat benci keadaan seperti ini. Nama seseorang yang sangat ia benci turut terlintas difikirannya. Jika bukan karenanya, semua ini tidak akan menjadi rumit seperti yang terjadi saat ini. Kakaknya. Ia yang menjadi alasan Rasya membenci semuanya. Dan rasa benci itu tidak akan mudah hilang setelah sekian lama bersarang di hati kecil Rasya.

'Semua salah lo.'

♥♥♥

Rasya memberhentikan mobil sedannya di depan pekarang rumah minimalis di samping kirinya. Setelah beberapa lama kira-kira hampir tiga jam Alya berada di rumah Rasya untuk menemani Alea, ia memutuskan untuk pulang. Karena pasti orang tuanya dan juga abangnya akan menunggunya walaupun ia sudah mengabari bahwa akan pulang terlambat.

Alya menatap gadis di sampingnya, "Aku pamit pulang, ya, Alea?"

Dirasa keadaannya sudah lebih baik, Alea pun memutuskan untuk pulang. Karena tidak enak jika harus berlama-lama di rumah Rasya.

Alea mengangguk, "Makasih udah nemenin aku. Dan maaf kalau aku ngerepotin."

"Engga sama sekali. Aku ga merasa direpotkan, kok." ucap Alya sembari tersenyum

Senyuman Alya menular pada Alea, sehingga gadis itu juga menarik ujung bibirnya.

"Makasih, ya, Sya. Pastiin kamu ngantar Alea dengan selamat." Alya beralih menatap Rasya lewat kaca spion yang ada di atas tengah mobil, karena posisi lelaki itu ada di balik kemudi sedangkan Alya dan Alea ada di kursi penumpang.

Rasya berbalik, "Sama-sama. Pasti, kok. Sampain salam aku buat tante, om, sama bang Aldi."

Alya membuka pintu mobil setelah memberikan senyuman kepada keduanya. Dan perlahan sedan hitam yang tadi mengantarnya tidak terlihat lagi oleh pandangannya ketika berbelok ke jalan lain.

Masih berdiri mematung di depan pagar rumahnya, Alya membutuhkan penjelasan dari kebingungan yang sedari tadi melandanya. Penjelasan tentang mengapa Alea nekat berlari menyeberang jalan ketika lampu lalu lintas masih berwarna hijau? Penjelasan tentang mengapa keadaan Alea sangat kacau? Dan penjelasan tentang maksud dari ucapan Alea yang meminta Rasya untuk membatalkan semuanya? Alya benar-benar membutuhkan penjelasan dari itu semua.

'Tuhan, tolong.'

♥♥♥

Mohon dukungannya :)

Singing in The Rain [REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang