TIGA PULUH SATU - END

12 2 0
                                    

Bang Aldi memasukkan ponselnya ke saku celana setelah mengakhiri panggilan telepon dengan seseorang yang ia lakukan beberapa saat lalu. Kemudian segera ia langkahkan kaki menghampiri bangkar adiknya. Kedua orang tua dan juga istrinya tengah memfokuskan pandangan sepenuhnya kepada Alya. Gadis yang terbaring di bangkar itu terus menggerakkan jari-jarinya pelan. Dan sudah dua kali ia membuka matanya, namun terpejam kembali seolah perekat yang ada di kedua matanya tak mengizinkan gadis itu untuk membuka mata.

Kedua kelopak mata Alya masih terus bergerak. Dokter yang datang berniat memeriksa keadaannya, namun dicegah oleh Bang Aldi. Kakak lelakinya itu yakin, Alya tengah berusaha untuk membuka mata. Dan ia juga yakin Alya pasti bisa. Dokter pun hanya bisa menurutinya.

Mata Alya terbuka untuk yang ketiga kalinya. Namun sama seperti sebelumnya, matanya kembali terpejam. Ibu Aulia menggenggam tangan putrinya itu dengan air mata yang sudah membanjiri wajahnya, "Alya, kamu bisa dengar Bunda, nak?"

"Ayo, Al, buka mata kamu. Kamu pasti bisa."

Bang Aldi terus mengintrupsi pendengaran Alya berharap adiknya itu membuka mata.

Kedua kelopak mata Alya yang terpejam terus bergerak cukup lama. Orang-orang yang ada di sekeliling bangkar menyaksikannya dengan penuh harap. Sederet doa terus mereka rapalkan dalam batin.

Sampai pada akhirnya Tuhan menjawab doa-doa mereka. Kedua mata Alya terbuka dan kali ini tidak terpejam kembali seperti sebelumnya. Ia benar-benar membuka matanya. Ia sudah berhasil membuka perekat yang sudah sekian lama menempel di kedua matanya itu. Tangis haru menghiasi ruang rawatnya saat ini.

Alya mengerjap beberapa kali sebelum ia mengedarkan pandangannya. Ia tolehkan kepalanya perlahan ke kanan dan ke kiri.

'Bunda...'

'Ayah...'

'Bang Aldi...'

'Mba Iren...'

Nama-nama itu hanya bisa Alya ucapkan dalam hatinya.

'Akhirnya aku bisa lihat kalian.'

Perekat yang ada di mata Alya tadi sepertinya berpindah ke bibirnya. Bibirnya itu menolak untuk bersuara sehingga ia hanya bisa membatin.

'Rasya...'

'Di mana dia?'

"Rasya lagi di jalan, Al. Sebentar lagi dia sampe." ucap Bang Aldi seolah mengerti apa yang Alya tanyakan

'Sebentar lagi?'

Alya kembali menatap orang-orang yang ada di sekelilingnya. Wajah khawatir mereka membuat Alya merasa bersalah. Dengan melihat mereka sekarang ini membuat Alya yakin bahwa mereka sangat menyayanginya. Tapi, ia sudah tidak punya banyak waktu. Ingin ia ucapkan rasa terima kasih kepada kedua orang tuanya yang telah melahirkan dan membesarkannya. Ingin ia ucapkan rasa terima kasih kepada Bang Aldi yang sudah menjaganya. Ingin ia ucapkan rasa terima kasih kepada Mba Iren karena telah hadir dalam keluarganya. Ingin ia ucapkan rasa terima kasih kepada Rasya karena telah menjadi seseorang yang sangat berarti baginya. Ingin ia memeluk mereka. Tapi, semua itu tidak bisa dilakukannya. Ia sudah tidak memiliki energi untuk sekedar bersuara. Tangan yang ingin ia gunakan untuk menggapai wajah keluarganya dan menghapus air mata mereka sangat berat untuk ia gerakan.

Alya sudah tidak kuat.

'Ayah, Bunda, Bang Aldi, Mba Iren, dan Rasya, aku harap kita bisa bertemu kembali di kehidupan selanjutnya.'

Mata Alya terpejam seiiring dengan sebulir air yang mengalir dari sana dan dengan senyuman indah yang menghiasi wajahnya.

Bersamaan dengan terpejamnya Alya, mesin ventilator yang ada di samping bangkarnya berbunyi nyaring dengan garis horizontal yang terlihat di sana.

Singing in The Rain [REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang