Tidak ada yang bisa Rasya lakukan selain terus merutuki dirinya sendiri ketika ia melihat gadis yang ia cinta tergeletak nahas di jalanan beraspal dengan cairan merah yang terus mengalir dari kepalanya. Hanya ada beribu perandaian yang memenuhi pikiran Rasya saat ini. Andai ia tidak membiarkan gadis itu pergi sendirian, andai ia yang pergi untuk membeli camilan itu, andai ia ikut bersama gadis itu, mungkin kecelakaan itu tidak akan terjadi. Namun, nasi sudah menjadi bubur. Semua sudah terjadi dan penyesalan sepenuhnya dirasakan oleh Rasya.
Orang tua gadis yang sekarang ini tengah ditangani dokter di ruang operasi begitu terpukul mendengar kabar bahwa putri tercintanya mengalami kecelakaan. Air mata yang membanjiri wajah kedua orang tuanya ketika datang ke rumah sakit ini membuat penyesalan yang Rasya rasakan berkali-kali lipat lebih dalam menggerogoti dirinya. Pukulan yang dilayangkan kakak lelaki dari gadis itu hingga membuat sudut bibir Rasya mengeluarkan darah belum seberapa dibanding rasa sakit yang dirasakan keluarganya. Rasya merasa ia pantas mendapat lebih dari sekedar pukulan yang hanya melukai sudut bibirnya.
Dimintai penjelasan oleh keluarganya, Rasya menceritakan semua kejadian hari ini yang melibatkan putri mereka dalam kecelakaan. Rasya hanya menceritakan penyesalan yang ia rasakan yang seharusnya tidak membiarkan gadis itu pergi seorang diri. Ia tidak tahu kronologi kecelakaan itu seperti apa karena ia tidak ada di tempat kejadian. Saksi dari kecelakaan itu sudah ikut bersama anggota kepolisian untuk dimintai kesaksiannya. Pun dengan pelakunya. Rasya ikut bersama para medis yang membawa gadis korban kecelakaan itu ke rumah sakit yang sekarang ini menanganinya. Rasya tidak tahu harus bagaimana selain terus meneteskan air mata ketika menceritakan semua itu kepada Pak Radika, Ibu Aulia, dan Bang Aldi yang merupakan keluarga dari Alya, gadis korban kecelakaan itu.
Mereka menyadari bahwa mereka tidak bisa sepenuhnya menyalahkan Rasya atas kejadian itu. Itu pilihan Alya. Gadis itu yang memilih untuk pergi membeli camilan. Gadis itu yang memilih untuk menghampiri seekor kucing di tengah jalan hingga kecelakaan pun tidak bisa dihindari. Semua itu pilihan Alya, dan mereka tidak seharusnya mengklaim bahwa Rasya bersalah. Pak Radika dan Ibu Aulia mengerti akan semua itu. Bagaimana pun juga Rasya sama terpukulnya seperti mereka.
Bang Aldi mengajak Rasya untuk berbicara. Rooftop rumah sakit menjadi pilihan mereka untuk berbincang. Semilir angin malam membuat rambut keduanya bergoyang mengikuti arah angin berhembus. Tatapan keduanya kosong menatap kerlipan lampu-lampu kendaraan di bawah sana.
"Gue baru dapat kabar dari pihak kepolisian." ucap Bang Aldi membuka pembicraan.
"Pengemudi mobil itu mabuk. Dan gue minta pihak kepolisian buat ngasih hukuman seberat-beratnya kepada si pelaku."
Rasya tertawa sinis, "Dia harus dihukum mati karena udah buat nyawa orang terancam."
Bang Aldi menghela napas, "Orang yang jadi saksi ngasih kesaksiannya. Dia lilhat Alya ngambil kucing yang ada di tengah jalan. Dari CCTV yang ada di minimarket, kucing itu kelihatan kesakitan. Alya nyamperin kucing itu dan kecelakaan pun terjadi."
Air mata Rasya perlahan turun membasahi pipinya ketika mendengar penuturan Bang Aldi.
"Di mana lagi lo bisa nemuin gadis berhati malaikat kayak Alya? Dia mempertaruhkan nyawanya hanya untuk menolong seekor kucing. Harusnya lo gak ngebiarin dia pergi sendiri. Harusnya lo ikut sama dia. Harusnya lo jaga dia, Sya." ucap Bang Aldi seiiring dengan air mata yang perlahan mengalir dari matanya.
Rasya mencengkeram pagar pembatas di depannya dengan isakan yang berubah menjadi tangisan penuh sesak. Perkataan Bang Aldi bagaikan jarum raksasa yang menusuk dadanya, "Maaf, Bang. Gue minta maaf..."
Tangisan Rasya menjadi backsound di dinginnya malam ini. Tangisan yang begitu memilukan.
Bang Aldi menghapus air matanya dan menepuk pelan pundak Rasya, "Tapi kembali lagi. Itu pilihan Alya. Gue gak bisa sepenuhnya menyalahkan ini pada lo. Jangan salahin diri sendiri. Ini bukan salah lo. Ini kecelakaan."
Tangisan Rasya tak kunjung mereda dan malah semakin jadi. Ia tidak bisa menahan rasa sakit di dadanya. Ia tidak bisa membayangkan bagaimana jika hal buruk terjadi pada Alya. Jika hal itu terjadi, ia yakin tidak akan bisa memaafkan dirinya sendiri.
***
Satu minggu setelah kecelakaan yang menimpa Alya, membuat Rasya tidak bisa fokus dengan pekerjaannya. Ia menjadi lebih banyak diam, duduk dengan tatapan kosong di meja kerjanya, dan pernah beberapa kali pulang lebih awal hingga membuat para pegawai di kantornya bertanya-tanya apa yang terjadi dengan atasannya itu. Dan selama satu minggu itu pula, Alya tak kunjung menunjukkan tanda-tanda akan membuka mata.
Operasi yang dilakukan saat gadis itu kecelakaan berjalan dengan lancar walaupun pihak medis yang menanganinya saat itu mengalami sedikit kesulitan karena pendarahan di kepala Alya tidak bisa berhenti. Benturan keras di kepala Alya saat kecelakaan itu membuat fungsi otaknya terganggu dan dokter berkata kemungkinan Alya mengalami cedera kepala traumatik yang disebabkan oleh benturan keras itu, dan bisa menyebabkan kematian. Pak Radika, Ibu Aulia, dan Bang Aldi yang medengarnya pun tak henti-hentinya meneteskan air mata. Begitu pun Rasya. Ia terus memikirkan kemungkinan buruk yang akan terjadi pada Alya hingga rasa bersalah kembali meggerogoti dirinya.
Setelah jam kerjanya selesai atau setelah ia meninggalkan kantor, Rasya selalu datang ke rumah sakit untuk melihat Alya, berharap gadis itu membuka mata agar ia bisa mengutarakan kesalahannya. Namun, sesering apa pun Rasya datang, Alya hanya terbaring dengan berbagai alat penopang kehidupan yang tidak Rasya mengerti. Seperti sekarang ini. Rasya hanya bisa duduk di samping bangkar Alya sembari terus memperhatikan gadis itu, dan melanturkan kata-kata yang tentu saja tidak akan didengar oleh Alya.
Tangan Rasya terangkat menggapai tangan Alya yang terbebas dari selang infus, "Al, aku rindu sama kamu. Kapan kamu mau buka mata? Aku mau dengar nyanyian kamu lagi, Al. Jadi, tolong..." lirih Rasya
Tidak bisa dibendung lagi, air mata Rasya tumpah seiring dengan isakan yang keluar dari bibirnya, "Buka mata kamu, Al."
Ibu Aulia yang diam-diam memperhatikan Rasya lewat kaca yang ada di pintu ruang rawat Alya turut meneteskan air mata. Ia tahu betul seberapa besar cinta dan rasa sayang Rasya pada putrinya itu. Ia sangat mengerti jika Rasya merasa terpukul dengan kecelakaan yang menimpa Alya, dan ia juga mengerti jika Rasya terus menyalahkan dirinya sendiri atas kecelakaan itu. Karena Rasya mencintai dan menyayangi Alya. Ia tahu itu.
Setelah cukup lama Rasya di dalam ruang rawat Alya, Ibu Aulia menghampirinya dan memintanya untuk pulang karena Rasya terlihat butuh istirahat. Rasya pun menurutinya. Ia berjalan keluar dari ruang rawat Alya dan melangkah menuju tempat sedannya terparkir sebelum akhirnya menancap gas menuju kediamannya.
Sampai di kediamannya, Rasya disambut oleh kakaknya yang beberapa saat lalu mengabarinya jika ia sudah sampai di Jakarta. Raska menatap kedatangan adiknya dengan prihatin. Wajah adiknya itu terlihat sangat lusuh. Belum lagi lingkaran hitam di bawah matanya yang Raska yakini adiknya itu terlalu banyak menangis, membuatnya merasa kasihan. Raska mengerti dengan apa yang Rasya rasakan. Kabar tentang kecelakaan Alya yang ia dengar dari Rasya satu minggu lalu, membuat ia menyiapkan segala sesatunya untuk terbang ke Jakarta. Saat itu hanya satu yang Raska khawatirkan. Isak tangis dari Rasya ketika ia menerima panggilan telepon dari lelaki itu untuk memberi tahu prihal kecelakaan Alya membuat ia tidak bisa memikirkan apa pun selain datang ke Jakarta dan menemui adiknya.
Rasya menatap kakaknya dengan wajah berlinang air mata. Dan Raska mengerti, adiknya itu butuh dukungan, adiknya itu butuh tempat untuk bersandar. Ia menghampiri Rasya lantas membawa lelaki itu ke dalam pelukannya, membiarkan Rasya menangis sepuasnya di sana sembari terus membisikan kata yang mungkin bisa menenangkan lelaki itu.
"Lo gak salah, Sya."
***
Mohon dukungannya :)
KAMU SEDANG MEMBACA
Singing in The Rain [REVISI]
ФанфикMerdu.... Suara merdu itu membuat Rasya sangat menantikan hujan. Indahnya lantunan lagu yang dinyanyikan oleh Alya, senada dengan suara air hujan yang mengenai permukaan. Ketika menantikan apa yang Rasya nantikan, timbul kekhawatiran yang teramat s...