Hujan yang mengguyur ibu kota malam ini, menemani Rasya dalam kesunyian ruangan yang ia masuki. Tatapannya kosong menatap air hujan yang terus turun dibalik jendela putih di hadapannya. Jika dulu hujan adalah hal yang paling Rasya tunggu, karena dengan turunnya hujan, suara merdu dari gadis yang ia cinta akan terdengar di telinganya. Namun sekarang, hujan adalah hal yang sangat menyakitkan bagi Rasya. Bagaikan ribuan jarum yang menghantam tubuhnya, ia sudah tidak tahu lagi harus bagaimana ketika rasa bersalah terus menghinggapi dirinya.
Suara merdu yang selalu membuatnya tergoda, tidak terdengar lagi. Sudah satu bulan pemilik suara merdu itu masih terbaring di bangkar rumah sakit dengan bibir yang mengatup rapat dan seolah ada perekat di kedua matanya yang membuatnya enggan terbuka.
Rasya menghampiri Alya, duduk di kursi yang ada di samping bangkarnya, lalu menggenggam tangan mungil gadis itu untuk memberikan kecupan lembut di sana, "Al, sekarang udah bulan Oktober. Bulan waktu pertama kali kita ketemu. Lagu You Are the Reason yang kamu nyanyikan dua tahun lalu di depan toko kue, gak pernah bisa aku lupain..."
"Suara merdu kamu yang diiringi suara hujan adalah satu kesatuan paling indah yang pernah aku dengar. Untuk pertama kalinya aku jatuh cinta pada seseorang hanya dengan mendengar suaranya..."
Satu tangan Rasya terangkat mengusap wajah pucat Alya. Ia gerakan ibu jarinya dengan perlahan di sekitaran kening gadis itu. Menyakitkan. Melihat Alya sekarang ini membuat dadanya sesak hingga ia tidak bisa membendung air matanya.
"Kamu orang pertama yang narik tangan aku nerobos hujan untuk menenangkan keadaan buruk yang aku alami. Kamu satu-satunya orang yang ngerti keadaan aku..."
Isakan keluar dari bibir Rasya seiiring dengan air matanya yang terus mengalir, "Tapi aku..."
"Aku malah buat kamu terbaring di sini. Aku minta maaf, Al... Maaf..."
Tangisnya pecah. Rasya tidak bisa lagi menahan semua emosi yang bersarang di hatinya. Ia menangis sekencangnya sembari menggenggam erat jemari Alya.
"Aku mohon buka mata kamu, Al..."
Empat orang yang mengawasi Rasya di balik pintu ruang rawat Alya tidak mampu mengeuarkan kata-kata ketika menyaksikan keterpurukan dari lelaki itu. Ketika Rasya datang menjenguk, kedua orang tua Alya membiarkannya berdua dengan Alya di ruang rawat putrinya itu, karena mereka merasa bahwa Rasya membutuhkan waktu berdua dengan Alya. Pak Radika merangkul istrinya yang sudah entah sejak kapan mengeluarkan tangisannya. Ia membawa sang istri duduk di kursi yang ada di luar ruang rawat Alya, berusaha untuk menenangkannya. Mba Iren yang ada di samping Bang Aldi mengusap lengan suaminya itu sebelum menghampiri kedua mertuanya. Bang Aldi yang masih terus memperhatikan Rasya di dalam sana menghela napas lantas menghampiri kedua orang tua dan istrinya.
"Bunda..." lirih Bang Aldi
Ibu Aulia mengangkat tangan untuk menghapus air mata yang membasahi wajahnya dan berusaha menghentikan tangisannya, "Bunda ngerti perasaan Rasya. Bunda sangat paham dan Bunda yakin Rasya lebih terpuruk dari siapa pun. Rasya merasa bersalah dengan apa yang menimpa Alya, karena dia ada di sana. Dia ada bersama Alya..."
"Tapi Rasya gak boleh terus menyalahkan dirinya sendiri. Bunda gak mau lihat Rasya terus seperti itu..."
Ia menatap suami dan anak sulung serta menantunya dengan tatapan khas seorang ibu, "Kita harus meyakinkan Rasya bahwa dia gak salah dan ini bukan salah dia. Walau bagaimana pun, ini jalan takdir yang harus Alya terima. Rasya gak boleh menyalahkan dirinya atas takdir yang sudah Tuhan tulis."
Selang beberapa menit, Rasya keluar dengan wajah tak karuan. Rasya sangat kacau. Itu yang dipikirkan keempat orang yang ada di luar ruang rawat Alya. Ibu Aulia menghampiri lelaki itu dan memberikan pelukan hangat untuk menenangkannya. Pak Radika pun turut menepuk pelan pundak Rasya untuk memberi dukungan kepada lelaki itu. Setelah dirasa tenang, Bang Aldi membawa Rasya ke kantin yang ada di lantai dasar rumah sakit walaupun Rasya sempat menolak. Bang Aldi tahu jika pola makan Rasya tidak teratur karena tubuh lelaki yang ada tiga tahun di bawahnya itu terlihat semakin kurus satu bulan terakhir ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Singing in The Rain [REVISI]
FanfictionMerdu.... Suara merdu itu membuat Rasya sangat menantikan hujan. Indahnya lantunan lagu yang dinyanyikan oleh Alya, senada dengan suara air hujan yang mengenai permukaan. Ketika menantikan apa yang Rasya nantikan, timbul kekhawatiran yang teramat s...