Part 3-A

6.3K 630 126
                                    

Kyuhyun melongo seketika. Ah, tidak, tercengang lebih tepatnya. Kedua bola mata pria itu melebar, berikut dengan mulutnya yang terbuka. Kalimat itu, kalimat macam apa itu? Apa yang gadis di depannya itu sedang coba katakan?

"Dokter Cho..."

Dan mata Kyuhyun pun mengerjap, seiring dengan masuknya lirihan lembut itu ke dalam rongga pendengarannya. Masih dengan menatap Ji Ahn, bahkan dengan tatapan tak percaya, Kyuhyun masih terdiam pula. Entah kenapa, sejenak pria itu merasa kebingungan.

"Ini..."

Kepala Kyuhyun sedikit menunduk, membuat pandangannya jatuh pada tangan rapuh yang menyodorkan secarik kertas serta sebuah pena ke arahnya. Hingga kemudian, ketika mulai bisa mencerna segalanya, raut wajah pria itu tidak lagi kebingungan sebelumnya, melainkan kesal. Ya, ia bahkan menatap tidak suka secarik kertas di sana.

"Ini..." Dengan memberanikan diri serta sangat hati-hati, perlahan tangan Ji Ahn bergerak ragu, meraih tangan Kyuhyun. Kemudian ia seakan memaksa pria itu untuk meraih secarik kertas dan pena di tangannya, untuk digenggam oleh pria itu. "Terima dan tulislah-"

"Bukankah sudah kukatakan untuk tidak memikirkan atau bahkan mengkhawatirkan perkara biaya?"

Gerakan tangan Ji Ahn berhenti seketika, nampak menegang dan kaku, bahkan sebelum niatnya terlaksana sepenuhnya. Ya, kalimat dengan nada dingin itu yang membuatnya seperti itu. "Ah, aku hanya-"

"Lagipula kau sedang tidak berdaya sekarang, dan kau berkata akan berusaha keras untuk membayarnya?" Celetukan yang mengandung kalimat tanya itu terdengar sedikit menyakitkan. Bahkan, tanpa Ji Ahn sadari, Kyuhyun menatap gadis itu dengan dahi mengerut serta raut wajah yang terlihat sedikit merendahkan. "Yang benar saja, Nona Yoon!"

Ya, yang benar saja, mustahil sebenarnya. Setiap orang awam yang hanya mampu menonton kondisi Ji Ahn saat ini pasti akan setuju dengan setiap kalimat yang dilontarkan Kyuhyun. Hanya saja, kali ini yang berada di hadapan pria itu adalah Yoon Ji Ahn sendiri, gadis yang memilih untuk optimis meskipun harapannya hampir selalu tidak ada, sama sekali.

Sesaat Ji Ahn memejamkan matanya rapat-rapat serta mengambil nafas dalam. Namun detik berikutnya, kembali ditatapnya kedua bola mata Kyuhyun, membuat pria itu dapat melihat jelas pancaran terluka di kedua bola matanya. "Dokter Cho, apakah aku benar-benar tidak akan bisa sembuh?"

Lagi, keterkejutan kembali menghampiri Kyuhyun, membuat kedua bola matanya kembali terbuka lebar. "A-apa?"

Ji Ahn tersenyum tipis. "Kau berkata seakan-akan aku tidak akan bisa membayar hutangku, seakan-akan aku tidak akan memiliki waktu untuk berusaha keras. Jadi kusimpulkan, waktuku memang tidak lama lagi, hingga kau bahkan menolak mentah-mentah dan pesimis jika aku bisa berusaha meski dengan kondisiku yang semakin parah."

"Apa? Bu-bukan itu maksudku!" Berusaha menampik, bahkan dengan gelagapan, kalimat Ji Ahn benar-benar di luar pemikiran Kyuhyun. Karena, sungguh, bukan itu maksudnya. Meskipun sebenarnya memang ragu jika Ji Ahn akan dapat membayar ganti atas uang yang ia keluarkan untuk biaya rumah sakitnya, namun bukan alasan itu yang membuat Kyuhyun meragukannya. "Kondisimu sedang tidak cukup baik. Jadi aku tidak ingin kau memikirkan perkara biaya yang hanya akan membuat kondisimu semakin memburuk. Itu saja. Kenapa kau jadi berpikir sejauh itu, hah?"

"Kenapa? Kenapa kau masih bertanya?" Ji Ahn justru melemparkan pertanyaan balik pada Kyuhyun. "Bukankah berpikir sejauh itu adalah sebuah hal sederhana yang selalu dipikirkan oleh penderita kanker sepertiku? Menurutmu berapa lama lagi pasien penderita kanker stadium akhir bisa bertahan?"

Glek.

Berapa lama lagi, Kyuhyun benci pertanyaan itu. Meskipun sudah sering mendengarnya, namun Kyuhyun tetap benar-benar tidak suka. Kenapa harus bertanya demikian? Seakan-akan para penderita kanker itu, termasuk Ji Ahn, seakan mereka sangat pesimis dengan hidup mereka.

In The End...Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang