DarkSide

12 8 4
                                    

Rin POV

Gemericik air menghilangkan ketenangan dalam tidurku. Aku mengerjap-kerjapkan mataku untuk membenarkan penglihatan yang buram ini.

"Ahahaha.. Ahahaha..." seorang gadis kecil tertawa riang mendekat kearahku.

"Hey tunggu! Kau nanti terjatuh!"
Teriak seorang lelaki yang terlihat lebih besar darinya.

"Kejar aku kak! Kejar! Ahahahaha.."

"Rin!"

Blash!

"Akh!" aku terpekik, udara di sini tiba-tiba sesak dan tempat ini menjadi gelap.

"Aaaaaaaaaaaaaaaaaa!!!!!" suara seorang gadis kecil itu terdengar nyaring ditelingaku.

Kenapa ia? Dan udara ini? Kenapa? Aku segera bangkit, dengan nafas yang terengah-engah aku berjalan keluar.

"Krisan me-rah?"

Kakiku melemas, tak sanggup untuk berdiri.

Nee, bagaimana? Sedikit ingat tentang siapa lelaki itu?

Seseorang bergelayut dipundak lelaki yang tak asing bagiku.

"Okaa-chan...."

Pandanganku beralih pada gadis kecil itu.

"La ri lah." kata wanita yang terduduk di sebelah gadis itu terbata-bata karena darah terus mengalir dari mulut dan perutnya yang tertancap sebilah pisau.

Sedangkan pria yang tubuhnya tidak begitu penuh dengan otot tersungkur didepan mereka.

"O ya.. Indah bukan karya seniku?" kata seorang pria lain yang kini menjambak rambut pria yang tersungkur itu.

"Otou-chan.."

Meski dalam kegelapan aku bisa melihat raut wajah ketakutan dari anak itu.

Dug! Brak!

Lelaki lain yang mungkin seumuran dengannya kini ditendang hingga menabrak pagar.

"Onii-chan!" teriak gadis kecil itu.

Berapa umur mereka? 9, 10, 11, mungkin? Aku bingung, kenapa tak ada satu orangpun datang membantu? Kenapa?

Ha? Kenapa? Kau tahu bukan? Kenapa ini terjadi?

Lagi-lagi wanita aneh itu menampakkan dirinya dan ku acuhkan begitu saja karena kaki hingga mulutku begitu kaku.

"Otou-chan, okaa-chan,onii-chan..." Gumam gadis itu tapi dengan nada yang berbeda.

Aku terbelalak saat baru menyadari bahwa tangannya memegang sebilah pisau.

"Jangan!" teriakku memecah suasana aneh itu, namun segera kusadari tak ada satupun yang mendengar.

Perempuan yang menurutku masih anak-anak itu menancapkan pisau di lengan lelaki itu dan menarikknya secara horizontal hingga pisau yang tadi dipegang pria itu jatuh. Si pria dengan refleksnya menendang gadis (kecil) itu.

"Bajuku kotor, ibu nanti akan marah."

Aku diam membisu menatap pemandangan yang tak asing bagiku. Pria itu menghampiri  gadis kecil itu tanpa ampun ia menginjak perut gadis itu hingga keluar darah, namun wajah gadis itu tidak berubah.
.
.

"Okaa-chan, gomennasai gomennasai gomennasai gomennasai gomennasai." gadis itu menyayat kaki pria yang menginjaknya. Pria itupun terjatuh. Entah intimidasi apa yang dilakukan gadis itu padanya hingga tubuhnya mendadak lemas.

Kini gadis kecil itu berada diatas si pria dan menancapkan dua pisau tepat dilengan satunya pria itu.

Aku diam, aku kembali mencerna kejadian janggal dihadapanku. Seorang gadis berusia sekitar 10 tahunan mempunyai tenaga yang tak wajar untuk dirinya. Sungguh aku tak bisa bergerak sedikitpun.

"Paman, maukah ku perlihatkan sesuatu yang indah? Sesuatu yang tak dimiliki siapapun?"

Gadis kecil itu menyibakkan rambutnya sehingga terlihat wajahnya tidak, namun matanya.

"Sangat indah bukan? Mata ini?"

Dia diam aku juga. Mata itu, merah dan kuning. Sama seperti mata Aka dan Kii. Tapi, kenapa?

"Uhuk-uhuk!" pria itu kembali dalam kesadarannya. Entah apa yang tadi ia pikirkan, namun dengan sekuat tenaga ia menjauhkan anak itu darinya. Lengan-lengannya yang tersobek menyebarkan rasa perih dari darah yang keluar.

Anak itu tidak melawan tidak juga bergerak. Dia menundukkan kepalanya.

Ya, tidak mungkin aku tidak mengenal kejadian itu.
.
.
.
.
Pandanganku kabur dan kini aku terdampar pada ruangan putih pucat bersama dua orang berdiri dihadapanku.

'Kau tahu kenapa itu terjadi?' tanya seorang yang disebelah kanan.

"Tidak." jawabku dengan rasa putus asa. Ya, aku mengenalnya bagaimana bisa aku tak mengenalnya? Kejadian yang nerenggut orang tuaku? Kejadian yang membuat kakak menderita karena diriku?!

'Tidak mungkin!' sambar perempuan yang ada dikiri.

'Kau itu cacat! Jika saja kau tetap diam dikamar, orang tuamu- tidak, orang tua kita tidak akan mati!' lanjutnya tanpa memikirkan betapa tak pahamnya diriku akan hal yang mereka katakan.

"Apa maksudmu?!" aku sedikit meninggikan suaraku.

'Bukannya kau sendiri yang mengajak iblis psikopath itu datang dan tinggal dirumah kita?!'

'Dan kau sekarang tanpa merasa berdosa berdiri diatas mayat dari orang yang kau tumbangkan.'

"Kenapa kalian berkata seperti itu?"

'Enak ya, lupa ingatan itu.'

Tidak, aku tidak lupa ingatan. Aku mengingatnya sangat mengingatnya, namun apa yang harus aku lakukan? Aku, aku tidak ingin mengingat ataupun mengulanginya.  Mereka berbalik dan aku melihat diriku pada mereka, hanya saja mata itu milik Kii dan Aka.

'Dosa dimasa lalu.'

'Kenangan menyedihkan.'

'Mimpi buruk.'

'Cih, dengan mudahnya kau melupakan itu! Sedangkan kami?! Ha? Raga kosong sepertimu seharusnya sirna 5 tahun yang lalu!'

Suara mereka bersahutan memperburuk pendengaranku saja. Tapi apa maksud dari perkataan mereka? Aku bukan raga kosong, aku sadar akan apa yang aku lakukan. A aku bukan raga kosong.

"Rin!" suara Raka menyadarkanku, sekarang aku dimana lagi?

"Rin kau sudah sadar?"

"Berisik! Diam! Rin baru sadar! Tidak usah kedalam! Biar aku dan Raka saja!"

Ha? Bukannya malah dia yang berisik? Aku tadi mimpi ya? Sungguh seperti nyata.

"Rin, kau jangan banyak bicara atau pun bergerak. Kau diam dulu. Sebentar lagi Dokter Doni akan datang, jadi diamlah." Raka mengusap dahiku pelan. Ah kelembutan ini, dia kakak yang baik ya.

Tak lama kemudian, dokter yang dipanggil 'Doni' itu datang bersama asistennya. Ia memeriksaku layaknya aku punya penyakit yang serius. Raka juga terlihat sangat khawatir.
Oi, apa separah itukah kondisiku?

"Perkembangan yang cukup signifikan dari semalam. Saya rasa indranya sudah kembali normal. Tapi saya sarankan agar ia tetap istirahat selama lima hari kedepan untuk menstabilkan kondisi badannya dan juga emosinya." kata dokter itu.

Rumah sakit jiwa ya? Kurasa sudah lama sekali aku tidak berkunjung ditempat ini.

***

Another Self : In The Shadow Of The PastTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang