Cerita Sore Itu

12 3 2
                                    

Gina syak terhadap Maria hanya karena gadis bertubuh mungil itu terus menjahilinya. Setiap kata yang keluar dari bibir teman yang hampir selama 1 tahun ini bersama dengan dirinya. Sejujurnya bukan hanya Maria saja bahkan keempat teman lainnya pun begitu. Pasalnya mulut mereka sangat manis serupa dengan ucapan para pria.

Sama seperti hari ini, ketika senja mulai menyapa dan letih mulai menggerogoti tubuh, gadis bersurai hitam itu tidak henti mengeluarkan omong kosong yang terdengar menyebalkan. Seandainya jika ia bukan teman, mungkin sudah sejak lama Gina akan membuangnya jauh-jauh.

"Stop, Mar! Ocehanmu tidak penting," usik Silvia, si gadis keturunan tiongkok itu sambil menaruh tangannya di depan bibir. Ia terlihat begitu kesal.

"Sil. Sil." Dia memanggil Silvia.

Silvia hanya menoleh dengan wajah sepolos mungkin. Atau lebih tepatnya memasang wajah bloon seperti biasa.

"Kayaknya bentar lagi bakalan gelap deh," ujarnya dengan sangat tidak berfaedah. Gina sampai memutar bola matanya. Cukup jengah dengan sikap gadis itu. Rasanya ingin menimpuknya dengan buku-buku yang sedaritadi ditentengnya.

"Loh? Kenapa?"

Seketika suasana terdiam sejenak. Tidak lama memang. Karena sekitar 0,5 detika kemudian lima manusia itu malah tertawa terbahak-bahak. Ditambah lagi tampang bloon itu menyambut mereka.

"Sil, ini sudah jam lima sore. Dan kamu masih mempertanyakan kenapa bentar lagi akan gelap?" tanya Gina setelah menyelesaikan tawanya. Sisa tawa itu jelas seolah menggambarkan bagaimana ia merasa terhibur atau justru menyesal.

Ah, kadang memang Gina patut mempertanyakan alasan mengapa mereka bisa berteman sedekat ini. Biarkan waktu saja yang menjawab.

31 DAYS WRITING CHALLENGE 2018Where stories live. Discover now