Sudah Biasa

4 1 0
                                    

"Ica mana?"

"Perlop."

"Kenapa?"

"As always."

"Lagi?"

"Iya."

Dan Fani hanya bisa melengos tidak tahu arah. Ia sudah lemas mendengar jawaban Hari tentang teman sedivisinya itu. Dalam sebulan ini bisa dikatakan dia perlop hampir dua kali. Itupun tidak dengan waktu yang sebentar.

Kadang suka kesal tapi di sisi lain, Fani tidak bisa memungkiri hatinya yang merasa iba. Lebih tepatnya khawatir. Ia pernah menyuruh rekannya itu untuk mencek lebih dalam ke dokter spesialis. Takut-takut ada yang salah. Toh, tidak ada ruginya juga jika harus mengecek.

Tapi ia tetaplah ia. Tidak akan berubah dan tidak juga mau mendengarkan ucapan orang lain.

"Halo," sapa Fani setelah duduk dan mengambil ponselnya. Kemudian mendial nomor yang setiap bulan selalu ia telepon.

Tidak menunggu lama, suara semberang menjawab. "Satu buket bunga krisan untuk nona bernama Gina?"

See? Bahkan tukang bunga saja sampai hafal.

Ah, sudahlah.

FIN~

31 DAYS WRITING CHALLENGE 2018Where stories live. Discover now