Tahu apa yang kadang buat aku betah berbicara dengan dia? Sesosok pria berkacamata dengan tubuhnya yang sedikit menjulang tinggi berkulit putih dan memiliki rambut pendek namun terlihat normal itu menjadi alasannya. Selain itu obrolan kita itu bermakna. Bukan sekedar rapik semata. Lucu memang. Karena aku bisa merasa senyaman ini saat berbicara dengan orang asing.
"Kenapa tersenyum?" tanyanya dengan suara ngebass yang entah kenapa terlihat begitu mempesona.
Aku terdiam sejenak. Senyuman lebar itu belum juga hilang. Bahkan rasaku semakin lebar seiring dengan tatapan matanya yang tulus.
Aku berdehem sejenak. "Sejujurnya aku masih heran kenapa bisa kenal orang seperti kamu." Itu jawaban jujur.
"Seperti aku?"
Ada kernyitan yang menurut aku lebih membuat dia seratus kali lebih tampan. "Iya. Kamu."
"Memang aku kenapa?"
"Kamu..." Sejenak aku tidak tahu harus menjelaskan apa sampai aku hanya diam sejenak lalu nyengir. "...ya kamu."
Dia menggeleng. Lalu tangannya mengelus puncak kepalaku. "Ada-ada aja." Walau begitu, dia pun ikut tersenyum. Senyum yang membuat aku merasa lebih lebih hidup. Karena dia memang hidupku. Si segalanya.
Fin~
Rapik : omong kosong
YOU ARE READING
31 DAYS WRITING CHALLENGE 2018
AléatoireIni challenge untuk menulis selama 31 hari. Dengan beberapa ketentuan seperti berikut. 1. Menulis sebuah drabble, cerita bersambung, puisi ataupun jenis karya sastra lainnya. Dengan jumlah kata 100-300 kata. Tidak boleh lebih ataupun kurang. 2. Kary...