22 - Trust Me

55.3K 4.4K 107
                                    

I'ma make you love me
Baby, do you trust me?
Do you trust me?
Baby, do you trust me?
Baby, do you trust me?

Danielle Bregoli - Trust Me
.
.

Sisa libur lebaran hanya tinggal beberapa hari lagi, Andara memanfaatkan waktu yang sempit itu untuk membersihkan rumah. Belum lagi persiapan mendaki Gunung Sindoro bersama Teknik Arsitekur Angkatan 2016, yaitu angkatan Gino. Kegiatan mendaki gunung memang sudah jadi tradisi turun temurun dari jurusan itu. Awalnya wanita itu merasa enggan, karena takut tidak sanggup dan malah merepotkan yang lain. Akan tetapi, suaminya bersikukuh mengajaknya untuk tetap ikut.

"Wajib dicoba sekali seumur hidup," kata Gino waktu itu.

Mulut Andara menganga lebar saat melihat Gino dan Andre memasuki ruang tamu dengan membawa dua tas carrier besar, sleeping bag dan tenda. Wanita itu yang sedang membersihkan lemari kaca menghentikan aktifitasnya dan menghampiri mereka.

"Nanti bawa tas gede kayak gitu?" tanya Andara horor. Membayangkan tubuh kecilnya menggendong tas yang hampir sebesar badannya membuat punggungnya linu.

Andre tertawa melihat reaksi kakaknya. "Ya, iyalah Kak! Terus, mau bawa koper gitu ditarik?"

"Emang bisa?" tanya Andara dengan bodohnya.

Kali ini Gino tidak bisa menahan tawanya. Ia mengacak-ngacak rambut istrinya. "Bisa, kalau jalur pendakiannya udah diaspal." Lelaki itu dihadiahi cubitan di perut karena menggoda Andara. "Aku nggak bakal biarin kamu bawa yang seberat ini lah Bunny. Kalau kamu makin pendek, nanti dikira aku bawa keponakan kalau lagi jalan sama kamu."

"Bodo, ah! Terserah kalian!" Andara mengambil kain lap yang digunakan untuk membersihkan lemari kaca dan pergi ke dapur. Ia meninggalkan lemari kaca yang belum bersih sempurna.

***

Pukul delapan malam, Andara dan Gino menikmati malam mereka yang tenang dengan menonton acara talk show komedi di ruang keluarga. Lelaki itu tampak kelelahan karena dari tadi siang bolak-balik mempersiapkan peralatan mendaki gunung bersama Andre. Gino dengan nyaman menggunakan paha istrinya sebagai bantal dan menikmati pijatan lembut di kepalanya.

"Kalau gini udah capek, masa kuat naik gunung?" tanya Andara.

"Aku tiap tahun loh Bunny naik gunung!" kata Gino. "Sekarang malah tiap malem."

Andara menjentikkan tangannya di kening Gino, membuat lelaki itu menjerit. "Kalau ngomong jangan ceplas-ceplos!"

"Mumpung belum ada anak bisa bebas," kekeh Gino. "Bayangin Bunny, kita punya anak, karena kamu harus ngajar, aku bawa bayi kita ke kampus."

Andara tiba-tiba merasa tidak enak saat Gino menyinggung mengenai anak. Ia ingin membicarakan mengenai niatnya menunda momongan pada sang suami. Namun, wanita itu tidak yakin, karena Gino terlihat sangat menantikan kehadiran anak pertama mereka. Tanpa disadari Andara menghela napas panjang, membuat sang suami mendongak dan menatapnya dengan heran.

"Kenapa?" Andara membuka mulutnya untuk menjawab, tapi menutupnya kembali. Gino menyadari perubahan raut wajah istrinya yang menjadi pias, lalu bangun untuk duduk. "Kamu ada masalah?"

Andara mengambil napas dalam-dalam sebelum memberanikan diri untuk membuka pembicaraan yang selama ini ia hindari. "Gino, jadi gini, umur kamu baru dua satu, 'kan?" Lelaki itu mengangguk. "Ehm, gimana kalau kita nunda punya anak dulu gitu, sampai nunggu kamu lulus."

Kedua alis Gino bertahutan setelah mendengar perkataan istrinya. "Kenapa nunggu aku lulus?"

"Ya ... karena kamu masih kuliah, nanti kalau ada anak pas kamu lagi sibuk tugas akhir, skripsi, itu bakal repotin kamu banget. Ngurus anak itu nggak gampang," jelas Andara.

Not So Husbandable [REPOST]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang