12 - Meant To Be

59.3K 4.5K 89
                                    

If it's meant to be, it'll be, it'll be
Baby, just let it be
If it's meant to be, it'll be, it'll be
Baby, just let it be
So, won't you ride with me, ride with me?
See where this thing goes
If it's meant to be, it'll be, it'll be
Baby, if it's meant to be

Bebe Rexha - Meant To Be

.

.

Takdir itu konyol. Meniadakan yang ada. Menjauhkan yang dekat. Mengubah tawa menjadi duka, menghilangkan bahagia menjadi lara. Itu yang dipikirkan Gino dulu, saat ayahnya tiba-tiba meninggal karena kecelakaan. Ibunya jatuh sakit karena tidak bisa menerima kenyataan dan sahabatnya terpaksa pergi karena suatu keadaan.

Usianya waktu itu baru empat belas tahun. Cobaan itu terlalu berat untuk Gino hadapi bersama kakaknya. Ia berduka, terpuruk, dan hancur. Orang-orang di sekitarnya terus mengatakan jika ia harus menerima ini semua, karena ini adalah takdir yang digariskan oleh Tuhan.

Sejak saat itu ia benci takdir dan segala sesuatu yang terjadi setelahnya. Ayahnya yang sehat meninggalkannya, ibunya yang baik-baik saja tiba-tiba sakit, sahabat yang selalu menemaninya harus pergi juga. Itu semua karena takdir. Takdir mengubah hidup Gino menjadi sesuatu yang tidak ia inginkan. Akan tetapi, sekarang ia tersadar, takdir itu sihir. Sihir yang selalu mengiringi langkah kakinya pergi, ke mana pun ia melangkah. Takdir itu kekuatan dan keputusan Tuhan, ia merasa sangat bodoh pernah membenci takdir. Karena takdirlah yang membuat ibunya sembuh, karena takdir juga yang membuat ia sukses dan karena takdir, ia menikah dengan Andara dengan cara paling konyol yang tak pernah ia kira.

Hidup ini penuh dengan kejutan Tuhan. Jadi, harus terus bersiap-siap menerima kejutan itu datang dan jangan lupa berdoa agar kejutan itu menjadi sesuatu yang didambakan.

"Woy, Gin! Ngenes amat lo sendirian di kantin," ujar Bayu lalu duduk di depan Gino.

"Richard sama Andre lagi ke kantor. Ya udah, gue ke sini dulu," jawab Gino.

"Ah, lo sayang banget kemarin nggak ikut muncak. Keren banget asli Merbabu," kata Bayu.

"Lo ke mana sih? Kok bisa kompakan sama Richard, Andre nggak bisa ikut?" Arkan menimpali. "Mana alesannya sama lagi pada lagi kondangan. Lo juga kondangan?"

Gino menggaruk rambutnya karena bingung. Ia tidak kondangan, karena dirinya yang dikondangin. "Kak Haikal pulang kampung Bro, masa gue mau pergi," kata Gino tidak sepenuhnya bohong. Benar, 'kan?

"Habis lebaran nanti muncak lagi bareng anak-anak kelas, tinggal pilih mau gunung mana," kata Bayu.

"Ah, iya bener! Tahun kemarin kita ke Prahu, 'kan? Tapi nggak capek banget sih, soalnya nggak terlalu tinggi," imbuh Gino.

"Ya kan kalau bareng anak kelas nggak bisa cari gunung yang tinggi banget Gin. Banyak yang nggak biasa ndaki, apalagi cewek-cewek." Arkan menoyor kepala Gino.

"Siapa dosen yang mau diajak? Pak Daniel lagi?" tanya Gino.

"Gimana kalau ajak Bu Andara? Dia kakak Andre, 'kan? Tanya sama Andre aja, 'kan? Nggak apa-apa kali ya, masih muda juga," usul Bayu.

"Tanyanya sama suaminya, dong! Masa sama adiknya," sungut Gino. Lelaki itu berpikir sejenak, mengajak Andara mendaki gunung pasti akan jadi pengalaman yang menyenangkan kalau hanya berdua. Namun, kalau ramai-ramai? Ya nggak bisa berduaan lah.

"Bu Andara udah nikah? Ya tetep, Andre yang disuruh tanya ke Bu Andara, dibolehin nggak naik gunung sama suaminya," kata Arkan.

"Kalau suaminya mau ikut gimana?"

Not So Husbandable [REPOST]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang