Jaenab dan Jenius

100 4 0
                                    

Jaenab terbelalak mendengar nama kembarannya, Jenius, diumumkan Bu Dosen untuk nilai quiz tertinggi.

"Apaaaa! Dia lagi?" Jaenab menggebrak meja, kemudian satu tangannya memegang dahi. Untuk kesekian kalinya Jenius menjadi mahasiswa kesayangan para dosen. Padahal parasnya biasa saja. Orangnya juga pendiam. Beda sekali dengan Jaenab yang ramai dan gaul.

"Jaenab! Apa-apaan kamu?" Bu Dosen yang sudah berumur setengah abad itu memegangi dadanya. Jantungnya seperti terlepas dari tempatnya dan meluncur mendekati lambung gara-gara gebrakan meja tadi. "Kamu ngga terima? Kamu pikir saya asal-asalan ngasih nilai, gitu? Ngaca kamu ngacaaa!"

Jaenab mengambil kaca kecil bekas tempat bedak padat. "Syantik kok... Begini Bu Dosen, saya lihat hari-hari si Jeni tuh, ngga pernah belajar. Weekend juga kerjanya ajeb-ajeb dan nongki di warnet. Lah kok bisa punya nilai tinggi? Saya yang mati-matian mengamalkan dasa dharma Pramuka kok ngga pernah Ibu kasih nilai A+ kayak Jeni. Ibu sentimen sama saya." Jaenab memulai jurus 'playing victim'nya.

"Lah, kok kamu tau dia pergi ajeb-ajeb? Kamu mesti juga ikut ajeb-ajeb toh? Ke warnet juga kok kamu tahu? Kamu juga lagi nge-game toh disana? Coba kamu tanya, Jeni ngapain kesana?"

"Ngapain, yoook? Jawab Jen..."

"Anu ... Itu ... Saya ke tempat ajeb-ajeb pergi survey tugas tentang kehidupan dunia gemerlap. Nah waktu ke warnet, anu ... Saya searching tugas, sekalian dikumpul sama Bu Dosen via email."

"Jelas toh, Nab, sekarang tinggal kamu yang belum ngumpulin tugas. Sini, mana tugas kamu?" Seketika tubuh Jaenab kehilangan kekuatannya. Ia melorot ke lantai. Pingsan.

***

😆😂😂😂

My Short Story (Lengkap)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang