Hormat Grak!

84 6 0
                                    

Anin mengelus perutnya, menyisakan kuah bakso pedas di mangkok legendaris bergambar ayam jago, "Aaah, kenyang."

Jus jeruk hangat yang tinggal separuhnya ia tenggak habis. "MasyaAllah, Alhamdulillaah." Tia dan Rani yang memperhatikan tingkahnya geleng-geleng kepala.

"Gila lo, Nin. Bakso plus jus jeruk segelas gede begitu habis dalam lima menit? Lo udah berapa hari ngga makan?" Tia bersuara.

"Gue kan masih dalam masa pertumbuhan. Butuh energi banyak," Anin mengedip pada Rani sambil mencomot tempe goreng.

"Ya tapi ngga sampai begitu juga keles," tukas Rani.

"Udah ah. Nggak usah pada bahas selera makan gue. Kelarin cepet PR matematikanya. Entar ngga gue kasih nyontek lo pada."

"Jiaelaaah. Yang abis makan rawit jutek amat. Ampun deh, kita."

"Udah selesai makan baksonya." Suara berat Pak Erwin tiba-tiba menghentikan gelak tawa mereka. Anin, Tia, dan Rani,  mematung. Mulut mereka ternganga, tidak  percaya pada apa yang kini mereka hadapi. Gelak berganti dengan keheningan. Peluh mulai mengucur membasahi seragam mereka. "Ayo ikut saya!"

"Duh, panas banget!" Anin bersungut-sungut. Mereka bertiga dihukum berdiri di lapangan dengan posisi hormat kepada bendera. "Masih lama ngga, Ran?"

"Masihlah, baru juga jam sembilan."

"Hey! Yang bertiga disana. Saya ngga kasih ijin buat ngerumpi ya." Pak Erwin menyoraki mereka dari ruang guru. Guru BP itu berjalan mantap kearah mereka.

"Baru begini aja kalian udah ngeluh. Siapa suruh ngga ikut upacara. Kalian tahu bagaimana para pahlawan kita memperjuangkan kemerdekaan ini. Dengan darah dan nyawa. Demi merah putih ini bisa berkibar di langit Nusantara. Kalian, hanya untuk upacara saja pakai bolos," lanjutnya.

Pak Erwin masih menasihati ketiga murid tukang bolos ketika upacara itu. Tiba-tiba, "Brooot!" Bunyi itu disusul dengan bau yang khas. Aroma tak sedap seketika menguar, merusak udara pagi yang masih segar meski cuaca sedikit panas.

"Ma, maaf Pak. Saya udah ngga tahan." Anin nelangsa.

"Hey, Anin! Berhenti!"

"Ngga bisa, Pak. Nanti saya lanjutin lagi hormat grak ke bendera. Sueeer." Anin berlari menjauh dari Pak Erwin dan kedua temannya. Dipikirannya cuma ada satu, ke toilet segera.

***

Siapa yang pernah mengalami hormat ke bendera di tengah terik matahari selama berjam-jam? Kamu? Hahahaha... Percayalah, suatu hari kejadian ini akan menjadi memori indah untuk kalian. Tapi, bukankah menjadi yang terbaik akan lebih menyenangkan?

Ini masa mudamu. Reguk ilmu dan pengalaman sebanyak mungkin. Petik pelajaran berharga di setiap momen yang terjadi dalam hidupmu.

Menjadi dewasalah dalam kebaikan. Ingat, tidak ada seorang yang terjatuh pada lubang yang sama kecuali dia memelihara ke_dungu_annya.

My Short Story (Lengkap)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang