Semangkuk Bakso Dari Sutejo

80 8 1
                                    

Bayi mungil itu menatap Diandra dengan mata bulatnya yang lucu. Sesekali ia menggerak-gerakkan bibirnya seolah sedang menceritakan betapa hangat dan nyamannya berada di dalam perut Diandra ketika ia masih disana. Benar, ia baru saja dilahirkan Diandra beberapa jam yang lalu.

"Dian, susukan anakmu, biar nanti ngga ketergantungan sama susu sapi," ujar Bu Bidan. Diandra menatap Bu Bidan yang sudah baik sekali mau membantu persalinannya. Sebenarnya Dian tidak paham bagaimana cara menyusui bayi ini. Tapi diangkatnya juga kepelukannya.

"Gini loh nduk, caranya." Bu Bidan mengajari Dian. Tapi sepertinya bayi itu tidak terlalu haus sebab sudah banyak melahap susu formula. Bayi cantik itu mulai mengantuk. Bu Bidan membantu Dian menaruhnya ke box bayi di samping ranjang Diandra. Tulus sekali Bu Bidan yang sudah hampir pensiun itu merawat mereka.

"Sekarang coba cerita sama ibu, siapa ayah bayi ini, Nak?" Bu Bidan berusaha mengorek informasi dari Diandra. Sulit memang, sebab Dian adalah seorang gadis dengan keterbelakangan mental.
***

Dian hidup bersama ibunya yang sudah tua. Ayahnya sudah lama berpulang ke Rahmatullah. Hidup mereka sangat pas-pasan. Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, ibu Dian bekerja sebagai pengupas bawang di pasar tradisional. Pasar itu lumayan jauh untuk ditempuh dengan sepeda. Sekitar tiga kilometer dari rumahnya.

Seperti biasa, hari itu ibu Diandra berangkat ke pasar untuk bekerja. Hanya Dian sendiri di rumah. Sutejo, paman Diandra tiba-tiba muncul.

"Eh, mana ibu kamu? Ke pasar?" Diandra tidak menjawab. Perhatiannya ada pada bungkusan yang mengeluarkan aroma sedap di tangan Sutejo. Sadar dengan keinginan keponakannya, Sutejo memberikan bungkusan itu.

"Nih, bakso buat kamu. Sssst... jangan bilang-bilang itu dari Paman, ya. Kamu abisin." Diandra sumringah. Lahap sekali ia memakan bakso itu. Gadis tidak berdosa itu tidak mengetahui ada serigala berbulu domba dihadapannya yang siap untuk menerkam.

Selesai makan, Sutejo mulai melancarkan niat busuknya. Diandra yang polos tidak mengerti, kenapa pamannya meraba seluruh tubuhnya. Dian menepis belaian Sutejo.

"Sssst! Sini... Paman sayang sama kamu. Besok Paman bawain bakso lagi. Dian mau?" Gadis polos itu mengangguk.

Terenggut sudah mawar dari tangkainya
Bukan musafir lalu menista,
Hanya pagar yang makan tanaman
Mahkota mawar kini berguguran
Jatuh ke tanah.
***
Diandra tidak paham dengan pertanyaan Bu Bidan. Ayah bayinya? Dian juga tidak punya ayah. Tidak ada ayah dirumahnya. Yang ia tahu hanya ibu. Dan sesekali pamannya datang ke rumah, membawakannya bakso yang enak.

Bu Bidan mengganti pertanyaan, "Siapa yang sayang sama Diandra? Kalau ibu lagi ngga di rumah, ada yang bawain bakso. Siapa?"

Diandra tersenyum. Matanya mengerjap mengingat "kebaikan" lelaki jahanam itu. "Kata Paman, Ibu ngga boleh tahu, nanti ngga dibawain bakso lagi."

"Paman Sutejo?" Bu Bidan meyakinkan jawaban Diandra. Anggukan dari gadis itu membuat ibu Diandra lemas. Tangis perempuan tua itu pecah. Umpatan keluar dari mulutnya.

"Bajingan kau, Sutejo!" Begitu histerisnya. Hingga ia limbung, tak sadarkan diri.

***

Haduuuh, sedih ya. Belum lama ini saya baca berita tentang seorang wanita (maaf) gila, melahirkan di depan toko, terus persalinannya  dibantu oleh pegawai toko kue. Miris.

Kenapa ada *bajingan yang sampai hati melakukan kebiadaban kepada mereka. Apakah hati nurani itu benar-benar sudah mati?

Na'uzubillaah...

*Saya menolak mengatakan mereka manusia. Hewan saja tidak mau berbuat seperti itu.

Terima kasih sudah mampir, vote dan komen yah..

My Short Story (Lengkap)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang