Tuhan, Beri Aku Waktu

71 5 0
                                    

Sarah masuk ke kamarku dengan gaun pengantinnya, "Pa, lihat deh, aku cantik nggak?"

Aku tersenyum sambil mengacungkan ibu jariku padanya. Cantik. Kau akan selalu cantik. Sama seperti ibumu.

Kujangkau sebuah foto di nakas sebelah ranjangku. Foto ibunya Sarah. "Andai kau ada disini, Dinda. Lihatlah, Sarah persis sama sepertimu."

Kucium fotomu, dalam. Hanya foto dan kenanganmu yang tersisa. Begitu cepat Tuhan memanggilmu, Sayang. Sesaat setelah Sarah kau lahirkan. Saat itu, aku benar-benar bingung, Sayang. Mengapa Tuhan memanggilmu disaat aku begitu membutuhkanmu. Kupeluk bayi merah itu. Apa yang harus kulakukan, Dinda? Dia tak henti-hentinya menangis.

Hari demi hari kulalui tanpa tawamu. Aku mondar mandir sepanjang rumah, bernyanyi lagu sepi seperti orang gila setiap kali bayi mungil kita menangis. Berharap ia tertidur dalam pangkuanku.

Ia sudah dewasa kini. Sarah akan menikah dengan lelaki pilihannya. Aku yakin dia tidak akan salah pilih. Sarah bukanlah perempuan yang gampang jatuh hati, sama sepertimu. Ia cerdas, mandiri dan kuat.

Perlahan fotomu jatuh kepangkuanku. Senyummu semakin jelas kini. Kau merentangkan tanganmu. Apakah kau ingin menjemputku? Tuhan, apakah sudah tiba waktuku? Dadaku semakin sesak. Aku semakin kesulitan bernapas. Sesak, tak sedikitpun udara masuk ke paru-paru ku. Aku berusaha menggapai obat-obatan yang sudah sepuluh tahun ini kujejalkan ke dalam tubuh rentaku. Ah! Usahaku sia-sia. Obat sialan itu malah jatuh berhamburan di lantai.

Pandanganku semakin kabur. Semuanya memudar dan ahirnya gelap. Tidak Tuhan, kumohon... Beri aku waktu sedikit lagi. Dua hari lagi, Tuhan. Ijinkan aku menikahkannya sebentar saja.

***

My Short Story (Lengkap)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang