Hadiah Untuk Bunda

109 8 0
                                    

Pukul lima subuh, alarm ponselku berbunyi. Kusibak selimut tebal dari tubuhku. Tepat hari ini, pukul tujuh nanti aku akan terbang menuju Sumatera Barat, kampung halamanku. Kukenakan pakaian terbaik. Aku harus terlihat tampan, karena aku akan menemui seseorang yang istimewa. Dialah perempuan yang paling kucintai seumur hidupku, Bunda.

Pesawat mendarat mulus di Bandara Internasional Minang tepat pukul delapan tiga puluh. Kulanjutkan perjalanan dengan taksi menuju Bukittinggi, kota berhawa sejuk yang penuh kenangan masa kecilku. Aku semakin tidak sabar untuk menemui Bunda. Ah, Bunda pasti tidak menyangka, aku pulang lebih awal dari pembicaraan kami ditelepon tiga hari yang lalu.

"Bunda mau dibawakan apa?"

"Ah, kau ini. Mendengarmu pulang saja Bunda sudah senang, Bujang. Pulanglah dengan selamat, itu sudah menjadi hadiah untuk Bunda."

"Ya sudahlah, nanti kubawakan hadiah spesial untuk Bunda, tapi rahasia."

Aku dapat membayangkan raut wajah Bunda saat itu. Beliau akan tersenyum, namun air matanya meleleh. Begitulah Bundaku, perempuan paling tegar tetapi paling lembut hatinya.

Rumahku sudah tidak jauh lagi. Kukeluarkan kado istimewa dari dalam ransel. Sebuah kotak tanpa corak berwarna hitam. Pita berwarna emas mempermanis tampilannya. Senyumku mengembang. Kudekap kotak itu ke dada.

Taksi berhenti tepat di depan rumahku. Ada banyak orang berkumpul disana. Dadaku berdebar tidak karuan. Apa yang terjadi pada Bundaku? Aku bergegas masuk. Menyeruak diantara beberapa orang. Tuan Basa menyambutku dengan rangkulan.

"Sabar ya, Bujang. Ini sudah takdir Allah."

"Ada apa ini? Mana Bundaku?"

Aku menerobos masuk ke kamar Bunda. Beberapa orang kerabat sudah disana.

"Bunda, bunda ... Lihatlah ini hadiah yang kubawa, kain batik tulis yang Bunda jual dahulu. Bunda pasti ingat, kan? Bundaaa..."

Kugenggam jemari Bunda. Masih hangat. Bundaku tersenyum meski matanya terpejam.

"Bunda, lihatlah. Anakmu sudah pulang. Aku berjanji akan menjemput Bunda, kan. Anakmu sudah berhasil. Sekarang waktunya, Bunda. Kita berangkat ke Jakarta,  ke rumah baru kita." Kusentuh wajahnya. Kugenggam jemari keriput itu lebih erat.

"Bunda, buka mata Bunda."

Tuan Basa merangkulku. Lelaki itu berbisik padaku, "Bundamu sudah tiada. Sabarlah, Bujang."

Seketika langit seolah runtuh. Kain batik tulis itu terlepas dari tanganku. Kenangan bertahun yang lalu berputar kembali dikepalaku. Satu-satunya kain batik pemberian almarhum Ayah untuk Bunda. Aku masih ingat bagaimana Bunda mencium kain itu sebelum dibungkus koran. Diam-diam aku mengamati beliau. 

Bunda pulang dengan wajah cerah. Tidak tampak penyesalan pada wajahnya. Aku tahu, beliau baru saja turun dari rumah Mak Dang Ros.

"Bujang, kemarilah. Bayarlah uang sekolahmu. Bunda sudah punya uang, lihatlah!" Bunda menyelipkan beberapa lembar uang pada tanganku. Seolah beliau memberi 'kejutan' untukku. Saat itu aku berjanji, akan kutebus kembali kain batik Bunda kepada Mak Dang Ros.

Tadi pagi aku sangat yakin akan memberi kejutan pada Bunda. Tetapi ternyata selalu beliaulah yang memberi kejutan untukku. Bundaku sudah tiada. Namun kenangannya akan selalu ada, bersamaku.

***
Kalo di cerita sebelumnya kita ngikik bareng, yang ini kita baper bareng2... Peluk mamanya, beruntung jika masih memiliki seorang ibu. Rhoma Irama bilang, ibu itu keramat buat anaknya. Doanya jadi kenyataan. Sedihnya jadi petaka untukmu.

Sayangi ibumu, sehingga yang meluncur dari mulut beliau adalah do'a terbaik untuk kita. Bukan sumpah serapah yang berakhir kesengsaraan buat kita ya..

Bagi yang ibunya sudah tiada, kirimkan doa. Berbaktilah pada beliau dengan doa2mu.

Untuk semua ibu diatas dunia, you're inspiring, amazing, we love you moms... 😘💕

My Short Story (Lengkap)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang