Pemuda itu tertawa. Tanpa menunggu jawabanmu, ia menutup pintu dan menguncinya, meninggalkan figurmu terpaku di depan pintu kamar apartmen 302.
***
Sayangnya, meski telah menunggu hingga sore menjelang, kau tidak menemui Kingyosō. Saat suara kunci pintu terdengar dari luar, kau dapati Ramuda sedang mengunci pintu sambil membawa beberapa map cokelat di tangan. Dengan senyum, dia bilang kalau Kingyosō sudah pergi duluan ke parkiran.
Sebal, ih.
Masalahnya, kau malas turun ke bawah. Sebab, sebagian besar penghuni yang mengunjungi lobi apartmen pasti membawa pasangan dari luar. Saling pamer pacar, gitu. Kasihanilah jomblo, wahai kalian para penghuni biadab.
Kemudian, hari-hari berlalu. Kingyosō masih berisik seperti biasa. Kau mau komplain, tapi tak bisa. Kau kesal. Sangat kesal.
Hingga akhirnya, suatu hari kau bertemu dengan dia. Seorang perempuan berumur 20-an, dengan rambut lurus serta poni hime cut. Kulitnya mulus, wajahnya memberi kesan lembut sekaligus intelek. Kau bertemu orang itu bersandar di depan pintu kamar apartmen 302, satu tangan memainkan ponsel sementara satunya lagi diletakkan di saku celana. Sebuah tas hitam agak besar diletakkan di sebelahnya.
"Mbak," panggilmu kasihan, berhenti berjalan, "Nungguin Kingyosō-san, ya?"
Perempuan itu mengangkat kedua alis, terkejut atas sapaanmu. Netra safirnya memandang ke atas, tampak berpikir sesaat sebelum akhirnya ia kembali menatap dan tersenyum kepadamu.
"Yah, begitulah," jawabnya tak jelas, "Memangnya kenapa, Mbak?"
Meski ucapannya biasa-biasa saja, kau entah kenapa merasa tak sopan dan tak enak hati. Buru-buru kau menjawab, "Bukannya apa-apa, sih. Cuma, ya, Kingyosō orangnya begitu."
"Maksudnya?"
"Suka bawa orang ke rumah, buat ngelakuin gitu-gitu," jelasmu, terlihat agak jijik bercampur kesal, "Hampir tiap malam, pula! Mbak yakin, enggak ditipu dia? Bukan orang baik-baik, lho!"
Perempuan itu manggut-manggut. Lalu, dia tersenyum manis.
"Tenang, saya enggak ditipu, kok," ucapnya, tertawa renyah. Tepat saat itu pula, ponselnya berdering dan menampilkan notifikasi chat masuk. Dia segera mengeceknya, lalu berkata:
"Oh, teman saya sudah datang bawain kunci saya yang ketinggalan! Sidah dulu, ya, [Fullname]-san. Kalau mau, nanti kita ngobrol lagi."
Kau mengedipkan mata. Memangnya kau pernah memberi tahu nama lengkapmu? Sepertinya tidak. Namun, kau tetap mengangguk seolah tak ada apa-apa.
Perempuan itu memasukkan ponsel ke saku celana, lalu mengangkat tas. Dia tersenyum sopan dan membungkuk sedikit, sebelum berjalan pergi.
Namun, belum sampai tiga langkah, ia menoleh ke arahmu.
"Oh, iya. Kita belum kenalan, ya?" ucap perempuan itu, masih tersenyum, "Nama saya Kingyosō Ajisai. Enggak usah formal, panggil saja Ajisai, oke!?"
Matamu membulat ketika mendengar nama sang tetangga disebut. Perempuan yang ternyata tetanggamu itu tertawa terbahak-bahak melihat wajahmu, sebelum berjalan pergi sambil sesekali menggelengkan kepala dengan geli.
***
Visualisasi Ajisai
KAMU SEDANG MEMBACA
My Neighbour's XXX | Ramuda A.
Фанфик[ Amemura Ramuda × Reader ] Biasanya, kau tidak terlalu ambil pusing soal tetanggamu yang sering berisik saat melakukan 'berbagai hal' pada dini hari. Namun, hari itu adalah pengecualian. Untuk pertama kalinya, kau berniat mengajukan komplain. Untuk...