Room

363 63 4
                                    

"Tolong masukkan alat-alat makan ke dalam kardus, ya," pinta Ajisai, menggulung lengan baju, "Aku mau ke ruang kerja dulu."

Kau mengangguk, mengambil salah satu kardus kosong yang tergeletak di depan televisi, lalu kembali ke dapur. Kau baru menyadari betapa sedikitnya barang-barang Ajisai setelah menghabiskan satu jam untuk memasukkan seluruh alat makan. Masing-masing berjumlah tidak sampai dua digit.

"Nah, selesai," gumammu, tersenyum puas setelah merekatkan tutup kardus menggunakan lakban. Dirimu yang tadinya duduk di lantai segera berdiri, memandang berkeliling. Mungkin ada hal lain yang bisa kau bantu.

Namun, melihat bahwa nyaris semua barang sudah masuk ke dalam kardus dan dilabeli dengan spidol, sepertinya tidak perlu. Maka dari itu, kau berjalan menuju lorong, melihat bahwa pintu mahogani sedikit terbuka. Samar-samar, kau dengar dua suara saling bersahut-sahutan. Dengan bimbang, kau dekati pintu tersebut.

"Yah, aku memang harus menyelidiki keadaan mereka," suara Ajisai terdengar waspada, "Sasara dan Kuukou, huh ..., malas mengerjakannya, sih."

Ramuda tertawa mengejek, berkata, "Salah sendiri mau bekerja di bawah Ichijiku-oneesan langsung."

"Hei, pekerjaanku dan kamu enggak jauh beda. Kita sama-sama melapor langsung ke Ichijiku-sama."

"Ya, ya. Jangan samakan aku denganmu."

Ichijiku? Maksudnya ... Kadenokouji Ichijiku yang itu?

Kau bergeming, tak jadi mengetuk pintu. Apa hubungannya pekerjaan mereka dengan Ichijiku? Ini aneh, aneh sekali.

Tanganmu mengepal. Sebaiknya kau pergi dan pura-pura tak tahu saja. Lagipula, ini bukan urusanmu.

Kau berbalik, siap kembali ke dapur. Sayang, sepertinya keberuntunganmu sidah habis sejak dulu.

Pintu mahogani itu menjeblak terbuka, menampakkan Ajisai yang membawa sebuah kotak kardus. Dia menatapmu yang bergeming cukup lama, lalu menyeringai.

"Aku tahu kau di sana sejak tadi," ucapnya, meletakkan kotak tersebut ke lantai, lalu mengeluarkan sesuatu dari dalamnya.

Sebuah hypnosis microphone.

"Aku sengaja menjebakmu agar kamu mendengar omongan kami. Kamu pikir, kenapa pintu itu terbuka sedikit, eh?" lanjutnya, menarikmu agar berbalik menatapnya, lalu memojokkan badanmu ke dinding.

"Pengetahuanmu memang sedikit, tapi bagi kami para mata-mata, kebocoran informasi sekecil apapun dapat membuat kami kehilangan nyawa," Ajisai berujar, melirik ke arah Ramuda yang kini berdiri di depan pintu sambil menundukkan kepala.

"Apa," ucapmu, terbata-bata, menatap ke arah kedua orang itu, "Apakah ... sifat kalian ... tingkah kalian selama ini ... palsu?"

Ada sesuatu yang mengaduk perutmu saat Ajisai mengangguk, sementara Ramuda menatapmu dengan tatapan terbelalak. Pemuda itu menggeleng lemah, tapi tidak menghentikan Ajisai yang mulai bernyanyi di hadapanmu.

Segalanya ...









menggelap.

My Neighbour's XXX | Ramuda A.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang