Perempuan yang ternyata tetanggamu itu tertawa terbahak-bahak melihat wajahmu, sebelum berjalan pergi sambil sesekali menggelengkan kepala dengan geli.
***
Kau tidak pernah tampak tenang sejak pertemuanmu dengan Ajisai. Menghina seseorang di depan subjeknya sendiri ujung hatimu tercubit rasa bersalah. Apalagi, kau belum menemui cewek itu sejak pertemuan pertama kalian. Suara-suara bising pada saat dini hari juga mendadak hilang selama beberapa minggu ini.
Dengan langkah gontai, kau turun dari lift. Besok sudah hari Sabtu; menandakan satu bulan sejak pertemuanmu dengan Ajisai. Ketidakenakan hatimu makin menjadi pada setiap langkah yang kau lewati.
Kau menutup mata, menghela napas.
"Onee-san!"
Pekikan familier menyapa telingamu. Kau mendongak, mendapati pemuda beriris cerulean serta rambut merah jambu sedang menggerakkan tangannya ke kanan-kiri, melambai ke arahmu.
Ramuda, kini tengah berdiri di depan kamar apartmen 302. Masih tampak sama; kemeja putih dan jaket toska. Bedanya, ia membawa ransel sementara salah satu lengannya mengapit map-map cokelat serta sebuah binder hitam.
Kau mendadak iba. Apapun yang ia bawa dalam ransel, pastilah sudah penuh sampai-sampai masih harus menjinjing map serta binder di tangan.
Kau berjalan mendekatinya, menyapa balik, "Ramuda! Lama enggak ketemu."
Pemuda itu mengangguk, tersenyum manis. "Iya, sudah lama, ya! Sudah bisa menebak, aku ini siapa-nya Ajisai-neesan?"
... Ah.
Kau lupa. Benar-benar lupa soal itu.
Malu-malu, kau usap lehermu sambil berkata, "Belum, sori."
"Hmm," Ramuda memajukan bibirnya sedikit, mencibir. Ia tampak berpikir sesaat, sebelum mengangkat bahu. "Yah, enggak apa-apa, deh! Lagian, enggak seru kalau kamu langsung tahu, kan." Itu bukan pertanyaan, tapi pernyataan.
Kau mengangguk, lalu tertawa canggung. Ramuda tak mengacuhkannya, berkata, "Kalau begitu, aku masuk dulu, ya! Mana, tuh, kunci-nya ...."
Pemuda itu merogoh kantong celana, mencari kunci. Sesekali, ia menjilat bibir, menandakan bahwa ia sedikit kesulitan. Butuh waktu agak lama sampai akhirnya ia mendapat kunci. Pada saat yang sama, kau menyadari sesuatu.
"Benar juga!" serumu, "Ramuda, bantu aku!"
Terkejut oleh ucapanmu, Ramuda nyaris menjatuhkan kunci. Pemuda itu mengerjap ke arahmu.
"Bantu apa?"
KAMU SEDANG MEMBACA
My Neighbour's XXX | Ramuda A.
Fanfiction[ Amemura Ramuda × Reader ] Biasanya, kau tidak terlalu ambil pusing soal tetanggamu yang sering berisik saat melakukan 'berbagai hal' pada dini hari. Namun, hari itu adalah pengecualian. Untuk pertama kalinya, kau berniat mengajukan komplain. Untuk...