Docs

318 60 8
                                    

Minggu pagimu diawali oleh sekotak sandwich dan dua pasang alis terangkat dari Ajisai dan Ramuda. Kau tersenyum kikuk.

"Ya, aku mau bantu-bantu kalian pindah," ucapmu, tertawa canggung, "Sekalian sarapan bareng---kalau mau, juga minta maaf karena selalu menjelekkan Ajisai-san."

Ajisai dan Ramuda saling lirik, lalu tertawa terbahak-bahak seolah kalu baru saja melontarkan lelucon paling lucu yang baru mereka dengar seharian ini. Ramuda menggeleng-geleng geli.

"Ajisai-neesan itu memang otaknya 'agak-agak'," celetuk Ramuda, terkekeh, "Harusnya dia yang minta maaf."

"Benar, memang aku yang seharusnya minta maaf," Ajisai menyetujui, terkikik, "Tapi aku senang karena ada yang mau bantu! Ayo masuk, [Surname]-san, kita sarapan dulu."

Ramuda mengejek bahwa gadis itu eksploitatif, yang dibalas oleh juluran bibir Ajisai. Mereka nyaris terlihat seperti saudara yang suka bertengkar main-main. Kau tersenyum melihat keakraban mereka; tentu saja kau tidak cemburu. Berdasarkan interaksi kalian yang sedikit, Ajisai mengaku bahwa Ramuda itu bukan tipenya.

Kalian bertiga sampai di ruang makan. Ajisai mengambil beberapa piring dari konter dapur dan meletakkannya di meja. Sandwich buatanmu dihidangkan dengan sederhana, lalu nyaris semuanya hilang sebab dimakan dengan lahap.

"... Eh," celetukmu setelah menelan sepotong kecil sandwich, "Maaf kalau ini enggak sopan, tapi ... kenapa data-data anggota divisi ada di ruang kantor Ajisai? Kan, harusnya ada di kantor pemerintah atau semacamnya, gitu."

"Ada, kok, di kantor pemerintah. Di kantor Kadenokōji-sama juga ada," jawab Ajisai, mengelap ujung bibir, "Tapi itu semua cuma pengecoh. Dokumen di sana tidak semuanya asli, yang di rumahku juga sama saja.

Kan sudah kubilang kalau kami menjunjung tinggi privasi para anggota divisi. Ada tempat lain untuk menyimpannya, tapi aku enggak tahu di mana. Bukan termasuk urusan pekerjaanku. Top secret, lah, bahasanya."

Setelah berkata begitu, Ajisai menelan seluruh sandwich di tangannya. Kau mengangguk-angguk paham, menyadari Ramuda yang melirik aneh ke arah rekan kerjanya itu. Bukan lirikan ala cowok kasmaran, tapi lirikan curiga sekaligus penasaran. Kenapa, ya? Entahlah, pikirmu, toh bukan urusanmu juga.

Sandwich sudah tandas dari piring. Sementara Ajisai dan Ramuda mulai mengepak berbagai barang ke dalam kardus-kardus, kau mulai mencuci piring.

Hari ini sepertinya akan jadi hari yang panjang.

A/N.
Wuah, saya baru sadar kalo bentar lagi tamat. Antara 4-5 chapter lagi, huehehe.
Kenapa banyak episode kayak gini---yang keliatannya cuma sekedar filler doang? Hoho, ada alasannya. Tunggu saja nanti~ *wink*

My Neighbour's XXX | Ramuda A.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang