🥀18. Forbidden Feelings

2.5K 436 194
                                    

Sore itu, saat matahari menenggelamkan dirinya disisi barat, merubah hamparan orange menjadi lebih gelap dengan taburan kristal berkedip bersama putri malam. Ketika semua gerbang istana tertutup, saat burung-burung putih mulai kembali ke tempat mereka bersembunyi dan angin mulai berhembus layaknya sebuah siulan seorang gadis dengan Hanbok merah muda kesayangannya masih nampak berdiam memandang hamparan harta karunnya di taman belakang Istana.

"Lihatlah Jaeun, bukankah tulip itu indah?" katanya.

Seorang wanita paruh baya yang baru saja menuangkan teh diatas cawan, mengangguk. Tidak berani menatap bahkan menyentuh si gadis.

"Putri, silahkan teh anda," katanya sembari mendekatkan cawan dengan tangannya.

Gadis cantik yang ia panggil putri tersebut mengambil tehnya kemudian menyasap harum aroma teh melati yang telah dicampur dengan beberapa racikan obat mengingat keadaan sang putri yang sedang hamil muda. Ia meminumnya, menyasapnya perlahan. Membiarkan tenggorokannya yang dingin terlewati oleh hangatnya air yang baru saja ia telan. Ia menghela nafasnya, menatap langit cerah dengan deretan awan abu dan gemerlap cahaya yang bertaburan bagai batu rubi diatas sana.

"Jaeun?"

Wanita yang dipanggil nampak bersimpuh.

"Tolong tinggalkan aku sendiri," perintahnya lembut.

"Tapi, Putri … hamba—"

"Tolong,"

"Baiklah." wanita bernama Jaeun yang merupakan kepala pelayan istana tersebut mundur perlahan dan menghilang dibalik pintu.

"Kau tidak pulang?" kata si gadis sembari menatap bulan besar orange kemerahan diatas sana, "kau mengingkarinya, Jungkook." lanjutnya.

Ia mengusap perutnya yang belum terlalu besar. Raut wajahnya berubah seiring tiap gerakan tangannya. Ia bersedih, karena rindunya tak kunjung pulang ke rumahnya. Air matanya mengalir bahkan sekarang ia mulai terisak. Apakah sudah terlambat? apakah rindunya sudah tak lagi kembali setelah 2 tahun meninggalkannya?

"Hari ini adalah hari ke 15 musim semi," katanya lagi. Ia menurunkan kakinya lalu berjalan diantara hamparan warna warni bunga tulip yang selalu ia sebut harta, "kau bilang, kau akan kembali saat bunga tulip pertamaku mekar, bukan?" Ia nampak menunduk, memetik sebuah tulip merah darah. Salah satu favoritnya.

Ia menghirupnya. Aroma bunga tulip di tangannya saat angin dingin musim semi menelisik menerbangkan beberapa kelopak yang hampir jatuh sampai akhirnya seseorang dengan pakaian serba hitam berdiri tepat di hadapannya.

"Maaf atas keterlambatanku, Jiyeong-ah."

Suara lirih nan lembut itu menuntun sang putri bernama Jiyeong mendongak. Ia menatap tidak percaya. Rindunya …

"Jungkook-ah?"

Kembali …

"Aku kembali," ia menyodorkan sebuah tulip pada Jiyeong. Tulip hitam yang tidak ada di hamparan taman tulip miliknya.

"Ini?"

"Tulip hitam. Tidak. Itu sebenarnya tidak hitam. Ia memiliki warna merah keunguan yang begitu pekat. Aku menemukannya saat dalam perjalanan, kau suka?" tanya Jungkook.

Jiyeong menerima tulip itu, ia menyatukannya dengan tulip merah darah kesukaannya, "Semuanya akan menjadi kesukaanku," Jiyeong lantas memeluk tubuh Jungkook. Tubuh sedingin es yang sangat ia rindukan.

"Masuklah, kau akan sakit jika terlalu lama diluar sini," pinta Jungkook.

"Tidak, karena jika aku sudah berada didalam kamarku bukan kau yang ada disampingku. Tapi—"

검은 튤립 [Black Tulip] × Jungkook [CLOSED PO] [√]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang